Bagaimana senja mampu bertahan di saat malam menyapanya lebih dulu?, saat dingin menusuk tulang, rintiknya sudah berubah menjadi buliran air yang bersautan, kaki lemah itu masih di sini, di sebuah halte ramai ibukota.
Busway tujuan rumahnya 10 menit lalu sudah berangkat, namun gadis itu tidak meninggalkan tempat duduknya sedari tadi.
Tangannya saling merangkum, air matanya jatuh di pipi dengan semangat, saat kenangan itu berputar ulang tanpa henti di kepalanya.
Rantang makanan itu masih ada di samping sebelah kanannya, bahkan belum sampai kepada tujuannya.
Namun Ia harus berhenti di sini, saat keadaan memaksanya untuk pergi lebih cepat.
Mata yang mulai kabur karena air yang menggenang di sana, memperhatikan bagaimana tangan itu bergerak gelisah, bahkan luka karena terkena pisau saat memasak itupun tidak luput dari perhatiannya.
Kembali menggigit kuku-kukunya, mata itu berubah liar bergerak, tidak peduli tatapan aneh Mereka yang mulai tertuju padanya, Ia tidak bisa menahannya lagi.
"Kak, hey, are you oke?"
Namun tak satupun pertanyaan terjawab, bahkan jari tangan itu sudah mengeluarkan darah saat dengan kerasnya gadis itu menggigitnya.
Dengan cepat perempuan yang ada di hadapannya itu memberikan teether bayi kepadanya, yang selalu Ia bawa kemana-mana karena bayi kecil di gendongannya menyukainya.
Menarik tangan itu paksa, dan menggantinya dengan teether jerapah itu, sedikit membantu, walaupun tidak sepenuhnya.
"Mas, tolongin pegang Bara sebentar, kayaknya Kakaknya kena panic attack. "
Laki-laki dengan pakaian olahraga persis seperti yang wanita itu kenakan menangguk, mengambil balita itu dari gendongan wanita tersebut.
Namun pergerakan setelahnya mampu membuat siapapun tersenyum, wanita baik hati itu memeluk tubuh Becky dengan lembut, tidak mengatakan apapun saat tangis itu pecah seketika, Ia tidak tau rasa sakitnya seperti apa, namun Ia mampu mengerti jika gadis dalam pelukannya ini hanya butuh dirangkul dengan hangat.
"Nangis aja, gak setiap hari Kamu harus kuat. "
Becky mengangguk, mengeratkan pelukan Mereka, entah siapapun wanita yang dalam dekapannya ini, Ia tidak peduli, Ia hanya bersyukur, tidak semua orang yang ada di sekitarnya adalah orang jahat, masih ada manusia yang diciptakan dengan empati yang tinggi.
"Makasih, makasih banyak. "
Pelukan itu berakhir setelah 10 menit berjalan, Fia sudah merasakan lagi dirinya, setidaknya lebih baik dari sebelumnya.
"Teether nya buat Kamu aja, ganti gigitin kuku pakai ini ya, lebih empuk sama gak sakit. "
"Hmm, makasih Mba..
"Nami. "
"Makasih Mba Nami. "
"Sama-sama, nama Kamu siapa?"
"Becky Mba. "
"Semangat Becky, Kamu pasti belum ngerasain ayam betutu dan makannya di ubud bareng Aku kan? jangan nyerah dulu, Kita makan itu dulu, oke?"
Senyuman pertama hari ini, entah siapa Nami, namun Ia sangat berterima kasih kepada wanita baik hati itu, setidaknya Ia tidak lagi merasakan sesak seperti beberapa saat yang lalu.
"Ini kartu nama Aku, suatu saat kalau Kamu ada waktu, Aku traktir bakso mercon deket rumah Aku, sekarang Kamu tau nya kantor Aku aja, biar Kamu bertahannya lebih lama lagi buat nyari Aku dan rumah Aku, semangat Becky, eh itu busway Aku, semoga Kita bertemu lagi ya, dan Kamu punya banyak sekali cerita yang akan Kamu bagi sama Aku, tenang Aku buatin cemilan moci sama susu coklat hangat, bye Bec. "
Melambaikan tangannya, setelah berlalu begitu jauh, Becky kembali menarik perhatiannya kepada sati kartu nama, yang bertuliskan dr. Anami Pricillia SpKJ.
"Seharusnya Kamu gak ngelakuin ini Freen. "
"Kenapa sih Pat, Becky tau siapa yang Aku cintai, jadi kenapa kalau liat Kita ngelakuin hubungan badan?, Kita biasanya juga gitu, kenapa sekarang Kamu protesnya. "
Seharusnya, Ia tak berada di sini hari ini, atau bahkan seterusnya, kenapa harus serunyam ini hanya karena cinta, bagaimana bisa Ia tidak bisa menahan perasaan itu sebentar saja, seharusnya Ia lebih tau diri dalam kisah ini, tidak lagi sama, Freen juga bukan lagi miliknya, semuanya sudah berbeda.
"Freen, Kamu punya perasaan gak sih?"
"Punya, dan itu berhenti di Kamu, Pat. "
"Freen please. "
"Kamu kira Aku gak hancur? cuma Becky yang hancur?, Aku harus nikah sama orang yang gak Aju cintai, melepaskan Kamu yang bahkan dengan sangat Aku cintai, Pat, Kamu kira jadi Aku gak terluka?"
"Kita udah beda Freenky, Kamu sadar dong. "
"Kamu gak cinta sama Aku? tolong bilang depan muka Aku, sekarang. " Cengkraman itu terasa begitu kuat pada lengannya.
Pat memundurkan langkahnya, Ia terdiam seketika dengan pertanyaan yang menyudutkan itu, karena kenyataannya, tidak ada satupun yang berubah dalam hatinya untuk Freen, bahkan untuk sebuah kebencian pun ingin mati Ia rasanya saat melakukan itu.
"Liat Aku, bilang sekarang, biar Aku tau kalau Kamu gak lagi mau sama Aku. "
Tatap mata yang memohon itu tidak lagi mampu Ia lihat, hingga Freen melepaskan cengkeramannya, Ia sudah tau jawabannya, Pat mencintainya.
"Kita memiliki perasaan yang sama Pat, besarnya pun sama, lalu apa yang harus Kita rubah kalau satu-satunya masalah hanya Becky?"
Mencari jawabannya, tapi tak pernah Ia temukan, jika salah, semuanya salah, namun saat cinta bekerja dengan keras, apa yang bisa Mereka lakukan untuk menghalaunya pergi?.
Mereka sudah sejauh ini, perasaan Mereka juga sudah seserius ini, Mereka melangkah tidak lagi dalam sebuah warna abu-abu, namun kenyataannya takdir senang bercanda dengan Mereka.
"Aku terbiasa dengan Kamu, tolong jangan ada yang berubah Pat, Aku mohon. "
Terkadang, sebuah genggaman tidak lagi terasa hangat jika hati memilih untuk berjarak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Backburner (Freenbecky)
Romance(GXG⚠️) I won't ever mind crisping up on your backburner.