6.

10.7K 549 24
                                    


Satu...

Dua...

Tiga...

Satu... dua..

Rinjani menghitung uang recehan yang berada di tangannya.

Sangat menyebalkan.

Rinjani benci kota ini.

Mereka berkata semua yang terjadi hanyalah nasib buruk.

'Kita tidak sama, kita berbeda.'
Ucap seseorang yang berada di hadapan Rinjani.

Dengan wajah tersenyum orang itu berkata. Semua ucapannya benar, semua yang ia katakan benar. Hingga kata-kata itu masuk ke dalam jantung Rinjani seperi sebilah pisau tumpul yang menusuk dan merobek-robek jantungnya dengan paksa.

Sebilah pisau tajam memang menyakitkan, tapi pisau tumpul terasa sangat beribu-ribu kali menyakitkan.

Rinjani pikir pisau itu tak akan bisa menyakitinya karena ia tumpul, namun ternyata terasa lebih menyakitkan justru karena itu tumpul.

Rinjani masih ingat kata-kata terakhir yang orang itu bisikkan kepada Rinjani sebelum tangannya dengan santai mendorong Rinjani ke ujung jembatan.

Dia mendorong Rinjani ke tepi, dan Rinjani terpeleset dan kemudian air terasa memenuhi seluruh tubuh Rinjani.

Tubuhnya terasa sakit, paru-paru nya terasa terbakar akibat terisi air. Tubuh Rinjani terus saja mencoba mencari permukaan, namun apa daya air sungai ini sangat dalam.

Rinjani tak dapat merasakan permukaannya sama sekali. Semakin lama, semakin ia terhanyut ke bawah. Semakin terasa terbakar pula di seluruh tubuhnya.

Rinjani terus saja bergerak-gerak tak tentu arah.

Matanya hampir menutup. Oksigen di dadanya sebentar lagi habis.

Hingga kesadarannya— perlahan hilang.

Rinjani tiba-tiba membuka matanya. Keringat bercucuran di pelipisnya.

Tubuhnya terbaring kaku.

Matanya menatap langit-langit ruangan dalam diam. Seperti nya Rinjani tengah berada di dalam UKS saat ini. Dan berbaring di salah satu ranjang.

Terdengar suara tirai terbuka dari bilik sebelah, membuat Rinjani mau tak mau menolehkan kepalanya ke asal suara.

Benar, Rinjani sedang berada di UKS.

Disana, terlihat Cakra tengah duduk di atas ranjang UKS, menatap Rinjani datar sambil lidahnya bermain-main membuat balon dari permen karet.

Kaki cowok itu bahkan terjulur dan bergoyang-goyang dengan santai.

Rinjani dengan wajah tanpa ekspresi hanya diam saja menatap cowok itu.

Meski raganya berada disini, pikirannya terlihat kosong.

Kepalanya lalu kembali bergerak, kembali mengarah ke depan, menatap ke langit-langit ruangan.

Rinjani terus saja menatap langit-langit ruangan itu dalam diam. Entah apa yang tengah ia pikirkan atau lihat disana.

Terdengar dengusan pelan disampingnya, membuat Rinjani kembali menatap ke arah Cakra, yang ternyata cowok itu masih memfokuskan tatapannya ke arah Rinjani. Namun ekspresi Cakra kali ini berbeda, bibirnya terlihat terangkat sebelah.

Entah apa yang tengah cowok itu pikirnya, Rinjani terlalu malas untuk menebak-nebak.

Fokus Rinjani lalu berpindah ke lidah cowok itu yang masih saja terus bermain-main dengan permen karetnya. Rinjani menatap itu masih dengan wajah tanpa ekspresinya.

Tak lama, terdengar helaan nafas keluar dari mulut Rinjani.

Dirinya terlihat benar-benar seperti seorang pasien jika begini.

Perlahan, Rinjani akhirnya bangkit dari posisi berbaringnya, lalu duduk di atas ranjang UKS.

Posisi tubuhnya berhadapan dengan Cakra, ikut mencontoh posisi duduk yang tengah Cakra lakukan.

Kedua tangan Rinjani juga ia diletakkan di samping tubuhnya, persis seperti yang dilakukan Cakra saat ini.

Rinjani terus menatap Cakra, begitupun dengan Cakra yang juga menatap Rinjani intens sambil muutnya masih terus mengunyah permen karet.

Beberapa menit berlalu, mereka masih saling tatap.

Cakra akhirnya tersenyum kecil.
Cowok itu bangkit dari posisi duduknya, lalu berjalan mendekat ke arah Rinjani.

Rinjani. Ia terlihat hanya mengamati gerak-gerik Cakra saja, tak berniat untuk membuka mulutnya ataupun sekedar untuk bergerak dari tempat duduknya.

Sampai Cakra berada di hadapan Rinjani, ujung sepatu Cakra terasa menyentuh ujung sepatu nya. Di gesernya kaki itu hingga kedua kaki Rinjani terbuka.

Tubuh Cakra lalu memasuki kedua celah kaki Rinjani, merapatkan jarak mereka.

Cakra lalu menunduk menatap Rinjani yang terngah berada di bawahnya.

Dicengkramnya rahang Rinjani, lalu didongakkannya kepala itu sampai menatap Cakra yang berdiri menjulang di hadapannya.

'Pop'

Rinjani yang tengah mendongakkan kepalanya, memjamkan matanya refleks. Permen karet yang Cakra tiup pecah. Diatas wajahnya.

Dengan lihai, lidah Cakra kembali mengambil permen karet itu dan memasukkannya ke dalam mulutnya, sambil matanya terus menatap intens Rinjani yang masih memejamkan mata.

Tangan Cakra satunya lalu terangkat, di elusnya rambut Rinjani dengan pelan sampai mata Rinjani kembali terbuka.

Senyuman miring Cakra kembali muncul, ekspresi puas terlihat diwajah Cakra setelah ia meneliti wajah Rinjani.

Tangan Cakra yang masih berada di rambut Rinjani, perlahan menarik rambut itu— sedikit kuat namun tak sampai menyakiti kepalanya— sampai kepala Rinjani benar-benar terdongak.

Dagu Rinjani bahkan terasa menyentuh perut Cakra dan bibirnya terbuka sedikit karena posisi nya sekarang.

Cakra mendekatkan kepalanya ke telinga Rinjani.

Sambil tersenyum tipis, cowok itu berbisik tepat didepan telinga Rinjani.

"Lo mau ikut gue malem ini?"
Bisik Cakra.

Cakra menjauhkan wajahnya setelah mengatakan itu, meneliti ekspresi Rinjani.

Senyum tipisnya kembali terbit saat melihat bola mata Rinjani terlihat bergerak sedikit, menandakan cewek itu merespon ucapannya.

Cakra lalu menolehkan kepalanya ke samping, menatap ke atas meja yang berada di pinggir ranjang.

Tubuhnya bergerak ke sana.
Diambilnya kertas dan juga pulpen.

Terlihat Cakra mencoret-coret sesuatu disana, lalu kembali mendekati Rinjani dan berdiri di hadapan cewek itu.

"Kesini jam 8."
Ucap Cakra sambil melipat kertas ditangannya.

Kertas itu kemudian dimasukkan ke kantung seragam Rinjani.

Di elusnya bibir Rinjani sebentar sebelum dirinya melangkah pergi dari sana, meninggalkan Rinjani seorang diri di dalam UKS.

___

20 Januari 2024

Stolen Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang