Kaki Rinjani bergerak-gerak tak tentu arah.
Rinjani ingin. Rinjani juga ingin membalas semua perlakuan mereka, seperti yang Cakra bilang. Namun— sesuatu dalam dirinya seperti menyuruh Rinjani untuk jangan melakukan itu.
Kenapa? Kenapa mereka boleh dan Rinjani tidak?
Tanya Rinjani kepada dirinya sendiri."Jadi?"
Suara Cakra tiba-tiba memecah keheningan mereka.Rinjani tak menjawab, fokusnya masih menatap ke arah sepatunya.
"Gue bisa bantu." Ucap Cakra lagi. Seperti mendesak Rinjani untuk melakukan itu.
Rinjani masih terdiam cukup lama. Sampai akhirnya ia menggeleng.
"Tapi itu hal buruk."
Ucapnya pelan.Cakra menatap Rinjani tajam.
"Lo mencuri. Lo kriminal. Lo juga melakukan hal buruk."
Terdengar geraman di suara cowok itu.Rinjani tersentak.
Ucapan itu— Benar.
Rinjani tau itu, Rinjani jelas sadar. Tapi tetap saja sesuatu dalam dirinya menolak ucapan itu.
Bibirnya bergetar sebentar, pandangannya menatap Cakra lama.
Setelah dipikir-pikir, Rinjani sama sekali tak ingat kapan pertama kali ia mencuri, mengapa ia memutuskan untuk mulai mencuri. Tiba-tiba saja mencuri adalah hal normal yang ia lakukan sehari-hari untuk bertahan hidup.Pandangan ramah yang Cakra perlihatkan kepadanya sebelumnya tiba-tiba hilang. Digantikan dengan tatapan saat pertama kali mereka bertemu di koridor, saat Rinjani menumpahkan kotak bekal ke seragam Cakra. Tatapan tajam, seolah Rinjani musuhnya.
Suara bel masuk tiba-tiba berbunyi. Cakra mengalihkan pandangannya dari Rinjani, kembali ke depan, menatap lurus pemandangan di hadapannya.
"Cabut lo dari sini."
Ucap Cakra, datar tanpa menatap Rinjani. Ekspresi cowok itu seperti tengah menahan sesuatu. Amarah.
Tangannya kembali bergerak untuk menghisap putung rokok yang terselip di jarinya.Rinjani menatap Cakra.
Beberapa detik kemudian ia memutuskan untuk bangkit dari sana dan menuju ke kelasnya.
Meninggalkan Cakra yang sepertinya tak berniat untuk kembali ke kelasnya.___
"Sepupu gue satu sekolahan sama dia. Katanya itu bener."
"Lo serius?"
"Iya! Waktu itu sempet rame banget disekolahnya. Orang-orang pada ngebully dia, nyuruh dia pindah sekolah."
"Sialan! Kita juga harus gitu! Dia ga boleh disini!"
Rinjani mengencangkan pegangannya pada tali tas ranselnya. Orang-orang di sekitarnya menatapnya tajam, dan berbisik membicarakan Rinjani.
Dadanya begemuruh, tubuhnya makin mendekat pada guru asing yang ia ikuti saat pulang sekolah. Rinjani tak tahu nama guru di depannya ini. Dia hanya mengikutinya.
Rinjani mengikutinya untuk menghindari seseorang yang mungkin akan menyakitinya.Paru-paru nya.
Rinjani menekan dadanya. Terasa menyesakkan.Hampir saja ia keluar mencapai lapangan sekolah.
Seseorang tiba-tiba menarik tangannya.Orang itu menarik tangan Rinjani kuat, nyaris menyentaknya lalu mendorongnya kuat.
Rinjani terjatuh, dengan tubuh yang mendarat lebih dulu. Kepalanya terantuk lantai. Lututnya kecet. Rinjani bahkan bisa merasakan sakit pada pinggangnya sekarang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stolen Your Heart
Romance"I think I like you. Lets date." Ucap Cakra, santai. Tangannya yang berada di dagu Rinjani menggerakkan wajah Rinjani ke kanan dan ke kiri dengan pelan. Lagi-lagi meneliti fitur wajah Rinjani. "Tapi kak, kita saudara- tiri." Ucap Rinjani. Suaranya t...