33. Posesif dengan Caranya

4.8K 431 19
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HolaaaaaCinta diantara dosa bisa kalian baca secara lengkap di KBM, KaryaKarsa dan playbook ya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Holaaaaa
Cinta diantara dosa bisa kalian baca secara lengkap di KBM, KaryaKarsa dan playbook ya. Happy reading semuanya

"Turunin Monyet Tua."

"Polisi Tengik!"

"Bocah Tua Nakal Kurangajar, turunin!!!!"

"Diamlah, Serena! Atau kamu mau aku bungkam dengan cara yang lain, aku yakin bocah nakal sepertimu akan menyukainya!" Dengan kurang ajarnya untuk membalas setiap pukulan yang aku berikan di punggungnya, pria brengsek ini meremas bokongku yang sontak membuatku berteriak semakin keras.

"Yaaaa, kurangajar kamu, Mas! Berhenti, turunin, Bego!" Hissss, rasanya dari putus asa sudah sampai dititik aku ingin menangis saking kesalnya. Sungguh aku benar-benar berharap jika laki-laki brengsek ini akan segera menurunkanku. Rasanya sangat lama sekali Gala membawaku pergi, dengan kepala yang terjulur ke bawah yang bisa aku lihat hanyalah kakinya dan tangga demi tangga yang tidak ada habisnya, berputar-putar tidak berujung hingga rasanya kepalanya sangat pusing sekali.

Sampai akhirnya disaat suaraku sudah begitu serak nyaris menghilang, dia baru menurunkanku. Tidak menyia-nyiakan kesempatan saat kakiku menjejak tanah, kuhantam kuat-kuat sosoknya yang menyebalkan tersebut meskipun endingnya Gala pun melawan sebisanya.

"Bisa-bisanya...... kamu......, bawa....... Aku...... macam...... bawa beras Bulog!"

Disetiap jeda aku memukul setiap bagian yang diraihnya, hissss, jangan tanya bagaimana jengkelnya aku kepadanya sekarang ini. Ingin sekali aku remas dirinya menjadi serpihan kecil dan aku lempar ke kecoa sekalian. Terlalu sibuk menghajar Gala membuatku sampai tidak memperhatikan dimana aku berada sekarang ini, dan alasan kenapa Gala hanya menghindar tanpa membalas umpatanku sedikit pun, yang sangat bukan dirinya yang selalu berkata pedas.

"Wooooaaaah, Gal, satu keajaiban gue lihat lo pasrah kayak gini!"

Suara yang terdengar dibelakangku membuatku menghentikan kepalan tanganku yang melayang, tatapan hororku sama sekali tidak bisa aku sembunyikan saat aku menatap Gala dengan pandangan bertanya, menikmati kebodohanku, Gala justru tersenyum-senyum sendiri seolah dia sangat puas sudah bisa mempermalukanku dan membangun image pria sabar di dirinya.

"Ya gimana, namanya juga ngadepin bocil, harus sabar!" Ujarnya dengan jumawa, astaga, aku benar-benar tergoda ingin menghantamnya, tapi kekesalan itu harus aku telan mentah-mentah saat melihat senyuman tulus Gala yang terlihat saat dia mengucapkan kalimat menyebalkan beberapa saat lalu. Wajahnya yang mengerikan saat dia menghadangku tadi menghilang seolah dia tidak pernah marah. Bukan hanya sampai disana, kamera yang sebelumnya dirampas pun kini diberikan kembali kepadaku meskipun matanya tetap terpaku pada rekannya. "Gus, tolong jagain ini bocil baik-baik. Jangan sampai dia turun ke bawah atau ke TKP, gue nggak tahu siapa yang ngirim dia tapi informasi kita bocor."

Percakapan antara Gala dan rekannya yang memegang sebuah senjata laras panjang dan mengomandoi beberapa orang lainnya yang menatap mereka dengan penuh hormat, satu persatu aku perhatikan mereka hingga aku tidak menyimak baik apa yang Gala bicarakan, aku terlalu sibuk melihat yang tampak bersiaga penuh memusatkan perhatian di seberang gedung, dan saat itulah aku tersadar jika dsri tempatku berada sekarang, tempat yang hendak aku datangi tadi terlihat jelas, kita bisa melihat jelas ke ujung, namun dari ujung sana sama sekali tidak terlihat, bisa gitu ya Polisi dalam menemukan tempat yang tepat, sampai akhirnya sebuah sentuhan aku rasakan ditanganku yang membuatku menoleh ke arah Gala.

