Author's POV
"Bagaimana hari ini, Grace?"
"Good profesor-"
"Don't... Use... Profesor..."
"I mean... Good, love."
Sejak hari itu, profesor Snape dan Grace memiliki sebuah hubungan yang "khusus". Apalagi setiap pelajaran potion, Grace akan sengaja membuat keonaran atau minimalnya pura-pura tidak mengerjakan PR agar Snape memberikan detention untuknya.
Padahal saat detention Grace mampu menjawab pertanyaan Snape (walau tidak sempurna) dan seluruh PR nya dikerjakan (walau tidak sempurna juga).
"Baguslah... Walaupun kamu jelek potionnya. Setidaknya ada usaha sedikit." Puji Snape. "Walau kamu pun kalah sama Ron."
"Cih!" Batin Grace. Kini Snape pun sudah terbiasa dengan reaksi Grace yang suka membatin cih, sial, keparat, dll. Itu bukanlah tujuan utama Snape.
Tujuan utama mereka tentu...
Bermesra-mesra an.
Seperti sepasang kekasih muda yang sedang jatuh cinta. Api itu terlalu besar untuk disulut. Untuk disanggah. Untuk dienyahkan dari muka bumi.
Tak dapat dipungkiri kedua-duanya sedang mabuk asmara bak anak remaja.
Dan ini mengundang mereka bercengkrama di dungeon. Menghabiskan waktu berdua di sana. Sebenarnya lebih dari sekedar bercengkrama.
Snape sering pura-pura sengaja ingin mengambil buku di ujung meja, padahal hanya untuk menyentuh jemari Grace. Dan Grace juga tak kalah menyedihkannya. Ia ingin menatap sang master potion berlama-lama namun ketika ia ditatap balik, ia menjadi kikuk.
Maklum. Mereka masih malu-malu di awal "hubungan khusus" mereka ini. Walaupun Snape tidak bilang kata "pacar" waktu pelajaran potion Minggu lalu, Grace tetap mengartikan nya sebagai sesuatu yang berbau sepasang kekasih juga.
Dan memang itulah maksud Snape.
Grace berjalan-jalan mengelilingi ruangan Snape. Ia meneliti lemari, lampu, meja kerja, bahkan apapun yang ada di dalam dungeon ini. Snape ikut mendampingi wanita pujaannya itu. Ia berdiri tepat di belakang Grace. Membiarkan Grace merasakan dekapan pria yang kuat.
Hingga Grace tiba di rak buku Snape. Rak berisikan buku-buku filosofis, politik, sihir, puisi, bahkan pelajaran tentang bidang kesukaannya.
"Potion..." Celetuk Grace singkat.
Snape hanya tersenyum. Ia pergi ke kamarnya. Berniat mengambilkan sepucuk bunga segar yang ia rawat di meja sebelah kasurnya. Bunga yang Grace berikan waktu hari guru.
Ketika ia kembali dari kamar, Grace didapati memegang sebuah buku merah yang tebal. Snape menghampirinya. Tapi...
"Lily Evans?"
Snape terkejut. Ternyata yang dipegang oleh Grace itu adalah buku yang ia tulis saat masih di Hogwarts. Buku yang ia dedikasikan untuk Lily Evans. Cinta masa kecilnya. Cinta pertamanya. Dengan nama Severus Snape terpampang jelas pada covernya. Dan prolog yang membuat jantung Grace berhenti berdetak
This book belongs to the love of my life. Lily Evans.
- Severus S.
Grace membungkam. Pikirannya terbang ke sana-sini. Memikirkan hal-hal yang sudah menjadi masa lalu kelam Snape.
Snape yang menyadari segalanya bahkan tidak berani menyentuh Grace. Ia ingin menangkan gadis itu. Menjelaskan segalanya. Namun apa daya. Ia tidak mau menyakiti perasaan gadis di depannya dengan penjelasan yang terdengar seperti omong kosong. Karena kata-kata apa yang dapat menenangkan seseorang yang sedang dilahap...