20.

10.3K 537 81
                                    

Sudah dua harian ini Rinjani menghindari Cakra. Bukan, sebenarnya bukan hanya Rinjani yang menghindar, tapi cowok itu juga.

Rinjani tak mendapati Cakra dimanapun, bahkan saat senin pagi ia hendak berangkat sekolah, Cakra masih tak menampakkan hidungnya.

Jelas, dia tak seharusnya memikirkan Cakra. Biarlah cowok itu bebas melakukan apa saja.

Tapi nyatanya disinilah Rinjani, sepulang sekolah, mengintip ke ruang kelas anak 12, di lantai 3.

Disaat murid kelas 10 dan 11 sudah pulang, terlihat murid kelas 12 di ruangan itu masih berkutat dengan buku-buku tebalnya, dan seorang guru sedang berdiri di depan kelas, memperhatikan setiap siswa nya.

Rinjani mengedarkan pandangannya, dan tepat saat matanya mengarah ke belakang kelas, tepatnya di bangku terakhir, matanya menemukan Cakra disana.

Cowok itu memakai masker meski sedang berada didalam kelas.

Rinjani jadi bertanya-tanya, apakah teman-temannya tau tentang kondisi Cakra?
Atau setidaknya penasaran mengapa salah satu teman mereka selalu memakai masker.

Rinjani memfokuskan kembali pandangannya, Cakra tengah bersandar dengan santai di kursinya sambil jarinya memainkan pena, jari yang sama yang juga sama pernah memasuki inti tubuh Rinjani.

Rinjani menelan ludahnya dengan gugup. Matanya terpejam dengan kuat, kepalanya bergoyang ke kanan dan ke kiri, mencoba menghapus ingatannya tentang kejadian itu.

Saat ia kembali membuka matanya dan hendak kembali memperhatikan Cakra, Rinjani hampir saja membuat tubuhnya terjembab di lantai saat menemukan mata hitam pekat Cakra tengah menatapnya tanpa ekspresi. Pandangan mereka bertemu selama beberapa detik, sebelum dengan gugup, Rinjani langsung memalingkan pandangannya.

Tubuhnya bersembunyi dibalik tembok. Pipinya memerah, tangannya meremas rok sekolahnya.
Rinjani terdiam lama, sebelum memutuskan untuk kembali melihat Cakra. Namun saat ia berbalik, tubuhnya kembali tersentak saat menemukan Cakra sudah berada di hadapannya, dengan tas ransel cowok itu dipundaknya.

Cakra terdiam menatap Rinjani, begitupun Rinjani.

"Ayo." Ucap Cakra akhirnya, setelah keterdiaman mereka beberapa saat. Ia berjalan mendahului Rinjani.

Rinjani mengangguk tanpa sadar, dan langsung mengikuti Cakra di belakangnya.

Pertengkaran mereka kemarin seperti tak terjadi apa-apa sekarang.

Tunggu.

Seharusnya Rinjani langsung pergi saja, seharusnya Rinjani tak mendengarkan Cakra. Kenapa juga ia selalu patuh dengan setiap ucapan Cakra?
Tapi disinilah ia. Mengikuti Cakra seperti anak ayam yang mengikuti induknya.

"Emangnya boleh pulang kak?"
Rinjani bertanya pelan, pasalnya hanya Cakra sendiri yang mengakhiri pembelajaran, Rinjani tak melihat murid lain dibelakang mereka yang menyusul.

Cakra mengangguk samar.

Mereka kembali berjalan dalam diam.

Namun tiba-tiba tubuh bagian depan Rinjani menabrak punggung Cakra saat cowok itu berhenti.

Rinjani mengaduh, ia ingin bertanya. Namun Cakra sudah membuka mulutnya duluan.

"Ada yang ngikutin lo?"
Cakra bertanya didepannya, tanpa menatap Rinjani. Matanya menatap lurus kedepan, ke arah seseorang yang saat ini berpura-pura sedang tak melihat mereka.

Rinjani membeku, perlahan kepalanya muncul dari balik punggung Cakra, menatap ke seseorang yang tengah duduk di atas motornya. Orang itu memandang Rinjani sebentar, sebelum kembali berpura-pura melihat sekeliling.

Stolen Your HeartTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang