27. Gemes banget sih, kalian!

3.8K 402 14
                                    

"Astaga, demi Tuhan ngapain kamu lari-larian cuma pakai handuk, Ren!"

Terlalu sibuk melarikan diri dari Gala yang seperti kesetanan membuatku tidak memperhatikan langkah kakiku sendiri hingga aku nyaris menabrak Raga yang muncul dari tangga, kulihat wajahnya yang keheranan sekilas sebelum akhirnya aku melihat ternyata dia membawa setumpuk pakaian berwarna pink lembut yang aku tebak merupakan pakaian adik bungsu mereka.

"Ini buat aku, kan?" Tanyaku yang langsung dibalas anggukan oleh Raga.
"Oke, terimakasih. Aku pakai, ya. BTW, bisa tunjukin toilet atau kamar tamu nggak Ga biar aku bisa ganti baju ini."

"Kenapa nggak ganti dikamarnya Bang Gala saja? Ini tadi aku mau anterin kesana, ganti disana saja, Ren. Meskipun kamar cowok, tapi peralatan Bang Gala lengkap, kamu bisa ngeringin rambutmu disana sekalian! Kamu nggak khawatir masuk angin?" Ujarnya sembari mengedikkan kepalanya ke rambut panjangku yang masih basah. Sungguh kalimat polos yang diucapkan oleh Pak Pengacara satu ini membuatku gemas sendiri. Raga ini meledekku atau benar-benar bertanya sih? Dengan wajahku yang sudah memerah tidak jelas ini seharusnya dia tahu kan kenapa aku berlari dari kamar Kakaknya? Dia ini beneran pengacara bukan, sih? Kadar kepekaannya benar-benar payah.

"Aku lebih khawatir bakalan kembung selama 9 bulan kalau lebih lama dikamar kakakmu, Ga! Kakakmu datang-datang mukanya amburadul, ujung-ujungnya kek mau makan orang! Lebih baik aku masuk angin seminggu daripada lebih lama dikamar kakakmu."

Raga menaikkan sebelah alisnya mencerna kalimat sarkasku, dan saat dia sudah paham dengan apa yang aku maksud, seringai kecil menggoda terlihat di wajahnya. "Aaaahhh i see apa maksudmu. Sorry Calon Kaip, aku lupa kalau Abangku itu laki-laki normal! Ya, ya, ya, kamu benar, berduaan di dalam kamar apalagi keadaanmu seperti ini sangat tidak baik. Meskipun nakal harus tetap pada urutan, nikah dulu baru bikinin keponakan, jangan dibalik-balik."

"Hisssss, bisa langsung tunjukin nggak dimana tempat aku bisa ganti baju! Ceramahnya nanti aja...." Potongku tidak sabar mendengar kalimatnya yang sama persis seperti yang diucapkan Nyonya Saraswati sebelumnya. Kakiku sudah dingin, dan rasanya tidak nyaman sekali menggunakan kimono mandi ini. Meskipun tertutup rapat rasanya sangat aneh sekali.

"Haduh dimana, ya. Kamar Gabby dikunci, nggak mungkin kamu turun kebawah pakai pakaian kayak gini. Dibawah ada Paduka Maharaja beserta ajudan beliau, yang ada kamu langsung dicoret dari daftar calon mantu kalau turun kayak gini, ganti di kamarku saja gimana?"

Aku sudah hampir mengangguk saat menerima tawaran dari Raga karena segalanya terasa buntu usai mendengar segala alasan yang dikemukakannya namun sayangnya langkah yang belum sempat aku ambil harus terhenti karena tarikan kuat dibahuku menghentikanku.

Semuanya terjadi begitu cepat, hanya sepersekian detik saja saat tubuh tegap tersebut membawaku ke dalam rangkulannya, dengan wajah tengilnya yang khas dan membosankan, sosok menyebalkan itu kembali sok berkuasa.

"Thanks buat tawarannya, Ga. Tapi nggak ada yang namanya menumpang dikamar calon adik ipar, Sayang."

Alisku terangkat tinggi saat menatap geram pada Gala yang kini membalasku tidak kalah jengkelnya.
Kami berdua seakan bertekad untuk menghancurkan satu sama lain hanya dengan pandangan semata. Sampai akhirnya mataku terasa pedih dan berair membuatku harus mengedipkan mataku yang berakhir dengan senyuman penuh kemenangan pria tua tengik menyebalkan tersebut yang tersenyum penuh kemenangan seolah baru saja memenangkan pertandingan.

"Great. Kamu kalah, Sayang. Jadi menurutlah, nggak usah ngambek sampai numpang dikamar orang lain. Nggak ada pantes-pantesnya kamu buat ngambek!"

Ya, dimatamu yang sudah kebucenan sama Rinjani yang boleh dan berhak ngambek cuma Rinjani, ciiiih, kesal kali aku rasanya. Sekuat tenaga kuhantam wajahnya yang menyebalkan itu dengan tumpukan pakaian yang aku bawa, tidak pula dengan sengaja kuinjak kakinya kuat-kuat sebelum melangkah. Tubuhku memang tidak gemuk, tidak seberapa besar pula jika dibandingkan dirinya, namun tumitku yang menggilas kakinya yang aku tersebut sukses membuatnya berjingkat-jingkat kesakitan.

"Boc4h si4l44443nnnn."

Secepat kilat aku mengambil langkah seribu diiringi tawaku yang berderai kegirangan, belajar dari kesalahan sebelumnya aku kunci pintu kamar Gala, tidak akan aku biarkan Pria tua tengik menyebalkan tersebut untuk masuk lagi dan berbuat yang tidak-tidak kepadaku. Hissss, usia memang tidak bisa berbohong, sorot penuh gairah yang begitu mendamba dimata Gala sebelumnya membuatku bergidik ketakutan.

Itu sebabnya saat Gala menggedor pintu dengan teriakan kerasnya tidak terima kamarnya aku jajah, aku tidak memedulikannya sama sekali. Biarkan saja dia menggedor pintu sampai kaki dan tangannya lepas sekalian. Aku yakin pintu rumah megah ini tidak akan bergeming. Yang ada dia yang akan ditegur sama Ibunya. Dengan diiringi teriakan dari Gala yang terus berdengung diluar seolah nada yang menenangkan, ranjang besar dengan sprei abu-abu tersebut terasa menggoda, dengan cepat aku memakai pakaian yang dibawakan oleh Raga menggantikan kimono sialan yang nyaris membuatku dilecehkan kembali oleh Gala sebelum akhirnya aku melemparkan tubuhku ke atas ranjang.

Aaaahhh, rasanya nyaman dan hangat sekali ranjang besar ini. Empuk, dan wangi. Lagi dan lagi aroma pewangi pakaian biasa yang aku temui dipasaran namun kenapa wangi ini begitu melekat, persis seperti wangi manusia menyebalkan tersebut. Meskipun aku tidak menyukai orangnya namun aku suka dengan kenyamanan yang ditawarkan hingga tanpa terasa rasa nyaman ini berganti dengan kantuk yang membuat mataku menutup perlahan.

Ya, sebelum aku bisa menahannya aku sudah lebih dahulu kalah dengan kantuk yang kini membuatku mendekap mimpi lebih cepat dari yang aku sadari. Rasanya nyaman sekali, begitu nyaman hingga aku tidak tahu jika gedoran diluar sudah berhenti.

"Gemesin banget sih kalian!" Godaan yang dilontarkan oleh Raga kepada Gala tersebut membuat Gala langsung berkacak pinggang sebal saat menatap adiknya. Namun Raga yang sudah kebal dengan berbagai raut wajah Gala hanya terkekeh tidak terpengaruh sedikitpun meskipun Gala sudah bersiap menampolnya.

"Ketawa lo!"

"Lah, suruh siapa kalian berdua gemesin kek gini! Ya gimana nggak gue ketawain!" Tanpa beban Raga mendekati Abangnya, "tapi Bang, sumpah, gue lebih setuju lo sama Anaknya Biskuit Monde ini mah daripada Mbak Ririn, bukan karena Mbak Ririn nggak baik, tapi lo jadi lebih manusiawi saja gitu. Nggak cuma cemberut gegara lihat ceweknya jalan sama banyak temen cowoknya, apalagi tadi, beuuuh romantis bingit waktu tuh Kaip obatin itu body yang penuh bonyok-bonyok, hebat banget lo Bang bisa nahan diri, kalau gue udah gue terkam langsung dilahap!"

"Anyink mulut lo! Lo kira gue apaan! Doberman Gragas punya Papa!"

Jika ada hal yang menyenangkan untuk Raga itu adalah saat dia bisa menggoda Kakak sulung dan adiknya, kebiasaan anak kedua yang selalu heboh disetiap tempat, Raga pun sama. Tanpa diketahui oleh Gala maupun aku sendiri, sebenarnya Gala sudah naik sebelum akhirnya dia berbalik pergi saat melihatku mengobati Gala. Raga, laki-laki yang sebenarnya lebih misterius dari pada Gala tersebut sebenarnya tahu jika antara aku dan Gala semuanya hanya kepura-puraan, namun pria tersebut seolah memberikan kesempatan untuk kami berdua agar kami jatuh bersama dalam sandiwara yang kami mainkan.

Tanpa rasa berdosa sama sekali Raga tertawa keras sebelum akhirnya dia meninggalkan Gala begitu saja yang misuh-misuh didepan pintu kamarnya yang terkunci.

"Kalau gue jadi lo, gue masuk lewat balkon, Bang! Tapi Ingat, nikah dulu baru bikinin gue ponakan, jangan dibolak-balik."

Cinta Diantara DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang