15. Nahloh, Ketahuan

3.5K 402 29
                                    

"Ckckckk, mimpi saja kau, Jurnalis gila!" Sentaknya melepaskan tanganku yang menahannya, Polisi Tengik tersebut menatapku dengan pandangan meremehkan, yang aku balas cengiran ejekan yang sama menyebalkannya. "Mencintaimu, ciiiihhhh, jika di dunia ini hanya tersisa dirimu dan sapi, aku akan lebih memilih melajang seumur hidup dan membiarkan manusia punah dari pada bercocok tanam denganmu demi menyelamatkan peradaban."

Aku menangkupkan wajahku dengan kedua tanganku sembari menatapnya dengan khidmat, "benarkah? Akan aku ingat baik-baik ucapanmu barusan. Tapi Mas Gala, sedikit informasi bagimu yang mungkin membuatmu tersinggung, tapi masalah pria, aku setuju dengan mantan tunanganmu itu, Wira Yudayana, aku pun akan lebih memilih pria manis sepertinya dibandingkan manusia yang penuh sikap arogan sepertimu. Mungkin jika dirimu itu bukan Polisi, kamu bukan siapa-siapa selain anak manja yang dompleng nama orangtua."

"Wah, berani-beraninya......" kehabisan kalimat untuk berdebat denganku, Gala hanya menggeleng-gelengkan kepalanya nampak tidak habis pikir, jujur saja, disaat kepalaku tadi pagi nyaris meledak karena gunjingan orang-orang, berdebat dengan Gala sembari melemparkan balik setiap kalimat yang dia katakan kepadaku merupakan hiburan yang menyenangkan untukku. Gemas sekali rasanya melihat wajahnya yang memerah karena kesal dan frustrasi, senyuman yang awalnya aku jadikan topeng lama-lama berganti dengan senyuman yang benar-benar muncul dari hatiku yang senang. Aaaaah, ternyata semenyenangkan ini ya sebuah balas dendam. "Seumur hidupku baru kali ini aku menemukan manusia paling tidak tahu diri sepertimu, Serena Yunika."

"Apa aku harus bangga mendengar pujianmu barusan, Mas! Karena sama sepertimu yang menjadi pertama untukku, aku pun akan selalu menjadi yang pertama untukmu."

Entah untuk keberapa kalinya aku menanggapi kemarahan Gala dengan kalimatnya sendiri, tapi sepertinya Gala sudah sampai di batas kesabarannya dalam menghadapiku, dirinya yang sedari tadi bolak-balik berjalan sembari merutuk dan menyumpah kini mendadak saja duduk di sebelahku, satu-satunya yang tidak berubah darinya adalah pandangan matanya yang menusuk mencabik-cabikku. Jika sorot mata bisa membunuh, mungkin aku sudah mati berulang kali.

"Baiklah, cukup membuatku kesal hari ini, jika itu tujuanmu datang ke tempatku bekerja, Congrats, kamu sukses besar, tapi tolong segera pergilah. Ingat, kamu sama sekali tidak istimewa seperti Rinjani. Jadi, mumpung aku masih bersabar dan ingat tempat jika ini kantor, menyingkirlah, jika tidak........"

Polisi Tengik ini bergerak mendekat kepadaku dengan gerakannya yang  cepat, sama sekali tidak aku prediksi tahu-tahu saja dia sudah mengurungku kembali diantara kedua lengannya, namun sialnya berbeda dengan tadi disaat aku bisa mengusai kegugupanku, kali ini ketenanganku lenyap karena dia benar-benar berada persis diatas tubuhku yang setengah terbaring di sofa sialan ini.

Aku menelan ludah kelu, bohong jika aku tidak gugup karena seumur hidupku, aku nyaris tidak pernah dekat dengan seorang  pria dalam konteks skinship intim dan romantis, aku terlalu sibuk belajar demi misi membungkam mulut mereka yang julid dan menghinaku hingga melewatkan indahnya cinta remaja. Inilah salah satu hal yang membuatku begitu membenci Gala. Susah payah aku melarikan diri dari stigma anak yang terlahir dari dosa pengkhianatan, Gala justru menjadikanku pelakor, sosok yang paling aku benci di dunia ini.

Sekeras mungkin aku berusaha menyembunyikan kegugupanku, namun rupanya mata segelap malam yang terlihat ingin mencabikku tersebut bisa menangkapnya, seringai jahat itu terlihat mengejekku sebelum berbicara. "...... bagaimana jika kita mengulang apa yang kita lakukan kemarin, Calon istri? Meskipun kamu payah, tapi rasanya manis, juga!"

Kalian tahu, ingin rasanya aku menggeplak kepala Polisi tengik yang otaknya mesum tidak ketulungan ini, bodohnya diriku, seharusnya aku memasang hidden camera untuk merekam pelecehan yang dia lakukan sekarang ini untuk menghancurkan kariernya saja sekalian, namun disaat terakhir aku teringat rencana jangka panjang yang diusulkan oleh Bu As untuk membalas dengan cara paling rapi dan paling menyakitkan, itu sebabnya, saat tanganku nyaris saja menghantam hidung mancungnya yang sudah hampir menyentuh hidungku, aku memilih untuk meraih lehernya agar lebih mendekat, jangan tanya bagaimana kondisi jantungku sekarang karena bersikap sejalang ini bukanlah sikap seornag Serena.

Aku terlahir dari dosa, namun aku bukan seorang Jalang. Mati-matian aku menahan tangan kananku agar tidak gemetar saat menyentuh Adam Apple-nya.

"Do it!" Bisikku pelan, "jika aku memang payah, ajari bagaimana melakukannya dengan benar."

"Kamu salah menyulut permainan, Jurnalis Gila." Suara baritone yang terdengar begitu berat tersebut beriringan dengan kilatan gairah yang muncul dimata Gala yang segelap malam, entah setan mana yang tengah melintas dan berhasil merasuki Polisi Tengik satu ini, namun yang jelas rupanya semua pria sama saja, Gala, pria ini sama seperti Papaku, berkata jika dia mencintai setengah mati istrinya namun ujung-ujungnya berselingkuh dengan wanita yang sudah melahirkanku, semua itu karena hal bernama gairah. Sesuatu yang nyata terlihat di wajah tampan bak lucifer milik Gala yang semakin mendekat ke wajahku.

Mungkin, dia akan benar-benar menciumku, persis seperti yang dia lakukan kemarin, tapi seolah Tuhan tahu jika aku tidak menginginkan hal buruk ini terjadi kepadaku, tepat saat hembusan nafas tersebut menerpa hidungku hingga membuatku memejamkan mata, suara gedebak-gedebuk langkah kaki yang tergesa di sertai dengan pekikan keras terdengar memenuhi ruangan Kanit Reskrim milik Gala.

"GALA, BERANI-BERANINYA KAMU YA BERBUAT MESUM DI KANTOR KAMU SENDIRI! POLISI MACAM APA KAMU INI, HAH? UDAHLAH MASUK AKUN GOSIP BIKIN MAMA DIHUJAT SE-INDONESIA RAYA, SEKARANG KAMU MAU BIKININ CUCU MAMA DI ATAS SOFA KANTOR KAMU. BOCAH SEDENG! RUGI MAMA NYEKOLAHIN KAMU DI AKPOL, GAL, GAL!"

Aku ternganga, benar-benar ternganga dengan mulut terbuka saking terkejutnya aku dengan pemandangan dimana Gala Mangkualam yang sebelumnya menatapku seperti Elang pemangsa kini menjadi bebek tidak berdaya di hajar tanpa rasa ampun sedikit pun oleh perempuan paruh baya dengan rambut di sasak tinggi menggunakan tas tangan kulit cicak seharga mobil second yang aku tebak adalah Ibunya Gala.

"Ampun Mama! Ma, Ya Tuhan, Mama! " Kegarangan Gala luntur, hilang, lenyap, tidak berbekas menguap bersamaan dengan pukulan tas tangan yang nampak berat dengan isi-isinya tersebut. "Jangan bikin heboh-heboh di kantor Gala napa sih Ma. Gala aduin ke Papa, biar tahu rasa sekalian Mama!"

What, speechless, dan agak tidak menyangka, aku bahkan sampai mengerjap mendapati perdebatan ajaib Ibu dan anak yang benar-benar diluar nurul ini, perdebatan normal Ibu dan anak, namun terasa aneh karena yang melakukannya manusia macam Gala dan Ibunya.

Aku sempat mengira jika Ibunya Gala akan mengabaikan ancaman Gala, namun rupanya Ibunya Gala adalah sosok wanita berbakti kepada sang suami, karena disaat itu juga beliau berhenti, dengan nafas terengah-engah sarat akan kekesalan beliau menunjuk Gala yang berantakan!

"Sana, aduin sana sama Papamu! Biar Mama aduin juga tingkahmu sekarang, bisa-bisanya kamu nyicil bikinin kita Cucu nggak tahu tempat! Nggak cuma akan dihajar karena sudah berani mainin anak sahabat baik Papamu, kamu juga bakal di sunat lagi jika tahu kelakuanmu ini, tahu rasa kamu!"

Glek, bersamaan, aku dan Gala menelan ludah ngeri. Bukan aku yang diancam, tapi aku merasakan ketakutan yang sama, dibandingkan hujatan netizen, rupanya ancaman orangtua jauh lebih menakutkan. Dan benar saja, bukan cuma Gala yang kena damprat oleh Nyonya Saraswati, disaat aku sudah berusaha keras untuk mengerdilkan tubuhku dan berharap jika kini aku adalah manusia tidak terlihat, nyatanya harapku itu hanyalah sebuah kekonyolan yang sia-sia karena sudah puas mengomeli anaknya, kini giliran akulah yang di pandang dengan tajam oleh Ibu-Ibu mentereng yang sangat berkilau ini.

"Heh kamu, sini mendekat......"

Aku sudah menyiapkan hati dan mental untuk mendapatkan hinaan dan makian dari beliau, bahkan aku sampai memejamkan karena tidak sanggup menerima teguran dari beliau, tapi rupanya, sosok Nyonya Saraswati ini penuh dengan kejutan.

"Ngapain kamu merem segala! Melek yang bener, sini salim dulu sama saya, biar saya bisa lihat macam apa calon Mamak buat cucu saya nantinya!"

Cinta Diantara DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang