kebencian (2)

1.3K 154 17
                                    

4 tahun yang lalu

Hujan deras mengguyur kota, Freen memeluk tubuhnya sendiri. Sudah sekitar satu jam ia berteduh didepan sebuah ruko milik nenek nenek didekat sekolah. Sebenarnya sang nenek juga sudah menawarkan Freen untuk menunggu didalam. Tapi, dengan sopan ia menolak dan berkata akan segera ada jemputan untuknya. Padahal sebenernya ia tidak tahu bagaimana caranya pulang dengan keadaan deras seperti ini.

"Udah satu jam, apa terobos aja kali ya?"
Dengan menganggukkan kepala Freen bertekad akan menerobos hujan agar dirinya bisa sampai rumah lebih cepat. Ia berlari sekuat tenaga menuju kendaraan umum yang kebetulan berada didepannya.

Tak terasa kini ia sudah sampai di gang depan rumahnya, ada beberapa meter lagi sebelum sampai dan hujan masih sangat deras. Tapi, itu tidak menyurutkan niat Freen untuk menerobosnya, ia berlari cukup cepat hingga akhirnya sampai didepan rumah.

"Huft, akhirnya sampai rumah. Eh tapi ayah udah pulang ya?" Pandangan Freen tertuju pada mobil hitam yang terparkir rapih. Begitu pintu depan dibuka, ia disambut oleh bi Sumi dengan handuk ditangannya.

"Bukannya ngasih tau bibi kalo Freen mau pulang, jadi basah kuyup gini kan. Pake dulu handuknya, keringin rambut terus mandi ya."

Freen mengangguk, bi Sumi sudah seperti ibu kandungnya. Mungkin karena ia juga sudah diasuh bi Sumi sejak kecil. Walau tidak bisa dipungkiri ibu kandungnya pun terkadang memberi perhatian kecil.

"Ayah udah pulang ya bi?" Tanya Freen.

Bi Sumi mengangguk,

"Iya, tapi ayah aja, katanya ibu sedang ada kerjaan yang ga bisa ditinggalin."

Freen mengangguk beberapa kali, langkahnya kini tertuju ke kamarnya yang berada dilantai dua. Tanpa rasa ragu ia membuka pintu dan sedikit kaget melihat sang ayah sedang melihat lihat buku kedokteran yang ia beli sendiri.

"Kamu beli ini semua sendiri?"

Freen tersenyum senang, sudah sangat lama ia tidak mengobrol dengan ayahnya perihal dunia kedokteran. Walau tidak bisa dipungkiri terkadang ayahnya sangat kejam padanya. Tapi, ada beberapa waktu ayahnya -Bram- terlihat lebih lunak.

"Iya yah, aku ingin menjadi dokter seperti ayah" Ucap Freen bangga.

Bram tersenyum kecil. Ia lalu duduk ditepian kasur.
"Kemari" Ucapnya sambil menepuk nepuk tempat kosong disampingnya.

Freen menutup pintu perlahan lalu menghampiri sang ayah, tidak ada sedikitpun ia menaruh curiga.
Lalu tiba tiba tangannya ditarik cukup kuat oleh Bram hingga Freen kini berada dipangkuannya.

"Kamu sungguh cantik, sangat berbeda jauh dengan ibumu. Apa kamu kedinginan? Mau saya hangatkan?"

Freen kaget mendengar bisikan ayahnya, ia tidak bodoh. Tangannya mendorong pundak Bram dengan kuat berharap bisa lepas dari tarikan Bram.

"Mau kemana? Saya bisa ngajarin kamu sistem reproduksi manusia plus kamu bisa ngerasain enaknya!"

Tidak ingin menuruti nafsu bejat Bram, Freen terus menerus memberontak hingga akhirnya ia kalah dan Bram berada diatasnya.

"Jika saja kamu bisa diam, saya bisa bermain lembut. Bangun sekarang!"

Bram turun dari atas Freen dan mengambil sabuk yang menggantung dikamar Freen, ia mengikat kedua tangan ke belakang lalu mendudukannya di kursi belajar.

"Nah duduk yang bagus, kalo gini kan lebih gampang. Aku hanya ingin kamu mengulum milikku." Ucap Bram tiba tiba lembut, seakan ia berbicara dengan istrinya.

Do you still love me? (21+) - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang