"Kak, gerimis!"
Rinjani masih berjalan mengikuti Cakra dengan Cakra yang terus menarik tangannya menuju ke tempat dimana motor Cakra terparkir.Ia mengadahkan tangannya, didongakkannya kepalanya menatap ke gelapnya langit— yang kini mengeluarkan butiran-butiran air yang biasa orang-orang sebut hujan.
Tangan Rinjani dengan cepat terangkat dan menarik tudung hoodienya, menutupi kepala dari rintik-rintik hujan yang akan mengenainya.
Langkah kakinya semakin cepat, dari yang hanya berjalan— menjadi berlari kecil, agar mereka cepat segera sampai ditempat parkiran motor Cakra dan berteduh.Tiba-tiba, Cakra menghentikan langkahnya.
Gerakan tiba-tiba itu, membuat Rinjani yang tak siap, otomatis menabrak punggung Cakra.Ia mengerang, lalu memegang keningnya sendiri.
Cakra membalikkan badannya, dilihatnya Rinjani yang tengah mengaduh sambil mengusap keningnya sendiri.
Perlahan senyumnya terbit, tangan Cakra lalu terangkat, di bukanya tudung hoodie Rinjani, membuat kepala Rinjani kembali kehujanan.
Rinjani lalu terdongak, matanya menatap Cakra bingung, bertanya apa maksud dari perbuatannya itu.
Masih dengan wajah bingungnya, kelopak matanya tiba-tiba saja tertutup rapat saat tau-tau cipratan air mengenai dan membasahi wajahnya.
Bukan— bukan hujan. Cakra yang melakukan itu.
Tawa Cakra makin lebar saat ia melihat wajah Rijani setelahnya. Melongo dan basah kuyup. Rinjani menatap Cakra dengan ekspresi kebingungan yang luar biasa.
"Kak, kenapa?"
Tatapannya tak percaya. Keterkejutan terlihat jelas diwajahnya.Rinjani pikir, Cakra marah karena ia menabrak punggungnya dengan keras tadi.
Tapi saat mendengar tawa terbahak-bahak Cakra dan ekpresi jahil cowok itu, Rinjani tersadar.Cakra menjahilinya.
Cowok itu terlihat berjalan mundur, menjauh dari Rinjani sambil masih menertawai Rinjani.
Mengusap wajahnya.
Dengan cepat otak Rinjani berkerja dan menadah air yang mengalir dari atas genteng rumah disampingnya.Baru saja ia hendak menyipratkan air itu ke wajah Cakra, tahu-tahu Rinjani sudah tak melihat lagi Cakra di depannya.
Cakra berlari sambil kepalanya menoleh kebelakang, menatap Rinjani dengan ekspresi meledeknya."Kak!"
Ditengah gerimis hujan, Rinjani berlarian mengejar Cakra. Tangannya masih menadah air.
Percikan air yang mengenai celana dan hoodienya, Rinjani hiraukan.Perlahan senyumnya terbit, menyadari betapa kekanakannya kelakuan mereka sekarang.
Tak lama, tawa Rinjani lepas.
Disana. Rinjani melihat disana— Cakra sedang memasang helm full facenya. Lidahnya menjulur sambil wajahnya memasang ekspresi bodoh.
Ia terus saja berlari sambil masih mempertahankan genangan air di kedua telapak tangannya.
Tiba di depan motor Cakra, dengan cepat Rinjani memercikkan air yang sudah ia tamping itu ke tubuh Cakra.
Tak ada yang berbeda sebenarnya, karena hoodie Cakra sudah basah sebelumnya—- Hanya saja Rinjani ingin membalas dendam.Rinjani tertawa lagi.
Dilihatnya tubuh Cakra yang terlihat sedikit oleng karena menghindari air cipratannya.Cakra menatap Rinjani, ia melihat tawa Rinjani yang tak pernah ia lihat sebelumnya.
Tak sadar. Bibirnya ikut berkedut. Kedua ujung bibir itu terangkat meskipun hanya sedikit.
Jelas senyum cowok itu tak terlihat karena tertutup oleh helm. Matanya memancarkan ekspresi yang tak terbaca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stolen Your Heart
Romance"I think I like you. Lets date." Ucap Cakra, santai. Tangannya yang berada di dagu Rinjani menggerakkan wajah Rinjani ke kanan dan ke kiri dengan pelan. Lagi-lagi meneliti fitur wajah Rinjani. "Tapi kak, kita saudara- tiri." Ucap Rinjani. Suaranya t...