"Tolong jangan pernah turun ke TKP, Gusti akan jagain kamu disini, dan kamu aku izinkan untuk menggunakan kameramu asalkan kamu berjanji nggak akan turun atau pergi ke seberang apapun yang terjadi dan apapun yang kamu lihat." Aku tidak tahu setan atau malaikat apa yang tengah hinggap di diri Gala Mangkualam sekarang, karena yang aku lihat dibandingkan seorang yang ingin menghukum dan membuatku menderita, dia lebih seperti seorang penolong dan pelindung. Dia membawaku ke sini, ke tempat yang aman, bahkan membiarkanku menggunakan kameraku disaat serombongan polisi mendengarkan apa yang dia katakan, sikapnya benar-benar seperti pacar. Apalagi saat mata tajam yang dulu sangat aku benci tersebut kini menatapku penuh dengan permohonan seolah memintaku untuk mengiyakan apa yang baru saja dia katakan, tatapan itu terlalu dalam hingga membuat hatiku yang lemah sontak berdegup kencang. Efek buruk yang belakangan selalu aku rasakan setiap kali berurusan dengannya. "Tolong, berjanjilah." Dengan tergesa Gala melirik jam di tangannya sebelum kembali dia menatapku, "waktuku terbatas. Berjanjilah untuk tetap disini, di tempat aman, sampai aku sendiri yang datang menjemputmu. Paham?"

Seperti orang bodoh, ditatap sedemikian rupa lengkap dengan kalimat manis yang rasanya sulit aku percaya akan aku dengar dari seornag Gala Mangkualam, seorang yang sudah mempermalukanku dihadapan seluruh dunia dengan sebutan pelakor, seperti terhipnotis aku mengangguk. Bahkan melanjutkan kebodohanku yang larut dalam bermain peran, aku pun berpesan, "hati-hati....." yah, pesan itu meluncur dari bibirku, terdengar begitu jauh dari pendengaranku seolah bukan aku yang mengucapkannya.

Bukan hanya aku yang terkejut dengan apa yang aku katakan, sosok brengsek yang baru saja aku umpat habis-habisan itu pun tampak terkejut. Tidak ingin kelihatan semakin salah tingkah, Gala melewatiku untuk menghampiri rekannya yang ada dibelakangku, sama seperti yang lainnya, dia pun mengenakan rompi anti peluru, sarung tangan, dan yang membuatku sedikit terpana adalah saat dia meraih sebuah revolver, caranya mengisi ulang peluru, dan menyelipkannya ke pinggang sebelum kembali meraih satunya lagi, membuatku tersadar jika pria brengsek yang sudah membuat hidupku jungkir balik ini benar-benar polisi.

"Saya harap, operasi kita hari ini berjalan lancar, dan tidak ada satupun yang terluka. Banyak waktu yang sudah kita buang untuk membongkar sindikat Mr.H, dan perjuangan kita akan saya pastikan tidak sia-sia. Gusti, saya percaya kepadamu."

Gala menepuk bahu laki-laki bernama Gusti yang sedari tadi tersenyum ramah ke arahku sebelum akhirnya dia berbalik untuk pergi, namun saat kembali dia berhadapan denganku, aku merasa jika tiba-tiba saja udara menjadi begitu menipis hingga membuatku sulit bernafas, namun jauh di lubuk hatiku yang mati-makian aku sangkal, aku tersadar, bukan udaranya yang menipis, bukan paru-paruku yang bermasalah, tapi semua hal yang aku rasakan karena pria yang ada di depanku. Niat awalku untuk menjebaknya, mengalahkannya, nyatanya kini hatiku yang terjerat kepadanya, perhatiannya dibalik kalimatnya yang ketus, sikap hangat dibalik kalimat dinginnya sukses membuat kebencianku terkikis perlahan. Aku sangat tahu sikap Gala ini hanyalah sebuah permulaan sebelum dia menghancurkanku dalam misi balas dendamnya, namun aku bisa apa saat perasaan asing yang tidak aku kenal ini merajai hatiku.

Dengan mata yang terus terpaku ke arahku, seolah mengunciku untuk tidak beranjak, otakku terasa kosong, kewarasanku serasa menghilang saat pria brengsek tersebut bergumam, aku seperti orang tolol yang tidak punya kendali atas diriku sendiri.

"Aku perlu sedikit penyemangat untuk menyelesaikan tugas."

Ya, seharusnya aku lari saat lengan kekar tersebut meraih pinggangku, seharusnya aku menendang kakinya juga saat dia mengusap wajahku, karena detik berikutnya kejadian yang sama seperti yang terjadi di koridor kantorku terjadi kembali, tapi jika sebelumnya adalah sebuah jebakan, haruskah aku katakan jika sekarang adalah sebuah keinginan. Entahlah, aku tidak tahu, yang aku tahu saat bibirnya menciumku, semuanya terasa begitu benar. Ada luapan bahagia yang sulit untuk aku jabarkan, dan hatiku sontak berteriak senang saat akhirnya aku pun mengalungkan tanganku ke lehernya.

Ya, dia. Manusia brengsek ini yang aku inginkan dalam hidupku yang sepi ini.

Cinta Diantara DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang