27. Kilas Balik

7.2K 413 156
                                    

Rinjani berjalan keluar kelas sambil memegang perutnya, tubuhnya lemas, tatapannya terlihat memelas.

Seharian ini. Sepertinya dirinya tak makan.

Rinjani merasa dia akan tumbang sebentar lagi.

Tahan. Sebentar lagi. Mati kelaparan benar-benar tidak keren.

Kepalanya menengok ke kanan dan kiri, mencari angkutan umum yang akan dinaikinya menuju ke arah rumahnya.

Dan matanya seketika tertuju ke sebuah kendaraan yang berwarna biru muda. Seharusnya itu.

Atau.. bukan?

Mata Rinjani terasa berkunang-kunang. Warna kendaraan itu tak terlalu jelas, namun dirinya bisa menyakini jika bus itu berwarna biru.

Sambil menyeret kakinya, ia menuju ke arah sana.
Disana sudah ada beberapa orang, dan sepertinya busnya sebentar lagi akan beranjak. Dengan cepat, Rinjani masuk dan menempelkan kartu kendaraannya di samping supir, lalu bergegas menuju ke bangku diujung jendela.

Badannya menyamping sedikit ke kanan, kepalanya ia sandarkan pada kursi.

Sambil meringkuk, Rinjani terus menahan perutnya sendiri.

Ia menutup matanya, memaksakan diri untuk tidur agar waktu cepat berlalu.

Suara mesin dan pergerakan bus, membuat Rinjani tau jika busnya baru saja mulai berjalan.

Didalam otaknya terus memikirkan makanan apa saja yang ada di meja makan sesampainya ia menuju rumah ibunya. Rumah milik suami baru ibunya yang baru saja ia tempati 2 minggu ini.

Mungkin akan ada ayam goreng dan juga kangkung tumis. Rinjani sangat suka kangkung tumis. Ia harus mengambil makanan itu sebelum ibu atau ayah tirinya muncul.

Perjalanan terasa sangat tenang. Dalam setengah tidurnya, Rinjani sedikit mengerutkan kening menyadari pergerakan bus yang ia tumpangi. Seingatnya, jalan menuju kerumahnya terasa berkelok-kelok. Mengapa mobil ini terasa sangat tenang?

Keningnya semakin berkerut bingung, namun suara didalam perutnya, tiba-tiba kembali membuatnya meringis dan mematikan semua pikiran di dalam otaknya.

Tubuhnya semakin meringkuk, matanya juga semakin terpejam kuat.

Rinjani kembali memaksakan dirinya untuk tidur. Matanya tak bisa terpejam sebenarnya, akibat terlalu fokus dengan rasa sakit di perutnya. Namun Rinjani tetap memaksakan dirinya untuk tidur.

Dan ia harus tidur.

Rinjani tak jika percaya ia benar-benar bisa tertidur, sampai seseorang tiba-tiba saja menepuk bahunya, membuatnya mau tak mau membuka matanya. Dan kepalanya langsung terasa seperti baru saja ditimpuk batu berukuran 100kg.

Mengapa perjalannya terasa sangat cepat? Apakah ia pingsan sebentar tadi?

"Udah pemberhentian terakhir kak."
Ucap seseorang didepan Rinjani yang menepuk bahunya tadi.

Rinjani menengok kanan kini, sudah tidak ada lagi penumpang disini. Sepertinya ini pemberhentian terakhir. Ternyata Rinjani benar-benar pingsan sebentar tadi.

Rinjani mengangguk menjawab ucapan orang itu. Ia mengambil tasnya, lalu menyampirkannya pada kedua bahunya. "Makasih ya kak." Ucap Rinjani, dengan langkah yang sedikit terhuyung.

Laki-laki itu terlihat mengangguk, namun matanya menatap Rinjani sedikit khawatir. "Mba gapapa?" Tanya nya.

Rinjani menatap pria itu, lalu mengangguk dengan sopan. "Gapapa kak." Balasnya yang kemudian langsung turun dari bus itu.

Tubuhnya sedikit oleng saat sudah mencapai tanah.
Namun saat ia melihat ke arah depan, Rinjani kembali mengertukan keningnya, menyadari jika tempatnya berada saat ini bukan daerah rumah ibunya, bahkan Rinjani merasa sangat asing dengan tempat ini.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 25 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Stolen Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang