- 50

48 42 0
                                    

"eh Nala Nala" teriak kak Ivan di koridor yang sama ketika pertama kali mereka menyadari bahwa mereka saling kenal.

Kini mereka kembali bertemu di titik yang sama, dan juga di hati Jumat yang sama.

Laki laki yang kerap disapa 'kak Ivan' itu kini mulai menghampiri Nala yang memang menghentikan langkahnya karna teriakan Ivan tadi.

Kak Ivan kemudian mulai menyodorkan jurnal absennya, sama seperti Jum'at tempo hari.

Sementara Nala hanya bisa menerima saja jurnal absen itu.

"Ini, tolong kamu bawa dulu ya ke kelas, sebentar lagi kak Ivan nyusul" ucap kak Ivan yang lagi lagi berlalu meninggalkan Nala di koridor itu sendiri dengan jurnal absennya.

Sementara Nala hanya terdiam menatap punggung kak Ivan yang berlalu dari sana.

Tidak, gadis itu tidak kesal seperti tempo hari saat mereka pertama kali bertemu di koridor itu.

Sebaliknya, Nala merasa sedih, karna tempo hari kejadian seperti ini saat Nala masih punya banyak waktu untuk melihat Elzan di sekolah ini.

Namun hari ini saat kejadian itu terulang, nyaris 1 hari lagi dimana Elzan akan melangkah pergi dari sekolah itu.

Kenapa harus terulang di tempat yang sama? - ucap Nala membatin, sembari berbalik berjalan ke arah kelasnya dengan membawa jurnal absen itu.

Gadis itu terus berjalan menuju kelasnya, dan langsung menaruh jurnal absen itu di meja guru yang ada di dekat papan tulis.

Selesai menaruh jurnal absen itu, Nala langsung kembali ke bangkunya. Ntahlah, gadis dengan id card di yang menggantung di lehernya itu merasa sangat sedih sekarang.

Tepat saat Nala baru saja duduk di bangkunya, tiba tiba kak Ivan datang dari luar kelas, dan masuk di kelas itu.

Nala yang tadinya sudah sempat terduduk kini harus kembali berdiri karna kebiasaan kelas mereka yang memberikan salam bersama sama kepada guru saat guru itu masuk ke kelas.

Ya, Nala harus kembali berdiri, kemudian memberi salam dan kini gadis itu kembali duduk lagi.

"Sama aja euy, menghambat duduk gue aja" gumam Nala dengan nada paling kecil.

"Baiklah, ini adalah pertemuan terakhir kita" ucap kak Ivan yang diiringi beberapa suara siswa kelas itu yang nampak mengeluh bahwa waktu berjalan begitu cepat.

"Ya, waktu memang berjalan begitu cepat, jadi disini saya akan meminta maaf untuk semua kelakuan saya selama mengajar kalian, apabila ada salah kata, atau perbuatan yang tak mengenakkan di hati, tolong di maafkan" balas kak Ivan sembari menjelaskan

"Dan hari ini, pada satu jam pertama, saya ingin kalian semua menuliskan pesan dan kesan untuk saya dalam sebuah kertas. Nanti silahkan taruh saja kertas kalian di atas meja guru. Boleh kalian mengungkap kan uneg uneg kalian, juga boleh jika ada yang ingin mengungkapkan perasaannya." sambung kak Ivan dengan sedikit candaan di ujung kalimatnya, agar kelas itu tak merasa terlalu sedih.

Siswa kelas itu kompak tertawa dan saling melirik karna candaan kak Ivan, ya mungkin di kelas ini memang ada pengagum rahasia kak Ivan, secara jika di ingat laki laki itu memang cukup untuk dibilang tampan dengan pesonanya sendiri.

Melihat para siswa itu tertawa, kini kak Ivan malah melanjutkan candaannya itu.

"Yaa, yang mau ngasih kado, atau mau foto sama kak Ivan, atau guru guru PPL yang lain, bolehh atuh, sebelum besok perpisahan, tar ga ketemu lagi" sambung kak Ivan.

