Cakra kembali ke kamarnya setelah mengambil air untuk Rinjani.
"Minum." Ucapnya, menyerahkan gelas berisi minuman kepada Rinjani.
Rinjani mendongakkan kepalanya, ia menatap Cakra dihadapannya, hanya beberapa detik, sebelum Rinjani kembali menundukkan pandangannya.
Tangannya dengan pelan mengambil sodoran minuman itu dan menyicipnya. Rinjani tak tau ini apa, namun sepertinya minuman penghilang mabuk.
Mengapa Rinjani bisa tau? Dirinya pun tak mengerti.
"Terima kasih." Bisiknya.Rinjani tak lagi menangis. Air matanya sudah kering. Efek akoholnya pun sebenarnya sudah benar-benar hilang. Namun ia tetap meminum gelas yang Cakra sodorkan kepadanya.
Mereka terdiam lama. Keheningan kembali terdengar. Bahkan suara jam berdetak terdengar begitu nyaring di telinga Rinjani.
Rinjani perlahan menarik gelas dari bibirnya, membuat ruang kamar Cakra hanya terdengar oleh suara kukunya yang beradu dengan gelas.
Entah Cakra sedang memikirkan apa, Rinjani tak tau. Wajahnya tanpa ekspresi. Sangat sulit untuk menebak apa yang ada didalam kepala cowok itu.
Cakra terus berdiri menatap Rinjani, pandangan laki-laki itu lurus, mengawasi setiap gerakan Rinjani.
Rinjani yang sadar diperhatikan, hanya bisa diam, mata bergerak-gerak tak tentu, sambil kembali menghabiskan minumannya. Kecanggungan benar-benar mencekiknya.
Saat air didalam gelas miliknya sudah habis, Cakra segera mengulurkan tangannya dan mengambil gelas ditangan Rinjani untuk ia letakkan di nakas meja samping kasur miliknya.
Mereka kembali terdiam.
Rinjani bahkan tak berani bergerak, tangannya dengan patuh tertaut di atas pahanya.Diam-diam, Rinjani melirik-lirik Cakra dari sudut matanya. Ia mencoba membaca setiap ekspresi diwajah Cakra.
Cakra yang berdiri menjulang dihadapan Rinjani, terlihat seperti mahakarya.
Postur badannya, fitur wajahnya, dan matanya. Matanya sangat indah. Seperti malam di bulan purnama. Dingin, namun juga hangat.Tak menemukan apapun, Rinjani akhirnya mengalihkan pandangnnya dari wajah Cakra, turun kebawah, kelehernya. Tak sengaja ia melihat sebuah kalung yang terpaut pada leher cowok itu, tersembunyi dibalik pakaian yang Cakra pakai.
Rinjani mengernyitkan keningnya, baru kali ini ia melihat kalung itu. Atau memang selama ini Cakra selalu memakai kalung itu dan Rinjani baru melihatnya?
Kalung apa itu? Rinjani sedikit penasaran. Ia ingin bertanya dan menyentuhnya. Namun sepertinya akan terlihat bodoh jika tiba-tiba meminta itu.
Raut wajahnya sedikit kecewa. Dan sepertinya Cakra menyadari arah pandang Rinjani.
Saat Rinjani baru akan melepaskan tatapannya dari kalung itu. Tanpa diduga, Cakra tiba-tiba mengangkat tangannya.
Tangan Cakra menuju ke lehernya dan langsung mengeluarkan kalung dari balik pakaiannya, memperlihatkan kepada Rinjani kalung miliknya. "Ini. Kalung nya." Ucap Cakra, tiba-tiba.
Rinjani akhirnya menatap Cakra sepenuhnya. Matanya terlihat terkejut. Cakra— mungkin melihatnya memperhatikan kalung itu sedari tadi.
"Lo mau liat kan? Ini. Kalung gue."
Ucap Cakra lagi, menunduk ke arah Rinjani, menyodorkan kalung yang masih melingkar di lehernya. Cakra memegang bandul kalung itu, yang ternyata adalah sebuah cincin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stolen Your Heart
Romance"I think I like you. Lets date." Ucap Cakra, santai. Tangannya yang berada di dagu Rinjani menggerakkan wajah Rinjani ke kanan dan ke kiri dengan pelan. Lagi-lagi meneliti fitur wajah Rinjani. "Tapi kak, kita saudara- tiri." Ucap Rinjani. Suaranya t...