Author's POV
Mereka masih mematung di ruangan potion. Itu tidak masalah. Karena sehabis ini tidak ada kelas lagi yang harus Grace datangi. Namun Grace sendiri lebih mengkhawatirkan kondisi jantungnya.
"Bisa koma gua kalau setiap hari begini..." Batinnya. Berusaha menghapus pikiran itu secepat mungkin takut kalau Snape menggunakan legilimancy lagi pada dirinya.
Grace merasa campur aduk. Kakinya lemas. Perutnya penuh kupu-kupu. Di satu sisi ia heran kenapa Snape jadi segila ini karenanya. Namun di satu sisi ia senang bukan kepalang. Profesor kesayangannya se protektif itu padanya.
"Aku memang protektif, Grace."
Tuh kan! Legilimancy lagi.
Ia menatap Grace dari bawah ke atas. Matanya berkilat-kilat "terutama pada hal yang adalah milikku."
"MILIK MU-" gadis itu buru-buru menutup mulutnya yang suka jadi biang kerok. Keceplosan. Kebiasaan nya sejak kecil.
Snape tersenyum tipis. "Iya... Milikku..."
Di hadapan sang potion master, ia mengejap-kejapkan matanya. Seperti tidak percaya. Sumpah! Profesor Snape ini pernah punya pacar gak sih? Apakah dia dulu seperti ini juga? Begitu batin gadis lugu itu.
"Kebetulan... Aku belum punya." Snape berbalik dari hadapan Grace. Membolak-balikkan catatan random di meja kerjanya. Peduli amat soal itu! Yang jelas Grace seakan tahu ke mana percakapan ini akan berlanjut. Ia mewanti-wantikannya.
Atau menanti-nantikannya?
"Be my lady, Grace."
BOOM! Hati gadis itu meledak tidak kepalang. Otaknya memproses kata demi kata yang baru Snape ucapkan "be my lady?" Itu tidak ada di kamusnya. Tidak akan pernah ada.
Tapi ia salah. Kini yang menjadi impian tergilanya terjadi juga. Di Hogwarts. Ruang potion.
Kini sudah pukul 3. Seharusnya Grace sudah berada di common room nya. Tapi siapa yang peduli ketika di depan dirinya ada orang pujaannya. Orang yang selama ini menjadi panutannya. Bahkan ketika pertama kali melihat profesor Snape Grace sudah merasakan ada yang berbeda dengannya.
Mata mereka berdua terkunci. Rapat. Tidak ada yang dapat mengganggu gugat.
Kenangan dirinya dengan profesor Snape terlintas terus-menerus di dalam kepalanya. Ia ingat pertemuan signifikan pertamanya dengan sang potion master kala wawancara untuk hari guru.
Saat Grace memberikan coklat dan bunga di akhir hari guru. Bagaimana Snape mengelus kepala Grace dengan tulus.
Lalu malam di jembatan Hogwarts saat Snape berkata bahwa cinta itu naif. Namun apakah daya sebuah naif bila cinta itu berkobar di waktu yang tidak terduga.
Ia juga tidak lupa bagaimana Snape dan dirinya membersihkan ruangan potion bersama. Sedikit romansa namun asik juga. Lalu kejar-kejaran di lapangan Quidditch. Baru pertama kali Grace melihat Snape terusik karena humor yang gadis itu buat di kepalanya tentang beliau.
Pertama kali mereka berjalan ke hogsmeade bersama. Membawa pulang kantong belanjaan yang penuh coklat dan manisan. Tidak biasanya Snape belanja sebanyak itu karena Grace. Apalagi manisan.
Begitu juga malam di mana mereka berdua berdansa di yule ball yang kosong. Remang-remang dan nuansa nya membuat setiap jantung porak poranda.
Sehabis itu Grace masuk ke common room dan ia benar-benar tidur dalam pelukan sang master potion. Kala samberan petir demi petir menghantam telinganya, pria itu menjadi tempat aman untuk Grace menaruh kepalanya.
Dan Grace sadar. Ia memakai liontin yang Snape beri. Ia menunduk dan mengeluarkan liontin itu dari balik jubahnya. Menunjukkannya pada Snape. Sang potion master menyentuh liontin itu. Tersenyum tipis dan bangga. Seperti seorang kekasih yang berhasil memberikan pacarnya hadiah istimewa.
Dan mata mereka terkunci lagi.
Lagi...
Lagi...
Dan lagi...
"So this is love..." Nyanyi Grace.
"Mmhmh..." Senandung Snape. Ia tahu apa yang Grace nyanyikan. Grace tertawa kecil. Siapa sangka sang potion master juga ikut tersenyum. Kini mereka seperti dua anak muda yang sedang kasmaran pertama kalinya.
"So this is love..." Lanjut Grace.
"So this... is what makes live.... divine...." merdu Snape. Grace tidak tahu suara berat potion masternya dapat menjadi candu baru baginya.
Mereka berdua berhenti sejenak. Tertawa kecil. "So this is the miracle that I've been dreaming of..." Senandung Grace. Sekaligus mengungkapkan isi hatinya selama ini.
"Mmmhmhm"
"Mhmhm"
"So... This... Is.... Love..." Nyanyi mereka berdua. Grace masih menatap Snape penuh cinta. Ia sudah jatuh sangat dalam ke dalam lautan hitam maniknya.
Snape yang masih memegang liontin gadis itu menariknya ke hadapannya. Ia memegang pinggang gadis itu dan mendekapnya erat. Sangat erat namun tidak melukai gadis itu. Ia ingin sekali mengatakan hal itu pada Grace. Namun ia tidak pandai memainkan kata-kata.
Di sisi lain Grace membalas pelukan sang potion master dengan pelukan yang erat pula. Ia ingin Snape tahu bahwa di hatinya hanya ada dirinya. Profesor Severus Tobias Snape. Tidak untuk siapapun bahkan untuk Draco yang dibenci Snape.
Dan di saat yang bersamaan mereka mengucapkannya. "I love you..."
Keduanya sama-sama tidak percaya. Mereka menatap satu sama lain. Merona di wajah tidak dapat disembunyikan lagi. Betapa indahnya momen itu bagi dua insan yang sedang jatuh cinta ini.
Oh! Seandainya mereka masing-masing tahu betapa gilanya mereka jatuh satu dengan yang lainnya.
"I love you too..." Jawab mereka bareng. Lagi. Keduanya berbinar-binar di bawah kehangatan yang luar biasa ini. "Inikah rasanya dicinta?" Pikir mereka berdua.
Kini mereka berdua tertawa kecil. Malu-malu. Menyadari bahwa ini benar-benar terjadi. Momen itu. Detik itu. Tidak ada hal yang dapat menggugat kenyataan itu.
Snape mencubit pipi Grace gemas. Grace membalas mencubit pipi sang potion master yang ternyata tak kalah berisi dari bakpao. "I hate you..." Jahil Snape.
"No you don't..." Ledek Grace. Ia tahu cara Snape mengungkapkan sayang memang berbeda dari kebanyakan pria. Namun itulah yang ia suka. Potion masternya benar-benar khas.
"I like you..."
"No..." Bantah Snape. "You love me..."
"Wle! Ada yang lagi jatuh cinta nih?"
"Siapa ya? Kau kenal orangnya Mrs Russel?" Canda Snape.
"Kenal! Dia orangnya tinggi, tampan, cuek tapi sikapnya hangat kepadaku. Dia unik dengan cara mencintainya sendiri. Aku suka sekali matanya. Wanginya. Pelukannya. Semuanya!"
"Well... Kalau aku..." Ucap Snape sembari mendekatkan diri ke Grace. "Ada satu gadis di Hogwarts yang asrama nya suka ku potong poinnya."
"Sialan!"
"Anyway... Dia cantik... Dia baik... Dia lugu... Polos... Lucu... Aku suka kalau dia bawel... Aku merasa hidup kala dekat dengannya. Rasanya aku ingin menjadikannya milikku seutuhnya."
Kata-kata itu berhasil membuat Grace salah tingkah. Mukanya memerah kembali. Merah tomat! Andai ada tomat di sampingnya, buah itu pun kalah menandinginya.
"Namanya Grace..." Ucapnya ringan. Namun penuh kasih.
Grace tersenyum bahagia. Dan apa yang diucapkan sang potion master selanjutnya membuat ia semakin bahagia..
"Namun... Suatu saat nanti..." Snape memegang jari-jemari tangan Grace.
"Dia akan dipanggil Mrs. Snape." Janjinya.
🖤
