[warning: this chapter contain a lot of kiss. And maybe even more 😁]
Author's POV
Sebelum tidur, Grace hendak mengambil beberapa barang yang ia titip di dungeon sesudah pulang dari Diagon Alley tadi. Keduanya beriringan menuruni tangga demi tangga hingga tidak ada lagi cahaya dari hall yang sampai ke sarang Snape.
Grace sudah terbiasa dengan itu. Justru baginya dungeon adalah rumah impiannya. Begitu tenang, nyaman, dan yang pasti cocok untuk orang introvert sepertinya.
Setelah diizinkan masuk, dengan cepat Snape membantu Grace merapikan kembali barang-barangnya dengan gadis itu agar tidak tertukar. Di sini, mereka malah asik bertukar kata dan tanpa sadar, sudah setengah jam lebih dilalui dengan sekadar 'berantem kecil' atau hal-hal lain yang selayaknya kekasih lakukan.
"Silly. Kenapa prof tidak pernah mencobanya?" Mereka baru saja selesai mengobrol soal permen Bertie Bott's yang Snape belum pernah coba seumur hidupnya.
"Tidak. Aku tidak mau. Itu terlalu riskan, Ace."
"Ayolah... Kau harus coba. Kebetulan tadi aku beli." Grace merogoh salah satu kantong belanjaannya dan mengambil salah satu isi dari kotak Bertie Bott's. Warnanya hijau menjijikan dan tangan Grace sudah siap untuk menyuapi Snape yang berlari menghindari gadis iseng itu.
Mereka berlari dari ruang kerja Snape, ke sekitar rak buku, lalu ke meja-meja yang diduduki oleh botol-botol potion, hingga kembali lagi ke meja kerjanya.
Di suatu titik Grace kehilangan keseimbangan dan ia hampir mementok meja kerjanya. Dengan sigap, Snape menangkapnya kembali. Adegannya persis seperti di salju tadi.
Hanya saja kali ini, tidak ada yang dapat mengganggu mereka.
Keadaan menjadi tegang. Grace bahkan sudah lupa apa tujuannya mengejar Snape lagi. Begitu juga sang potion master. Ia memilih melupakan apa tujuannya menghindari Grace dari tadi, ketika gadis itu sudah berada dalam tangannya. Hawa yang dingin, tiba-tiba terasa lebih hangat dari seharusnya...
Mata mereka bertemu. Mereka saling melakukan triangle method. Sorot mata mereka beralih dari mata lawan, ke bibir lawan, lalu kembali ke mata. Intens. Canggung. Aneh.
Hening lagi.
Nafas Grace memburu. "P-prof... kenapa profesor tidak membersihkan jari profesor pas udah selesai lap bibirku tadi?"
"I left no waste, Ace... you should know that."
Grace memutus kontak mata. Ia tersenyum malu dan pipinya memerah lagi.
"You don't mind, do you?"
"What if it happens again?"
Snape mengambil sebuah coklat di meja kerjanya. Coklat dari kaleng manisan yang Grace pernah belikan untuknya beberapa saat lalu sebelum mereka sama-sama menyatakan perasaan pada suatu malam berhujan badai.
Dengan cekatan, ia membuka bungkusan itu dan membuangnya sembarang ke lantai.
"Eat."
Ia mentitah. Grace menurut.
Ia menggigit ujung coklat yang Snape suapi. Dikunyahnya pelan-pelan dan Snape terus menyuapinya. Posisi mereka masih berpelukan seperti tadi. Hanya saja kini Grace sedikit mundur untuk memberi jarak pada coklat yang Snape berikan.
Grace mengunyah perlahan demi perlahan. Bukan karena ia tidak suka coklat itu. Namun, adegan ini begitu intens di depan matanya. Otaknya berusaha memilih apakah ia harus memerintah mulutnya untuk mengunyah lebih cepat, atau jantungnya untuk berhenti berdetak begitu cepat. Tentu saja jantung dan otak tidak dapat diajak kerjasama. Dan mulut gadis itu terlalu kelu untuk diajak kerjasama juga. Alhasil momen ini berlalu begitu lambat.
Ketika coklat di tangan Snape hampir habis, Snape memulai kembali triangle method pada wajah Grace.
"Habiskan."
Ia menurut. Ini adalah gigitan terakhir yang harus ia terima. Ia menjilat bibirnya yang kering dan mengunyah tanpa memutus kontak mata sedetik pun dengan Snape.
Ketika momen ini gadis itu sangka berlalu, ternyata snape menoreh sisa coklat yang ia pegang barusan pada sudut bibir Grace. Dengan jari itu pula ia membersihkan kembali sudut bibir gadis itu dan-
SLURP!
Mata mereka masih beradu. Jantung Grace itu semakin cepat berdegup. Tapi itu belum berakhir.
Karena Snape masih menyisakan telunjuknya untuk menorehkan coklat itu ke sudut bibir Grace.
Ketika ia sudah mengotori sisi itu, Snape tidak membersihkannya lagi dengan ibu jarinya...
Ia mencium sudut bibir Grace.
Sontak gadis itu mengejang. Tubuhnya beku. Rasanya otak dan badannya sudah tidak mau diajak berkolega lagi. Karena kini yang Grace rasakan hanya aliran listrik yang mengalir begitu cepat ke seluruh tubuhnya.
Snape tidak sedetik dua detik di sana. Ia menjilat pula bagian yang kotor itu dan membersihkannya dengan lidah sekaligus bibirnya.
Ketika adegan tersebut telah berlalu. Snape tampak kehilangan kontrol akan nafasnya pula. Meski demikian, setelah melihat Grace yang lebih kehilangan segalanya, Snape berbisik pelan.
"You like it?"
Grace tidak mampu menjawab. Namun matanya tidak dapat berbohong. Ia dikejutkan dengan gelombang itu. Gelombang yang mengguncang dunia imannya dan akal sehatnya. Ia tahu bahwa ia mencintai Snape. Namun ia tidak tahu bahwa Snape yang akan terlebih dahulu memulai sesuatu yang lebih dalam ini...
Diam-diam Grace berharap ada coklat lagi yang ia bisa makan untuk mengotori sudut bibirnya.
"Ace..."
Mereka sama-sama terdiam. Jarak mereka kembali ke 1 centimeter kurang. 1 centimeter kurang. Grace menahan napas. Begitu juga Snape. Mata mereka terkunci rapat. Dan ada kelembutan sekaligus sebongkah cinta murni dalam keempat manik di ruang tersebut.
Sehingga, beberapa saat kemudian, Grace menghembuskan napas dan membuat jarak mereka lebih dekat lagi. Dan sang potion master tahu bahwa itu adalah izin yang tak perlu diucapkan.
Bibir mereka saling bertemu.
Tidak ada nafsu yang menuntut di sana. Hanya kelembutan dan perasaan tulus yang mereka bagikan lewat ciuman itu. Seperti sebuah ungkapan bahwa, mereka sama-sama dilanda perasaan yang tidak bisa mereka kuasai. Perasaan yang membuat mereka saling memikirkan satu sama lain siang dan malam. Perasaan yang membuat mereka saling terkait.
Detik demi detik berlalu. Ciuman Snape dan Grace bagaikan sebuah janji dan kejelasan bahwa hati mereka sebenarnya tidak pernah benar-benar bertepuk sebelah tangan.
Hingga akhirnya mereka saling melepas. Dalam keheningan kedua insan itu hanya saling menatap. Grace tersenyum manis, namun sang potion master dibuatnya semakin gila.
"You're sweet, love..." Ucap Snape.
Grace terdiam. Tapi bibirnya terukir dengan senyuman yang merekah. Matanya Snape berbinar-binar seakan meminta hal itu lagi. Sehingga dengan keberanian Grace langsung melesak kembali dan mencium bibir sang potion master.
Kali ini ciuman mereka lebih berani. Lebih dalam. Dan entah siapa yang memulainya, namun pagutan demi pagutan terjadi dan lidah mereka saling beradu di dalam mulut lawan.
Ya, mereka bertukar saliva.
Snape meletakkan Grace di atas meja kerjanya. Mereka masih berperang di sana. Tangan mereka memeluk satu sama lain. Grace di leher profesor kesayangannya dan Snape di pinggang grace.
Detik demi detik berlalu begitu panas. Namun Grace tidak sanggup dengan gelora yang begitu membakar ini. Hingga di satu titik ia menyerah dan membiarkan Snape yang mengambil kendali atas dirinya. Snape mencium bibirnya. Lalu hidungnya. Lalu pipinya. Lalu lehernya. Lalu telinganya. Melalui area-area sensual Grace. Tanpa sadar Grace meloloskan satu dua lenguhan yang Snape pancing menjadi seribu lenguhan.
Ketika Snape selesai memakan daun telinga Grace, dengan lembut ia berbisik,
"you're going to sleep on my bed tonight, Mrs. Russel."
Part 3 nyusul ya!