Spontan seluruh kelas langsung menoleh ke arah Nala yang memang merasa sedikit tersindir karna ucapan kak Ivan itu.

"Siapa tau kan, disini ada yang mau foto sama guru guru PPL lain, kayak miss Nindya atau mungkin pak Elzan" ujar kak Ivan lagi, seolah memanasi candaannya itu.

"Wowowowowowo oh iya dongg, ada dongg" potong Karin yang memang sangat heboh dari barisan paling belakang.

"Ada yang naksir pak Elzan" sambung Karin yang memancing reaksi kaget dari wajah kak Ivan.

Semua siswa itu kini nampak kembali menatap Nala kompak.

Sementara gadis yang menjadi pusat perhatian itu berusaha untuk tidak menanggapi seolah tidak peduli dengan topik membicarakan ini.

Nala nampak mengotak ngatik jam tangannya, padahal jam tangan itu tidak rusak.

Kak Ivan yang mulai menyadari siapa yang dimaksudkan oleh perkataan Karin, sontak membuat Ivan memandang ke arah Nala, karna seisi kelas juga ikut memandang gadis itu.

"Lohhh, NALAA??" tanya kak Ivan dengan kondisi muka yang benar benar kaget.

Seisi kelas spontan mengiyakan hal itu, sementara Nala hanya bisa tercengir karna tak bisa menghindar lagi.

"Kak Ivan kenal lho sama papamu, apa mau di bantuin nanti?" ucap Ivan yang diiringi suasana mendukung dari seisi kelas.

Sementara Nala hanya bisa tersenyum, jujur saja Nala sangat salah tingkah pada moment itu, namun dia harus tetap menjaga image nya sebagai cewe yang cool.

"Sudah sudahh, sekarang kalian tulis ya, apa yang saya katakan tadi. Perihal pesan dan kesan, nanti taruh saja di atas meja guru itu" ucap kak Ivan kembali mengingatkan kembali mengenai intruksinya.

"Baik pak" balas murid murid itu kompak.

Seisi kelas kini fokus menulis pada kertasnya masing masing, perihal pesan dan kesan untuk kak Ivan.

Sementara Nala tidak tahu harus menulis kesan dan pesan apa. Alhasil gadis itu hanya menuliskan kata 'terimakasih' di atas kertasnya, kemudian melipat kertas itu, sembari menunggu beberapa siswa mengumpulkan duluan.

Setelah ada beberapa siswa yang menaruh kertas mereka di atas meja guru, barulah Nala kemudian berdiri dan beranjak dari kursinya sembari membawa lipatan kertasnya itu.

Kak Ivan yang kini melihat Nala yang menghampiri meja guru itu, 

"Kamu beneran suka dengan Elzan, Na?" tanya kak Ivan dengan kondisi muka yang serius.

Sementara Nala hanya mengangguk sambil menaruh kertas nya di atas tumpukkan kertas kertas lain.

"Sejak kapan, dan kok bisa? Apa karna si Elzan ngajar kelas ini?" tanya kak Ivan dengan penasaran.

"Bukan karna dia ngajar kelas ini, karna kelas ini ga kebagian di ajar oleh kak Elzan" ucap Nala menjelaskan.

Kak Ivan terlihat mengingat dan mengangguk paham, benar kata Nala, Elzan tidak mengajar kelas 10. A. Kelas kelas yang di ajar oleh Elzan, adalah kelas barisan ujung.

"Terus karna apa?" tanya kak Ivan lagi.

"Karna dia mirip seseorang. Tapi sekarang engga deng, kak Elzan tetap Elzan" ujar Nala sengaja membuat jawabannya terlihat ambigu.

Meskipun begitu, kak Ivan mengerti apa yang dikatakan oleh Nala.

Laki laki itu nampak mengangguk paham.

"Eh iya kak Ivan bawa handphone ga?" tanya Nala.

"Bawa, emang kenapa?" balas kak Ivan.

"Nanti bantuin Nala" ucap Nala sambil tersenyum.

✦ ✦ ✦

Perasaan Nala [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang