30. Tanda Kecil

3.8K 423 24
                                    

Hangat.

Nyaman.

Wangi.

Dan hembusan nafas di tengkuknya menggelitik tidurnya yang nyenyak. Begitu nyenyak hingga aku lupa kapan terakhirnya bisa tidur senyenyak sekarang. Semua hal diatas kombinasi menyenangkan untuk terus berada didalam mimpi, pelukannya terasa menyenangkan sekaligus menenangkan disaat bersamaan.

Aku bahkan sampai lupa kapan terakhir kalinya aku bisa tertidur senyenyak sekarang, tanpa ada beban, tanpa kedinginan, seolah tidak ada yang perlu aku khawatirkan apa yang terjadi keesokan harinya.

Tapi tunggu dulu, pelukan? Hangat? Dan hembusan nafas di tengkukku ini bukan hal yang lazim terjadi saat aku tertidur sendirian. Mataku sudah hampir terpejam kembali saat kesadaran menghantamku dengan telak. Mataku sontak terbuka dan betapa horornya perasaanku saat aku melihat sebuah tangan dan kaki kini menindihku seakan aku ini adalah guling yang melengkapi tidurnya dengan sangat erat.

Takut-takut aku memutar tubuhku, dan tepat saat aku berbalik, reflek aku langsung berteriak keras sembari menendang tubuh besar itu sekuat tenagaku agar menjauh dariku.

"SETAN!!!!! NGAPAIN KAMU TIDUR DISINI!!!!"

Aku meloncat mundur, sama sepertiku yang terkejut. Sosok besar tersebut pun sama kagetnya. Suara keras tubuh yang terjatuh berdebum diiringi dengan makian ditengah gumaman yang tidak jelas tersebut cukup menjelaskan jika nyawanya pun belum terkumpul sepenuhnya sampai saat dia muncul dengan wajah yang sama bantalnya sepertiku.

"Lo ini cewek, tapi sikap lo barbarnya nggak ketulungan! Nggak sekalian lo lempar gue ke jendela sekalian, biar ketemu malaikat. Nanggung cuma nendang dari ranjang, mentok paling cuma sakit pinggang!"

Kalimat sarkas yang diucapkan oleh Gala membuatku meringis, apalagi saat dia berbicara suaranya terdengar biasa saja tidak ngegas seperti yang biasa dilakukan saat berbicara denganku. Hisss, akan lebih baik jika Gala membalasku dengan misuh-misuh saja, kalau kayak gini yang ada aku justru merasa bersalah. "Suruh siapa lo ngelonin gue, lo tahu, perbuatan lo yang memanfaatkan keadaan gue saat tidur itu termasuk pelecehan tahu nggak! Jadi jangan salahin gue, lo yang bikin gue kaget duluan!" Kuperhatikan pakaianku, aku khawatir saat aku tertidur, pria tua tengik ini melakukan hal yang tidak-tidak kepadaku, syukurlah semua kancingnya terpasang rapi sama seperti saat aku membawanya tertidur. Dan rupanya apa yang aku lakukan ini tidak luput dari perhatiannya meski matanya tinggal 2,5 watt.

"Gue nggak ngapa-ngapain lo." Suara decakan tidak sabar tersebut terdengar dari sosok Gala yang seperti Raksasa saat dia kembali naik ke atas ranjang dan kembali memejamkan matanya, dia bahkan tidak menanggapiku sedikit pun, seolah aku yang terduduk ditengah ranjang adalah makhluk yang tak kasat mata, sepertinya pria tengik ini benar-benar kelelahan sampai tidak punya energi untuk berdebat. "Sorry tapi gue nggak minat sama orang yang tidurnya kayak kebo! Gue aja penasaran lo itu mati apa pingsan tadi. Dan perlu lo ingat, ini kamar gue, lo yang numpang dan nggak tahu diri. Jadi tutup mulut lo berhenti bilang pelecehan."

"Aeeelllaaah, muncung kau, Mas! Banyak alasan!" Ujarku sembari turun bergerak sejauh mungkin darinya, satu tempat dengan Monyet yang sering khilaf sepertinya adalah hal yang sangat membahayakan. Masih menjadi tanda tanya untukku bagaiamana Gala bisa masuk ke dalam kamar, kulihat pintu kuncinya masih ada tergantung tidak mungkin dibuka dari luar, namun saat aku melihat ke balkon, baru aku tahu darimana dia masuk.
"Benar-benar monyet kamu ini, Mas. Bisa-bisanya masuk lewat balkon." Emang nggak salah Nyonya Saraswati nyebut anak sulungnya ini anak monyet, kelakuannya benar-benar diluar nalar.

"Ya gimana nggak masuk lewat balkon kalau kamar sendiri saja dijajah sama orang asing. Diamlah, mengantuk aku! Sana, cepetan pergi! Keburu pedih ini mata, udah cukup sandiwaramu hari ini, lanjut kapan-kapan!"

