kebencian

1.4K 145 11
                                    

"Kamu yakin milih dia sebagai partner?" Bisik Freen pada Heng.

"Udah udah, kamu duduk aja dulu" Heng menjawab dengan memaksa Freen duduk ditempatnya.

Tatapan Freen dan Sana beradu,

'Ayolah, apa dia benar benar bisa membantu? Dia terlihat sangat feminim'

"Sana, kamu tahu kan tujuan kamu ada disini apa?" Tanya Freen tidak ingin berbasa basi, menurutnya jika Sana tidak bisa atau tidak ingin, mereka bisa mencari yang lain. Terlalu menyebalkan jika harus bermain main terlebih dahulu.

Yang ditanya mengangguk dengan pasti, dia sangat tau 'jobs desk' Nya.
"Tau, ka Heng sudah menjelaskan. Walau tidak secara detail."

"Lalu apa kamu masih mau bergabung?"

"Tentu, aku sudah berada disini. Dan aku tidak akan mundur."

Freen POV

Aku menganggukkan kepalaku beberapa kali, ingin percaya pada partner baruku.

"Jujur, aku tidak terlalu percaya padamu, Sana. Bagaimana jika kamu membuktikan kemampuanmu? Kebetulan aku ingin menghabisi seseorang malam ini." Ucapku sambil tersenyum kecil. Membayangkan apa yang akan terjadi selanjutnya, saat aku menghabisi pria itu.

Mata Sana berbinar begitu mendengar ucapanku

"Aku akan senang hati membantu ka Freen."

Aku menatapnya lama.
"Jangan pernah memanggil nama asliku ketika sedang bertugas. Panggil aku dengan sebutan V. Mengerti?"

Sana mengangguk setuju -masih dengan senyum mengembang- , dia meneruskan melahap makanan didepannya.

"Apa aku harus ikut?" Tanya Heng, melihat kearahku.

Aku terdiam sebentar, memikirkan strategi dan kemungkinan yang akan terjadi disana. Lalu kemudian mengangguk pasti.

"Boleh, untuk berjaga jaga."

Heng mengangguk.
"Baiklah, kapan kita akan berangkat?"

"Malam ini"

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Angin berhembus cukup kencang, aku menunggu Heng dan Sana yang akan membawa santapanku. Mereka memintaku untuk menunggu disini, disebuah bangunan yang sudah terbengkalai bertahun tahun, terlebih sangat jarang orang yang lewati jalan ini.

Aku menghisap rokokku yang manis dengan dalam, menghembuskan asapnya ke langit sebagai pelampiasanku agar aku bisa menahan diriku terlebih dahulu.

Tanganku sedikit gemetar, bukan karena aku takut. Tapi, karena aku sangat senang, akhirnya hari ini datang juga. Aku tidak sabar untuk menanti mangsaku.

Lalu tak lama ku denger suara mesin mobil mendekat ke arah bangunan ini, aku mematikan rokokku lalu berjalan ke pintu utama yang terbuat dari bekas atap metal galvalume itu lalu menariknya hingga Heng dan Sana bisa masuk.

"Dia belum mati kan?" Tanyaku memastikan.

"Belum ko, tadi cuma dipukul dikit aja pake tongkat base ball" Jawab Sana tenang. Auranya sangat berbeda, dibandingkan saat kita bertiga makan malam bersama

Aku melihat ke arah tongkat base ball yang berlumuran darah.

'Dia bilang sedikit?'

Aku menggelengkan kepalaku, sepertinya Sana memang bisa dipercaya. Karena aku tau bagaimana cara Heng melumpuhkan lawannya. Jadi bisa aku pastikan bahwa itu perbuatan dari Sana.

"Kita kemanakan dia?" Tanya Heng.

Aku tersadar dari lamunanku.

"Ikatkan dia dikursi, aku akan menunggunya sampai tersadar. Kalian bisa pulang atau menonton dari tempat yang gelap." Jawabku dingin.

Do you still love me? (21+) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang