Rinjani menarik nafasnya berulang kali.
Saat dirinya berlari menjauh dari Cakra tadi, tanpa pikir panjang, tujuan utama Rinjani langsung menuju kekelasnya.
Dan kini dirinya sudah berada di dalam kelasnya. Benar saja tebakannya— tak ada murid lain selain dirinya disini.
Menghembuskan nafas lelah, di dudukkannya dirinya ke bangku miliknya. Ia pun terdiam disana beberapa detik disana.
Nafasnya masih terdengar tak beraturan. Asmanya hampir kambuh lagi, ditambah dengan Rinjani yang berlari bagai orang gila di halaman koridor tadi.
Tangannya lalu terjulur untuk kembali mengambil inhealer miliknya.
Hhhh.
Hhhh.
Kepala Rinjani tertunduk, sesak pada paru-paru nya terasa sedikit lega sekarang. Tangannya memegang dadanya sendiri yang masih terasa sedikit sakit karena berlari tadi.
Rinjani masih sibuk mengatur pernafasan pada paru-paru nya, tiba-tiba dikejutkan dengan sesuatu yang tiba-tiba saja terlempar ke atas mejanya.
Kotak makannya.
Rinjani mendongakkan kepala perlahan.
Dilihatnya di samping meja miliknya, Cakra berdiri menjulang, dihadapannya, menatapnya datar."Punya lo."
Ucap Cakra singkat. Tatapannya masih sama, tajam dan gelap, namun kemarahannya sepertinya sudah berkurang.Rinjani menunduk lagi menatap kotak makannya diatas meja, tangannya masih berada di dadanya, mencoba menghilangkan debaran di dadanya akibat kaget.
Dengan ragu, ia kembali mendongak menatap Cakra.
Cakra mengantarkan kotak makannya kesini. Rinjani jadi bertanya-tanya. Apa sebenarnya— Cakra baik? Apa rumor yang bertebaran di luar sana tantang Cakra adalah salah?
Pandangannya lalu turun, dilihatnya noda bekas makanan yang tak sengaja Rinjani tumpahkan tadi masih menempel disana.
Perasaan bersalah tiba-tiba muncul di benaknya.
Rinjani merasa tidak enak, tapi juga takut.
Rinjani tak akan mau memakai seragam itu jika noda seperti itu menempel pada bajunya. Begitupun dengan Cakra.
Jadi wajar saja jika Cakra tadi marah kepadanya— dan mencekiknya. Dan hampir membunuhnya.
Ucap Rinjani dalam benaknya, mencoba menenangkan diri.Cakra mendengus. Perempuan didepannya ini hanya diam saja dengan wajah bodohnya tanpa berniat mengucapkan terima kasih.
Yang benar saja.
Cakra sudah hendak ingin pergi dari sana, tiba-tiba menghentikan langkahnya saat dirinya merasa sesuatu menggenggam jari kelingkingnya.
Tangan Rinjani.
Cakra menoleh, menatap kearah jarinya yang tengah digenggam oleh Rinjani.
Alisnya terangkat, tatapannya menatap Rinjani dengan raut bertanya.Tangan itu terasa begitu dingin, juga sedikit bergetar.
Dengus kecil keluar dari bibir Cakra, dibarengi dengan seringai yang ikut muncul di sudut bibirnya.
Cewek ini takut, tapi tetap saja sok berani.
Meskipun begitu, ditunggunya Rinjani yang belum juga berbicara dengan alis terangkat.
Beberapa detik telah berlalu dan dilihatnya Rinjani tak ada niatan untuk membuka mulutnya. Cakra yang sudah habis kesabarannya, berdecak dengan keras.
"Lo mau—"
Ucapan Cakra terhenti saat tiba-tiba saja Rinjani mendadak bangkit dari kursinya dan langsung menarik Cakra untuk mengikutinya dengan terus menggenggam kelingking Cakra.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stolen Your Heart
Romance"I think I like you. Lets date." Ucap Cakra, santai. Tangannya yang berada di dagu Rinjani menggerakkan wajah Rinjani ke kanan dan ke kiri dengan pelan. Lagi-lagi meneliti fitur wajah Rinjani. "Tapi kak, kita saudara- tiri." Ucap Rinjani. Suaranya t...