Ckckck, mengusir rupanya dia. "Diiiiih, teganya kamu ya Mas ngusir calon istri sendiri. Jahat sekali kamu! Aku aduin ke Mama, diusir kamu Mas jadi anak beliau." Cibirku kepadanya, entah dia mendengar atau tidak aku tidak peduli. Nyatanya sekarang aku punya dukungan Nyonya Saraswati yang membuatnya tidak bisa berkutik. Niatku menjebaknya justru membuatku terjebak, tapi saat mengingat bagaimana hangatnya keluarga Mangkualam kepadaku membuatku merasa tidak ada yang salah untuk menjalani semuanya, jalani saja seperti air yang mengalir.

"Heiii, mau ngapain kamu!" Gerakan tanganku yang sedang menyisir rambut panjangku hendak menguncirnya seketika terhenti, tertidur terlalu lama membuat rambutku yang tadi basah kini kering dan rasanya gerah sekali jika tidak aku kuncir. Namun rupanya sekarang aku melakukan hal yang tidak disukai oleh Gala karena pria tua tersebut bahkan bangkit dari tidurnya untuk meraih karet yang aku gunakan. "Nggak usah dikuncir, biar digerai saja! Jelek wajahmu itu kalau dikuncir, kepalamu besar persis pentol korek api!"

Astaga, apa dia bilang? Kepalaku seperti pentol korek api? Adakah orang yang tidak tersinggung jika mendengar celaan seperti ini, geram dan kesal yang menjadi satu membuatku langsung melayangkan sisir yang aku pegang ini ke arahnya. "Haaaah, apa kamu bilang? Coba ulang sekali lagi, pentol korek api kamu bilang? Kurang ajar kamu, Mas." Tidak peduli mau mendarat kemana sisir yang aku pegang ini, kemanapun asalkan melukainya, aku bahkan tidak mengindahkan dia yang berteriak-teriak heboh meminta ampun memintaku untuk berhenti menggila.

Seperti anak kecil kami berkejaran di dalam kamarnya yang besar ini berusaha mengalahkan satu sama lain sampai akhirnya mungkin karena dia sudah kelelahan, dia menegakkan tubuhnya dan menunjuk ke arahku.

"Serena, berhenti ditempat atau mau aku cium sampai nggak bisa nafas! Demi Mamaku yang Galak, aku nggak keberatan kalau kalau milih opsi kedua!"

Dihadapkan pada pilihan yang benar-benar tidak menguntungkan ini bisa apa aku selain mengerem kakiku, aku sangat tergoda untuk menghajarnya sampai mampus tapi jelas sekali jika pria mesum tua yang kini mesam-mesum penuh kemenangan tidak akan segan menepati apa yang baru saja dia ucapkan. Reflek aku langsung menutup bibirku, melindunginya agar tidak ternoda lagi oleh perbuatan mesum Monyet Tua menyebalkan yang ada dihadapanku.

"Dasar Mesum! Lagian ngapa sih, cuma kunciran loh. Tahu nggak sih yang namanya gerah!" Pekikku kesal, kuhentakkan kakiku sembari berbalik untuk meraih tas dan pakaian kotorku yang masih ada dikamar mandi. Selama aku masuk ke kamar ini sampai tertidur rupanya tidak ada yang berubah dsri tempatnya, sepertinya baik Nyonya Saraswati atau siapapun tidak ada yang mencariku. Atau mungkin beliau mengira aku sudah balik tanpa pamit. Tidak tahu apa yang akan mereka pikirkan saat nanti aku keluar kamar bersama dengan Gala. Pria Tengik menyebalkan ini memang ahlinya membuatku terlihat seperti gadis nakal di hadapan orang lain. "Ngapain deket-deket lagi, minggir aku mau pulang!"

Kudorong tubuh tingginya yang mendekatiku agar dia minggir menyingkir dari pandanganku, sayangnya seolah belum puas membuatku jengkel, hanya dengan satu tangannya Gala justru menahanku, menghentikan langkahku untuk keluar dari ruangan.

"Aku antar!" Tawaran yang diberikan olehnya membuat alisku terangkat sebelah, tidak paham dengan kebaikannya yang tiba-tiba setelah beberapa saat lalu dia mengusirku. Apalagi saat Gala mendekat dan merapikan rambut panjangku agar tergerai di kedua sisi wajahku. "Sedikit saran calon istri, tolong gerai rambutmu selama beberapa hari ini jika tidak mau terkena masalah."

"Haaaaah....." reflek aku menyingkirkan penasaran dengan apa yang telah dia lakukan di tengkukku, aku ingin melihatnya sendiri di cermin tapi Gala justru menangkup wajahku dengan kedua tangannya yang begitu lebar.

"Tidak usah dilihat cuma tanda kecil yang akan menghilang beberapa hari lagi, tapi meskipun kecil lebih baik disembunyikan dari pandangan orang dari pada kita dipaksa untuk segera menikah."

"................"

"Kamu paham, calon istri."

Cinta Diantara DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang