Piknik

506 23 4
                                    

Semprot kiri-kanan enggak lupa depan-belakang dari atas kepala sampe paha. Sebisa mungkin tiap jengkal kecium wangi karena cowok ganteng itu cowo yang wangi, katanya.

Walau jarang mandi.

Ambil sisir lalu sisir-acak-sisir lagi depan kaca. Wajib keliatan ganteng, katanya juga.

Sedangkan cowok lain yang sedang duduk di kasur, yang sedari awal Reygan mandi udah stand by di sana menghela napas berat.

Mungkin ngelihat cowok super narsis yang masih ngaca itu makin nambah beban hidup Raykan yang gitu-gitu aja.

Dia berdiri, rapihin sedikit kaos putihnya yang kusut karena kelamaan duduk, rebahan, sampai guling-guling di kasur nungguin saudaranya itu. Dia ngelihatin dari atas sampe bawah, "Perasaan kemarin nolak tapi sekarang paling semangat. Sehat?"

Cengiran konyol jawabannya lalu bilang, "Sewot lu, yok lah makan! Keburu diteror si Panjul."

Helaan napas Raykan makin berat. Seberat itu mengingat kemarin-kemarin waktu atur rencana Reygan yang paling awal nolak. Alasannya sepele, mager sama sedang terjadi krisis finansial---kere sederhananya.

Udah di iming-iming banyak hal tetep aja nolak. Heran. Biasanya paling semangat kalo urusannya sama seneng-seneng.

"Gratis pun gua gak mau. Body lagi butuh dimanja nih."

"Entar lu tinggal duduk anteng sambil liatin yang bening-bening aja." Itu Panji, kenal sejak kecil sama si kembar.

"Plastik tuh bening."

Jawaban Beno bikin heboh satu rumah, ketawa ngakaknya para cowo pengangguran jam 8 malem yang lagi main uno. Hebohnya satu rumah padahal yang ketawa cuma 3 orang, 2 orang sisanya cuma nyimak.

"Sst, stop baby. Stop paksa aku, aku gak suka."

"Duh adek Rey, mas boncengin kok asal peluk kenceng aja."

Raykan angkat tangan, diingat pun sudah menguras banyak tenaga. Untung juga masih saling berhubungan sama teman masa kecil, bisa dijadiin kartu as dalam keadaan genting.

Di dapur.

Ada Bunda lagi masuk-masukin box taperwer yang isinya lebih dari satu macem ke dalam tas gendong Reygan. Bukan pesanan tapi bentuk rasa sayangnya Bunda buat si kembar yang mau piknik hari ini.

"Semuanya camilan kok, jadi aman sampe besok juga."

Bunda menggeser tas itu ke depan Raykan, belum juga bilang terima kasih, eh, udah muncul satu eksistensi yang sulit diatur.

"Widih! Bunda nikah ajalah yuk!"

Belum Raykan akan komentar, firasatnya mengirinkan getaran alarm tanda bahwa akan muncul satu eksistensi lainnya. Itu terbukti-

"Anak gak tau diri."

-kedatangan Ayahnya yang hobi sekali menjadi partner adu mulut Reygan.

"Bapak-bapak gak sadar umur."

"Anak gak ada akhlak."

"Bapak-bapak gak sadar diri."

"Aduh," Senyum Bunda itu manis, cantik sekali pokoknya kalau aja bukan di sitkon sekarang. "Tadi Bunda lupa simpen sapu dimana, ya?"

Raykan hela napas. Hidup makin berat kalo tiga manusia yang berbagi darah yang sama dengannya itu disatukan.

Sayangnya, mereka adalah keluarganya.

Suatu waktu pernah dia nanya, Bunda ngidam apa sih waktu hamil dirinya dan si kembaran.

"Sering pengen ke Bunbin. Mungkin itu yang bikin si Gan-gan kelakuannya 11-12 gitu sama penghuninya."

Jawaban Ayah yang disetujui sama Bunda selalu berhasil bikin Reygan ngambek, misuh-misuh ngebandingin dan berakhir saling cekcok dengan si Ayah.

Raykan heran, apalagi Bunda.

Ayah itu pendiam, sosok tegas yang selalu beraksi daripada basa-basi. Setipe sama Raykan lah. Kan dia duplikatnya.

Jarang ngomong yang kurang penting, tapi kalau udah ketemu dengan anak kembar bungsunya, beliau seperti lampu mati yang diganti baru. Ngejreng. Semangatnya menyala abangkuh!

Banyak bicara, konyol, dan kekanakan. Cocok banget pokoknya jadi partner cekcok adiknya.

"Apa gua anak yang tertukar di RS, ya?"

Gumaman Raykan pada suatu malam yang penuh dengan keributan tiga anggota keluarganya.

Sejam kemudian Panji datang, sambil gendong tas yang keliatan penuh.

"Hayu cuang angkat, biar dedek Gan-gan gak kepanasan di jalan. Entar ngambek lagi."

"Hati-hati di jalannya, ya. Jangan ngebut-ngebut, inget jalan punya negara bukan nenek kalian." Ini Bunda yang paling perhatian, sambil ngomong gitu sambil elus-elus rambut Reygan.

"Iya, Nda, tenang aja. Kita pamit, ya."

Salim, sun tangan Bunda terus dadah-dadah ke Ayah yang lagi manasin mesin mobil. "Mari, Pak!"

"Bocah edan."

Si kembar, Panji, Beno, Rendi adeknya Beno, dan Arya tetangga Panji. Mereka mau piknik ceritanya. Pulangnya malem, mau liat sunset sekalian jalan-jalan dalam acara masa perkenalan lingkungan buat si kembar.

Naik motor, boncengan. Posisinya; Raykan-Beno, Reygan-Panji, Rendi-Arya.

Tadinya mau ajak para sepupu mumpung besok hari minggu, tapi pada gak diizinin orang tua. Lagian sepupu si kembar dari keluarganya Bunda itu mayoritas perempuan.






See you asap!
Today, 06 Feb.

11-17 The AdhitamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang