24. Kamar Gala

3.8K 409 23
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

HolllllaaaaaaaIkutin juga kisah Serena di aplikasi diatas ya, Happy reading semuanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Holllllaaaaaaa
Ikutin juga kisah Serena di aplikasi diatas ya, Happy reading semuanya.

"Mulai sekarang, jangan merasa sendiri. Ada Mama, dan keluarga Gala. Mama tidak akan membiarkanmu disakiti lagi, Mama tidak peduli darimana kamu berasal, cukup kamu jadi wanita yang baik untuk Gala dan keluarga ini, itu sudah lebih dari cukup."

Pelukan dari Nyonya Saraswati begitu hangat, membuat beban yang terasa begitu berat di bahuku perlahan terangkat, seajaib itukah pelukan seornag Ibu? Menenangkan tanpa harus mengeluarkan kata-kata yang berlebihan? Terbiasa berjibaku dengan kerasnya hidup, cibiran dan hinaan atas dosa yang bahkan tidak aku lakukan membuatku begitu lemah saat ada yang merangkulku dan mengatakan kepadaku jika semua hal buruk ini bukan kesalahanku, bukan kewajibanku pula untuk membayarnya.

Rasanya aneh sekali namun juga menyenangkan saat ada yang melihat diri kita dengan cara yang berbeda. Lama Nyonya Saraswati memelukku, sampai akhirnya keheningan yang menyenangkan ini pecah dengan suara berat yang ikut nimbrung dengan penasaran.

"Calon Kaip, boleh nggak ikut cobain ini tongseng? Menggiurkan banget, persis kayak tongseng-tongseng di Solo!"

Celetukan dari Raga yang sudah menyingsingkan kemejanya dan bersiap dengan sendok di tangannya tersebut membuat Nyonya Saraswati melepaskan pelukannya, diusapnya sisa air mataku dan beliau pun tersenyum. Satu sikap sederhana yang benar-benar hangat. Beralih dari Nyonya Saraswati aku melongok ke arah Raga, laki-laki yang belakangan aku tahu merupakan seornag pengacara tersebut tampak benar-benar tergoda, bukan peres semata.

"Cobain gih, dijamin rasanya otentik!" Ucapku penuh percaya diri yang langsung disambut sendokan bersemangat oleh Raga, satu suapan besar masuk ke dalam mulutnya, dan wajahnya mengerjap-ngerjap mencecap setiap rasa yang kini masuk ke dalam lidahnya, tidak perlu ditanya enak tahu atau tidak, raut wajahnya sudah menjelaskan segalanya.

"Ngomong! Ngunyah bae!" Tegur Nyonya Saraswati yang membuat Raga terkikik disela kunyahannya.

"Yae lah, lagi nyuap juga disuruh ngomong! Enak Ma, enak! Saking enaknya sampai nggak bisa berkata-kata ini loh!" Dengan mulut penuh yang membuat kami berdua tertawa Raga berusaha menjelaskan. Menyempurnakan masakanku, aku tidak hanya membuat dua masakan berat tersebut, melihat timun dan wortel di kulkas yang tampak segar lengkap dengan bawang bombay merah yang besar, aku tergoda untuk membuat acar.

"Ma, itu timun sama wortelnya boleh Rena ambil buat bikin acar ya, biar makin perfecto gitu ini masakannya!"

"Ambil saja, kenapa mesti izin!"

"Ya harus izinlah, Ma. Nggak sopan banget main ambil comot, ntar nggak jadi di restuin jadi mantu kalau kayak gitu!" Jawabku sembari menggoda Nyonya Saraswati, semuanya aku lakukan sembari memotong setiap sayuran, dan itu membuat Nyonya Saraswati tertawa.

"Bisaan ya sepik-sepiknya, ya. Biasanya saya nggak suka sama yang SKSD, tapi mendadak kamu jadi pengecualian buat saya!" Mendengar tanggapan dari beliau, tawaku semakin menjadi, ternyata berhadapan dengan beliau yang terkesan tegas dan arogan tidak terlalu buruk. Cukup menjadi diri kita apa adanya tanpa kepura-puraan nyatanya beliau menanggapi dengan baik.

Semuanya berjalan begitu saja, tanpa aku tahu bagaimana bermulanya, obrolan mengalir diantara kami berdua, dimulai dari masakan ini, beralih ke hal-hal yang tidak penting bahkan sampai ke gosip-gosip artis, tidak jarang kami berdua tertawa, sebuah keakraban yang sulit untuk di jelaskan untuk seornag yang baru bertemu pertama kali. Aku dan Nyonya Saraswati terlalu larut dalam keseruan kami sampai tidak sadar jika Raga yang sudah selesai dengan kegiatan icip-icipnya memvideokan kami berdua untuk dikirim ke Kakak dan Ayahnya.

Aku tidak tahu hal itu sampai tiba waktunya Gala-lah yang memberitahukan nantinya.

"Ma, inikan semuanya sudah selesai, Rena pamit pulang, ya!"

Aku sudah selesai mencuci tangan, rasanya seluruh tubuhku terasa lengket meskipun aku memasak di dalam rumah yang adem dengan ac centralnya, tapi kalimat pamitku rupanya tidak diterima.

"Nggak, nggak boleh pulang dulu sebelum ketemu sama si Papa! Paling Papa sebentar lagi pulang, kejebak macet mungkin sekarang. Kamu harus kenalan sama Papa juga."

Aku mendesah pelan, drama main-main yang ingin aku seriusi karena tidak ingin kehilangan kehangatan yang ditawarkan keluarga Mangkualam ini berjalan sudah begitu jauh dalam waktu yang cepat. "Tapi Ma......." Aku mencoba bernegosiasi, setidaknya aku ingin tampil lebih layak, bukan seperti gembel kayak sekarang, tapi bukannya mendengarkan alasanku, Mamanya Gala ini justru menarikku untuk naik ke atas.

Langkah beliau yang lebar dan cepat membuatku takjub dengan stamina beliau. "Kalau mau mandi buat ngilangi bau bawang, mending mandi disini, nggak usah pakai acara balik segala! Yang ada kamu malah kabur!"

"Sana masuk, mandi! Yang bersih, Mama siapin pakaian buat kamu. Tenang saja, Mama ambilin bajunya Gabby buat kamu ganti." Pintu itu tertutup dengan keras di depan wajahku. Menyisakan wajahku yang kebingungan saat menatap kamar megah dengan balkonnya ini seperti orang udik. Dengan kekuatan yang sangat tidak terduga wanita paruh baya beliau mendorongku dengan keras memasuki kamar bernuansa abu-abu emas. Tampak suram meskipun kesan maskulin begitu kental terasa, tidak ada wangi spesifik saat memasukinya, sangat jauh berbeda dengan gambaran kamar-kamar para male lead di novel yang biasanya khas wangi kopi atau parfum mereka, satu hal yang sangat familiar dihidungku adalah wangi pelembut pakaian, wangi yang membuatku teringat pada kemeja warna cream yang digunakan oleh Gala tadi siang.

Deg, jantungku serasa berhenti berdetak saat menyadari dimana aku sekarnag tengah berada, sebelum aku bisa mengendalikan diri, kakiku sudah lebih dahulu membawaku melangkah, bukan menuju kamar mandinya melainkan menuju ke sudut ruangan dimana tampak meja kerja yang berisikan potret-potret yang menarik perhatianku. Beberapa potret Gala saat pendidikan di Akpol. Tubuhnya masih kerempeng, kulitnya hitam terbakar, rambutnya nyaris habis, tapi wajahnya yang tengil saat memakai seragamnya yang berwarna coklat, diiihhh, sok ganteng lu! Cibirku kesal. Puas melihat-lihat gambaran Gala yang 10 tahun lebih muda dari sekarang perhatianku langsung teralihkan ke potret dimana hari wisudanya, tampak Rinjani mendampinginya, berpose keren ala-ala selebritis dengan membawa buket bunga ucapan selamat untuk Gala, benar-benar definisi pasangan serasi dari jaman baheula, tidak hanya disitu, ada lupa foto Gala yang bergantian mendampingi Rinjani yang wisuda. Yah, tidak perlu aku ulang lagi jika kedua orang ini memang pasangan serasi, sayangnya Rinjani sepertinya bosan mempunyai tunangan keren hingga memilih pengusaha menjadi penghiburnya. Aaaah, mbuhlah! Dua orang ruwet ini sudah membuatku membadut dan membuat hidupku amburadul. Benci sekali aku dengan mereka.

Tidak ingin membuang waktu lebih lama melihat gambar-gambar yang membuatku sakit mata tersebut, aku memilih untuk benar-benar mandi. Rasanya sangat menyegarkan usai berjibaku dengan masak-masakan yang berat dan perbincangan yang diantaranya menguras emosi, seluruh tubuhku terasa lengket sampai di rambut kepalaku terasa lepek. Air yang segar mengguyurku membuatku melupakan beban untuk sejenak. Ditengah mandiku saat aku membilas sampo aku sempat mendengar suara pintu yang berderit terbuka namun aku sama sekali tidak ambil pusing, aku berpikir jika mungkin itu suruhan Nyonya Saraswati untuk mengantarkan baju ganti, sayangnya pemikiranku tersebut salah besar, karena tepat saat aku keluar dari kamar hanya dengan kimono handuk, satu sosok pria tinggi menjulang bertelanjang dada berdiri tepat di depan pintu masuk membuatku nyaris terkena serangan jantung. Bukan hanya karena dia shirtless, tapi juga karena wajahnya yang amburadul lebam dimana-mana.

"Bagaimana cara otak kecilmu itu bekerja hah, berniat menggodaku kamu ini? Bisa-bisanya tanpa tahu malu kamu mandi dikamar laki-laki asing!"

Cinta Diantara DosaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang