Dua Puluh Empat : Sampai di Sini (End)

65 32 56
                                    

Siang telah berganti menjadi sore. Langit di ufuk barat sudah memancarkan aura kuning keemasan. Sang surya sudah hendak pulang dan akan pagi esok pagi. Lelaki dengan baju rumah sakit telah melamun sendirian. Hanya ditemani dengan embusan angin yang pelan ia mulai berimajinasi.

Anugrah sekarang berada di taman rumah sakit yang cukup ramai oleh pasien-pasien Poli Kesehatan Jiwa. Dia sudah berada di sini sekitar satu minggu yang lalu. Keadaannya juga sudah membaik.

"An!" Anugrah yang merasa terpanggil itu menoleh. Jeffri, sang kakak datang membawa dengan rantang di tangannya. Lelaki itu menghampiri adiknya dan duduk di sebelahnya.

"Gimana? kamu baik-baik aja?" Anugrah hanya mengangguk kemudian fokus lagi menatap langit.

"Serius amat liat langitnya"

"Heem. Aku lagi berharap hal yang ngga memungkinkan hehe"

"Maksudnya?"

"Aku berharap semua balik seperti semula. Berharap semua baik-baik aja. Tapi, itu sebuah ketidakmungkinan kan? harapan-harapan itu akan ditelan senja dan akan kembali ketika fajar dateng. Mas, bantu aku mewujudkan segala harapanku, ya? atau setidaknya memperbaiki hidup aku. Ubah ketidakmungkinan itu menjadi kemungkinan ya, Ma?" Sama seperti Anin atau Janu mereka terjebak dalam harapan yang mereka ciptakan sendiri. Mereka terus berilusi tentang lengkara tanpa berusaha untuk mewujudkannya.

"Iya, mas bakalan temenin kamu berkembang. Kali ini mas ngga akan kemana-mana okey. Jadi, jangan khawatir kalau kamu sendiri. Kamu punya mas disini. Oh, ya. Mas punya sesuatu buat kamu" Jeffri mengambil sesuatu dari sakunya. Sebuah gelang karet warna hitam dan memakainya pada adiknya.

"Kalau kamu ingin melukai dirimu lagi, coba jepret karet ini, okey? Kalau masih kurang mas belikan yang banyak" Anugrah hanya tersenyum melihat kakaknya yang begitu menyayanginya.

"Oh, ya mas buatin kamu sayur asam kesukaan kamu. Bentar ya, mas bukain dulu" Lelaki berusia 25 tahun itu membuka rantang yang ia bawa satu per satu. Dia menyiapkan makanan untuk adiknya. Cukup sederhana hanya sayur asam. dengan tempe goreng kesukaan Anugrah.

Anugrah mengalami depresi semenjak rumor tentang dirinya menyebar ke penjuru kampus. Lelaki itu takut akan opini dunia tentang dirinya. Dia mengalami delusi dan melakukan percobaan bunuh diri kembali. Ingatannya mengalami distorasi dan beberapa potongan ingatannya hilang.

Dirinya dibawa ke Poli Kesehatan Jiwa ketika dirinya secara tak sadar ingin menenggelamkan diri ke danau yang sering dia kunjungi. Jeffri yang saat itu berada di sana sangat panik, Anugrah tak bisa berenang. Jeffri dengan segera menolong adiknya itu dan membawanya ke rumah sakit setelah Anugrah sadar ia dipindahkan ke Poli Kesehatan Jiwa dan akhirnya mereka sampai di titik ini. Memori-memori Anugrah sudah mulai kembali yang artinya Anugrah sudah mulai sembuh.

-Lengkara di Ujung Senja-


Kondisi Anin mulai membaik dia saat ini sedang di mobil menuju makam kakaknya. Dia berniat untuk berdamai dengan segalanya termasuk menerima kalau Kak Megan sudah meninggal dan itu bukan salahnya. Mobil itu melaju dengan kecepatan sedang membelah kota yang ramai. Anin memandangi lalu lalang manusia yang hendak pulang kerja, pulang sekolah, atau pulang kuliah. Rasanya dia tengah melihat dirinya berlari-lari mengejar bus untuk pulang kuliah.

"Anin?" Anin menoleh kala bundanya memanggilnya.

"Kamu beneran ngga papa? kalau belum siap ngga papa"

"Ngga papa bunda. Anin udah ngga papa. Anin ingin ketemu Kak Megan. Anin ingin berdamai sama kenyataan," Ucap Anin dengan yakin sambil memegang dan mengelus tangan lembut bundanya.

Lengkara di Ujung Senja (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang