Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Mematut dirinya di cermin, sekurang apa Dia, memikirkan kenapa Ia tidak beruntung layaknya Pat, wajah Mereka sama, mungkin untuk finansial bahkan Ayahnya jauh lebih berada, namun sedari dulu Becky tidak pernah mengandalkan uang dalam hidupnya, sang Ayah bahkan tidak memberinya kurang, namun menurutnya perhatian adalah yang paling mahal, dan Ayahnya mampu untuk itu.
Namun setelah bertemu dengan Freen, membuatnya mengerti uang adalah tahta tertinggi, penampilan jauh lebih penting dari pada hati nurani, lucu terdengar, namun kenapa saat Ia memilih hidup sederhana hanya cacian yang Ia dapatkan.
"Non Pat.. eh Non Bec, mau dimasakin apa?"
"Gak usah Bi, Aku masak sendiri aja lagi kangen masakan sendiri. "
"Kalau butuh bantuan nanti panggil aja ya. "
"Baik. "
Langkah kaki itu menelusuri dapur basah itu dengan semangat mengambil bahan makanan, Ia berencana untuk membuat tom yam saja, Ia ingin makan yang berkuah dan asam.
Udang, ikan, jamur, dan menambahkan tofu di sana, entahlah Ia ingin memakan apapun, semenjak menikah dengan Freen, Ia dimanjakan dengan semua pekerja yang bisa saja melayaninya 24 jam, namun tidak, Ia memilih mengerjakan apapun sendiri, jika masih bisa tanpa harus merepotkan Mereka.
Mengiris beberapa bawang, membersihkan udang yang membuat tangannya terluka, Becky meringis namun mendadak perasaannya lega, aneh rasanya, seharusnya rasa sakit tidak begini dampaknya.
Tangannya tertarik untuk mengarahkan pisau tajam itu kepada jatinya, mengoresnya di sana, Ia merasakan sakit itu dengan sangat, namun sensasinya berbeda, Ia menikmati rasa perih itu melupakan rasa sakit lainnya yang bersarang di hatinya.
Becky mencobanya lagi, tiga jarinya Ia iris dengan sengaja, bukannya menangis, Ia justru tertawa setelahnya, Ia tau bagaimana cara melampiaskan rasa sakit hatinya dengan sakit yang lain.
"Astaga Nona, "
Terlena dengan genangan darah yang ada, bahkan tidak menyadari suara apapun yang terdengar di telinga, Bi Nan histeris, menarik Becky menjauh dari dapur, darah yang tak kunjung berhenti seketika membuat wanita paruh baya itu pingsan.
Setelah kesadarannya penuh, Becky melihat banyak darah yang mengalir bahkan mengotori seisi dapur basah ini, bahkan dengan terkejut Ia melihat Bi Nan tergeletak tidak sadarkan diri di sampingnya, Ia buru-buru mencucinya, namun tidak secepat itu darah yang keluar dari tiga jarinya itu berhenti.
"Astaga apa yang Aku pikirkan, "
Tapi entah kenapa rasa sakit itu tidak Ia rasakan dengan sangat, hanya perih biasa saja, diiringi dengan perasaan lega yang timbul setelahnya.
"Kenapa Mba... Astaga Nona. "
"Pak, tolong bawa Bi Nan dulu ya, kayaknya Bi Nan takut ama darah, ini tangan Saya kena pisau. "