Genggaman pada lehernya terasa semakin kuat, tatapan mata yang penuh kebencian itu menusuknya kuat, Becky berteriak keras, namun tidak satupun bisa Ia lakukan, saat Pat mencoba melakukan apapun untuk membuatnya kalah.
"Kak. "
"Diam, Aku gak akan terima kalau sikap kamu berubah tiba-tiba Bec. "
"Kak. "
Nafasnya tercekat, mencoba mencari apapun yang bisa Ia gunakan untuk membuat wanita di hadapannya ini berhenti untuk mencekiknya.
"Aku merelakan Freen, bukan berarti dia bisa menjadi milikmu seutuhnya. "
"Kak. "
"Kau menghancurkan ku dan dia, kau tidak pantas hidup. "
Meraba banyak hal di sekitarnya, hingga satu botol parfum itu mendarat sempurna di kening Pat, darah yang bercucuran membuat gadis itu melepaskan fokusnya terhadap lawannya, sibuk dengan rasa perih yang muncul tiba-tiba.
Wajahnya panik, pucat pasi, mencari celah untuknya keluar, Ia tidak bisa di sini lebih lama, sial untuknya saat wanita itu mampu membawanya ke sini di saat semua kesadarannya hilang kala itu, dan apa yang dirinya lakukan, membuatnya merasa semua rasa sakit yang tak akan bisa Ia lupakan seumur hidupnya.
"Kak, tolong, jangan. "
Dengan keras Becky menarik handle pintu itu, namun Ia tidak bisa, berlari ke arah jendela, Ia tidak menemukan celah apapun.
Suara tawa itu menggelegar gila di telinganya, bagaimana wajah yang mirip dengannya itu seakan sedang menatap mangsanya, Becky mundur sedikit lebih jauh, Ia tidak ingin mati konyol terlempar ke bawah sana.
"Kak. "
"Aku banyak mengalah denganmu, soal ayah dan keluarganya, mereka menyayangimu kan?, sementara aku? aku harus hidup sendiri setelah si tua bangka itu mati karena penyakit mentalnya?, kau hidup tenang setelah itu?, katakan padaku part mana yang paling kau sukai dari hidupmu. "
"Aku itu tajam, tolong...
Pecahan botol yang baru saja Pat hantam ke ujung meja makannya itu Ia acungkan tepat ke arah Becky, tawa itu tak hilang dari sana, yang menambah suasana mencekam terasa di sekitarnya.
"Becky, "
"Kak, tolong. "
Suara pintu terbuka itu menghentikan semua pertengkaran yang terjadi, sosok Freen dengan senyum manisnya mendadak menjadi panik setelahnya, saat darah dan benda tajam itu Ia lihat dengan jelas, Freen reflek menarik Becky ke arah belakang punggungnya, Ia tidak ingin hal gila itu terjadi dan menghilangkan salah satu dari mereka.
"Pat hentikan, Kau gila?"
"Kenapa? Oh sekarang kau membelanya, Becky ke sini, ke sini. " Bentaknya, namun Freen tidak memberikan celah kepada kekasihnya itu untuk menyentuh Becky sedikitpun.
"Pat hentikan. "
"Kau mencintainya?" Suara tegas itu mendadak menjadi pilu terdengar, Freen menatap tidak percaya Pat dengan semua isi kepalanya.
"Kau keterlaluan, itu saja. "
"Kau mencintainya?" Pat berteriak keras di sana, namun tak sekalipun mampu Freen balas, Ia bingung terlalu bingung.
"Oke. "
Hantakan itu terasa begitu keras di perutnya, saat Pat mampu mencari celah untuk melakukannya terhadap Becky, Ia terjatuh begitu keras menghantam lantai, darah yang keluar begitu saja dari mulutnya, rasa pusing yang mendadak membuatnya hampir kehilangan kesadarannya.
"Patricia. "
Becky masih mendengar bagaimana lantangnya suara Freen berteriak, namun fisiknya tak lagi mampu mengendalikan semua hal gila ini, Ia memilih untuk duduk begitu saja, merekam semua pertengkaran antara kedua manusia yang mencintai satu sama lain dengan penuh ego.
"Lihat, Kau gila Pat?"
"Kau yang gila. "
"Pat, Kau satu-satunya dan Kau tau itu, "
"Berhenti untuk berbicara omong kosong. "
"Kau tau ini bukan omong kosong, come on Pat. "
Freen menarik gadis penuh amarah itu ke dalam pelukannya, mengelus punggungnya, menenangkan semua gejolak emosi yang ada pada dirinya.
"Aku yang paling mencintai, dan tak semua halnya harus aku katakan jika sebenarnya kau tau semuanya Pat. "
Menyedihkan?, saat gadis lainnya menelan pil pahit atas apa yang baru saja Ia lihat dengan mata kepalanya sendiri, saat semua cinta itu tak lagi dapat balasan, hari ini Ia tau bagaimana cara selesai.
Namun itu hanya pikirannya, saat tatap mata Freen mengarah kepadanya, menyuruhnya untuk pergi, entah apa maksudnya, apa itu cara Freen untuk menyelamatkannya dari situasi sulit ini.
"Pergi Bec, tunggu Aku di luar, Aku akan menyelamatkanmu. "
Becky merekam gerakan bibir itu dengan baik, reflek Ia mengangguk dan berdiri dari sana, langkah kakinya berlari tergesa, meninggalkan tempat yang penuh luka untuknya itu.
Gawai Freen berdering, membuat pelukan itu terurai, tatapan mata keduanya tertuju pada panggilan itu, merasa mendapatkan celahnya untuk keluar dari tempat itu dengan memainkan perannya dengan baik.
"Sayang, Aku harus balik ke kantor, sebentar. "
"Oke, Kamu kabarin Aku. "
Ciuman lembut di keningnya menjadi perpisahan mereka, buru-buru Freen meninggalkan apartemen itu, mencari di mana Becky berada.
Di sudut tempat ini, Freen melihat bagaimana gadis itu meringkuk ketakutan, rasa iba mendadak membuat lunak perasaannya.
"Bec. "
Tatapan itu seperti sedang meminta tolong kepadanya, bagaimana takutnya Ia saat ini, bagaimana rasa itu bercampur di kepalanya, membuatnya merasa menyedihkan.
"Butuh pelukkan?" Freen merentangkan tangannya, membuat Becky terdiam seketika.
"Maaf untuk luka yang Pat berikan kepadamu sekali lagi. "
"Kak, maaf. "
Menarik pelan Becky ke dalam peluknya, merasakan betapa kuatnya detak jantung itu bekerja, bagaimana perasaan gundah itu membuatnya susah, Freen terjerat dengan semua rasa bingung yang ada.
"Aku tidak nau pergi, jangan usir aku. "
"Seharusnya Kau tidak membawa kami bersamamu Becky. "
"Apa maksudmu Kak?"
Pelukan itu menghilang bak pasir dalam genggaman, kembali hitam terlihat begitu pekat, meraba semua sisi di sekitarnya, tak kunjung menemukan apapun, hanya suara teriakan yang menggema keras, hentakan kasar itu terasa menyakitkan dipergelangan tangannya.
"Becky, sadar, Bec, kembali, Bec, berhenti, buang pecahan botol itu, Becky. "
Dunia ini membingungkan, saat aku merasa kau nyata, tapi semesta menentangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Backburner (Freenbecky)
Romance(GXG⚠️) I won't ever mind crisping up on your backburner.