Sedari ia masih kecil, Cakra sudah memiliki kelainan. Setidaknya itu yang selalu orang katakan kepadanya.
Hidungnya sensitif. Sangat sensitif.Ia bisa mencium aroma apapun dari kejauhan, bahkan aroma yang orang lain tak bisa menciumnya.
Apapun yang mengeluarkan aroma, efeknya bisa berkali-kali lipat untuk Cakra. Seperti alkohol yang tadi malam ia tegak, ataupun rokok yang saat ini tengah ia hisap.
Aroma tembakau dari rokok yang tengah ia hisap ini, membuat efek yang sangat kuat untuk Cakra. Ia bisa merasakan nikotin yang berkali-kali lipat hanya dengan menghisap satu putung rokok.
Sebenarnya satu batang rokok sudah cukup untuk membuatnya sedikit mabuk. Hanya saja, tadi malam ia merada benar-benar membutuhkan seuatu yang lebih memabukkan dari pada rokok, hingga memutuskan untuk menegak setengah botol alkohol.
Kepulan asap keluar dari sela bibir Cakra saat ia menghembuskan asap rokoknya.
Ia memutuskan untuk tak tidur kembali setelah Rinjani membawanya ke kamarnya tadi.
Ia lelah sebenarnya, ingin tidur lebih lama. Namun aroma di kamar Rinjani benar-baner membuatnya mual, ditambah dengan efek yang ia terima setelah minum alkohol semalam, membuatnya semakin memburuk.
Cakra muntah, berkali-kali. Hingga perutnya terasa benar-benar sudah kosong. Bahkan muntahannya bercecer di lantai kamar mandi akibat dirinya yang sudah tak bisa lagi menahan diri untuk mengerluarkan isi dalam perutnya.
Seharusnya ia sudah bisa mentolerir berbagai macam aroma, tidak seperti saat ia masih kecil. Namun kembali lagi. Semua menjadi lebih buruk akibat suatu aroma aneh yang ada didalam kamar Rinjani.
Ibunya— wanita itu sedari dulu selalu marah jika Cakra muntah. Ibunya akan menyuruh Cakra menutup mulutnya dengan kuat dan menahan muntahannya sampai Cakra menuju ke kamar mandi.
Dan jika Cakra tak sengaja memuntahkan isi perutnya di lantai. Ibunya akan langsung memarahinya dengan berapi-api. Dan juga— memukulnya.
Akibat terlalu sering mendapat pukulan. Alih-alih merasa mual, tubuhnya malah bergetar dengan sendirinya dan juga kepalanya pusing. Badannya secara refleks seperti menahan muntahannya sendiri sebelum ia bisa sampai ke kamar mandi untuk bisa mengeluarkan isi perutnya.
Ibunya— sudah pasti senang dengan itu. Cakra bisa mengontrol kapan ia harus memuntahkan isi perutnya, kapan ia harus menahannya.
Cakra terdiam lama memikirkan itu. Pandangannya terus menatap lurus ke luar jendela kamarnya.
Ekspresinya datar. Pikirannya berkecamuk.
Ia menghisap putung rokoknya. Lagi. Sebelum kembali terdiam.
Ada pohon juga berbagai tanaman dan bunga di taman belakangnya, ia seringkali mendapati aroma rumput yang segar juga aroma dari beberapa bunga di pagi hari. Aromanya akan menjadi lebih enak saat hujan tiba.
Aroma tanah basah bercampur dengan segarnya rumput hijau benar-benar menyenangkan. Membuatnya semakin candu. Meskipun keningnya sering berkerut, saat kerap kali mendapati aroma kotoran burung ataupun binatang lain menyelinap ke dalam indera penciumannya.
10 menit Cakra memandangi taman diluar jendelanya. Ia akhirnya membawa putung rokoknya keluar dari sela bibirnya.
Cakra merasa sudah cukup mabuk dan sedikit pusing sekarang.Cakra lalu menekan putung rokoknya pada permukaan asbak di meja depannya. Mematikan ujung rokoknya, lalu membuangnya ke dalam kantung plastik beserta dengan abu rokok yang ada di dalam asbak, kemudian mengikat kantung plastik itu dan membuangnya.
Ia tak ingin aroma rokok itu menetap di kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stolen Your Heart
Romance"I think I like you. Lets date." Ucap Cakra, santai. Tangannya yang berada di dagu Rinjani menggerakkan wajah Rinjani ke kanan dan ke kiri dengan pelan. Lagi-lagi meneliti fitur wajah Rinjani. "Tapi kak, kita saudara- tiri." Ucap Rinjani. Suaranya t...