Delapan : Tentang Rasa Sayang

110 64 24
                                    

Malam telah berganti pagi. Tetapi sayangnya hujan masih mengguyur kota itu hingga saat ini. Sang surya sedang enggan untuk menampakkan dirinya. Janu terbangun ketika jam beker miliknya bunyi nyaring. Matanya terbuka perlahan kala suara bising hujan itu mengusiknya. Bau tanah khas hujan juga menyambut indra penciumannya pagi ini.

Lagi-lagi hari ini dia harus kelas pagi. Hari ini dia kelas pukul 08.00 dan waktu sekarang menunjukan pukul 06.15, artinya dirinya masih sempat masak yang simple-simple saja. Dia membuat sup tahu yang simple karena menurutnya cocok untuk suasana pagi ini. Dia menikmati sup itu didampingi dengan segelas kopi dan lembaran-lembaran laprak yang akan dia kumpulkan hari ini. Belum selesai ia beberes, suara ponsel Janu berbunyi, tanda pesan masuk.

 Belum selesai ia beberes, suara ponsel Janu berbunyi, tanda pesan masuk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Januari memilih untuk mengakhiri chat

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Januari memilih untuk mengakhiri chat. Harsa benar-benar merusak paginya. Tetapi sayangnya dalam hatinya, dia bersyukur karena lelaki ekstrovert itu mengisi kehidupan dia yang begitu monoton. Dia bahkan yang selalu ada untuk dirinya ketika ia butuh. Nyatanya, Harsa dan tentangnya selalu membuat Januari melupakan masalahnya untuk waktu sejenak.

Seperti ucapan Harsa di chat tadi, lelaki itu benar-benar datang ke rumahnya bersama ayahnya. Ayah Harsa begitu baik padanya. Beliau juga sesekali memberikan bingkisan ketika mengantarkan Harsa ke rumahnya, sama seperti saat ini. Beliau memberikan kantong kresek yang sudah dipastikan isinya makanan. Beliau hanya mengantarkan Harsa dan kemudian pergi.

"Bro, laprak lo dah selesai?" Ucap Harsa kala mereka berjalan beriringan menuju halte di depan gang.

"Udah, kenapa?"

"Enggak, hehehe" Harsa hanya cengingisan. Dia menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Tunggu, tangan lo kenapa?" Janu sadar akan perban yang membalut telapak kiri Harsa. Jika dilihat dari bentukannya itu perban baru.

"Ah, ini. Emmm... Anu itu. Apa ya? itu loh. Oh itu, semalem gua kena pisau, hehehe. Tapi ngga papa kok" Harsa sedikit gelagapan ketika Janu menotice lukanya yang disebabkan oleh Rajan semalam.

"Semalem?"

"Iya semalem. Gua ngupas buah terus kucing dateng terus kaget jadi kena pisau deh" Janu menatap Harsa curiga, tetapi akhirnya dia memilih untuk bodoamat. Lagian Harsa juga selalu aneh. Bukannya aneh jika Harsa malah tidak aneh?

Mereka sampai di halte bus yang masih sepi. Hanya ada seorang pria tua yang sepertinya sudah lama menunggu bus. Mereka mengobrol senebari menunggu bus datang. Fokus Janu teralihkan pada seorang gadis yang ia kenalnya.

"Hm? Janu?" Gadis itu tersenyum kala mereka kontak mata. Harsa yang notice hal itu mengerutkan keningnya.

"Siapa?"

"Ah, ini Anin. Anin ini Harsa" Anik tersenyum sambil menyambut uluran tangan Harsa. Anin akhirnya menimbrung obrolan dua lelaki itu. Sesekali mereka ketawa kecil karena tingkah Harsa.

-Lengkara di Ujung Senja-

Jeffri pagi-pagi sudah bersiap-siap untuk jualan hari ini. Dia bangun sejak pukul 02.00 malam. Saat ini dia tengah mengolah adonan ayamnya. Warung makannya buka sekitar pukul 07.00 pagi. Di saat warung makan lain masih tutup, warung makan Jeffri lebih buka terlebih dahulu. Alasannya sangat simple, agar para mahasiswa tidak usah pusing-pusing mencari warung makan yang buka pagi untuk sarapan.

Suara pintu terbuka membuat Jeffri mengalihkan fokusnya. Lagi-lagi gadis yang ia temui di alun-alun kota malam tadi ada di sini. Masih sama dengan senyuman yang sama ketika pertama kali mereka bertemu.

"Kak, ayam asam manisnya 1, pake nasi, nggak pake timun, pake kol aja, dibungkus, sama tambahan sambel matahnya dipisah" Ucap Anin dengan lugas. Jeffri hanya tersenyum mengangguk kemudian segera membungkus pesanan gadis itu.

Senebari menunggu pesanannya selesai, dia berkeliling melihat interior warung makan itu. Terlihat sederhana tetapi nyaman. Di tembok banyak ditempel kata-kata motivasi yang membuat kesan aestetic warung makan itu. Matanya terpaku pada satu tulisan yang begitu mengena baginya.

Langkah pertama agar tetap waras adalah menyayangi dirimu sendiri lebih dari menyayangi orang lain.

Anin sedikit tertohok dengan kalimat itu. Anin selalu menyayangi orang-orang di sekitarnya tetapi dia lupa menyayangi dirinya sendiri. Dia selalu menomor satukan orang lain dan mengabaikan dirinya sendiri. Dia selalu membuat bahagia orang lain, tetapi tak pernah bertanya, apakah dia bahagia akan hal itu?

"Nin?" Anin tersadar dari lamunannya. Jeffri di sana menatap gadis itu khawatir.

"Ah, udah jadi ayamnya?" Jeffri mengangguk kemudian memberikan kantong kresek berisi pesanan Anin.

"Lo tadi kenapa?"

"Ah, ngga papa. Cuma keren aja sama kata-katanya"

"Itu kata-kata yang dokter gua kasih waktu gua cek up" Anin kali ini tertarik dengan pembahasan Jeffri.

"Waktu pertama kali gua ke rumah sakit, gua cerita semua yang gua rasain. Waktu gua bilang gua rasanya gua beneran mau gila, eh dokternya bilang gitu. Langkah pertama agar tetap waras adalah menyayangi dirimu sendiri lebih dari menyayangi orang lain. Gua mencoba buat melakukan hal itu. Rasanya susah karena emang gua menyayangi Anugrah lebih dari gua menyayangi diri gua sendiri. Tapi lagi-lagi logika gua bilang kalau lo ngga bisa menyayangi diri lo sendiri dengan sempurna, gimana lo bisa menyayangi orang lain dengan sempurna?"

Kalimat itu masuk telinga Anin. Memenuhi pikirannya hingga sesak. Sama seperti ketika kalimat itu masuk dalam telinga seseorang dibalik tembok. Ia meneteskan air matanya tanpa sadar.

"Mas, gimana jika rasa sayang kamu malah membunuh kebahagiaanmu sendiri?"

Hallo guys! welcome to back
Gimana hari ketiga di tahun 2024?
Baik kan???
Jangan lupa vote and komen ya
kritik saran juga heheh
makasi
-salam cinta dari author

Lengkara di Ujung Senja (Segera Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang