Rinjani menunduk menatap sepatunya sendiri. Ekspresinya datar, namun kepalanya penuh dengan pertanyaan-pertanyaan yang meragukan dirinya sendiri.
Mengapa dia datang kesini, mengapa otaknya tak berfungsi dan membiarkan kakinya berjalan ke sini, mengapa Rinjani dengan bodohnya kesini tanpa persiapan seperti membawa senjata pelindung diri atau apapun. Dan mengapa dia menjadi sangat—- penasaran?
Jika rumor-rumor yanh tersebar itu benar, seharusnya Rinjani tau betul seberapa berandalannya Cakra.Cakra yang baru keluar dari pintu rumah kontrakannya, menatap sedikit terkejut ke arah cewek yang tengah berdiri di depan pintunya.
Sedang terdiam, menunduk, menatap sepatunya. Pikirannya terlihat berkelana kemana-mana. Wajahnya datar, tanpa ekspresi, namun ada sedikit raut penyesalan didalam sana— dan juga, penasara.
Mungkin karena ia menyesal telah kesini?
Seringai di bibir Cakra muncul. Ia mendekati Rinjni.
"Gue kira lo ga bakal dateng karena 'sibuk belajar'."
Cakra berucap tanpa menatap Rinjani, tangannya sibuk mengunci pintu rumahnya.Rinjani tersentak, mendengar suara itu. Kepalanya langsung mengdongak menatap Cakra.
Kenapa ia tak mendengar suara pintu dibuka?
Ekspresinya tak lama kembali datar, menyadari ucapan Cakra tadi padanya dan juga penekanan yang Cakra lakukan di akhir kalimatnya.
Sebenarnya apa yang di katakannya benar.
Rinjani berada di sini. Mengapa? Seharusnya ia ada di kamarnya, berkutat dengan buku dan soal.Tapi Cakra menyuruhnya kesini.
Suara dalam benaknya, membuat Rinjani rasanya ingin mencekik dirinya sendiri. Jadi jika cowok itu menyuruh Rinjani menjual narkoba, Rinjani akan mengikuti? Hanya karena Cakra menyuruhnya? Hanya karena ia penasaran?
Cakra yang sudah selesai mengunci pintu, membalikkan badannya menghadap Rinjani. Ekspresi aneh di wajah Rinjani yang ia perlihatkan sedari tadi, Cakra tanggapi santai.
Bahunya menyender pada pinggiran pintu dan tangannya menyilang didada, menunggu Rinjani selesai dengan pergulatan batinnya sendiri.Tiba-tiba iris mata Rinjani menatap Cakra.
Cakra yang memang sedari tadi memperhatikn Rinjani, membalas tatapan cewek itu dengan alis terangkat satu."Udah?"
"Apa?"
Tanya Rinjani bingung. Pertanyaannya— ambigu, jelas Rinjani bingungTerlihat Cakra tak berniat menjawab pertanyaan itu. Dengan santai ia menarik pinggang Rinjani dan berjalan pergi dari sana. Aroma maskulin segar langsung menghampiri indra penciuman Rinjani saat tubuhnya menempel pada tubuh Cakra.
Tubuh Rinjani— tersentak saat Cakra menarik pinggangnya tadi. Jelas. Namun anehnya kakinya mengikuti saja kemana Cakra membawanya.
"Cakra? Apa?"
Tanya Rinjani bingung.
Cakra sedari tadi membuatnya seperti orang bodoh yang hanya bisa planga-plongo.Lagi. Ekspresi Cakra terlihat tak beniat untuk menjawab pertanyaan itu.
Langkahnya berhenti pada sebuah motor sport. Tubuh nya menaiki motor sport itu dan tanpa berkata apa-apa, menyodorkan sebuah helm kepada Rinjani, tentunya setelah Cakra selesai memakai helmnya sendiri.
Lagi-lagi Cakra melihat Rinjani hanya diam saja, ekspresi wajah Rinjani terlihat kembali mengkerut. Dan pikirannya berkelana.
Cakra memutar bola matanya.
Dengan cepat ia menarik pergelangan Rinjani, tak menunggu sampai Rinjani selesai dengan kegalau-annya.Rinjani terkejut, tentu. Namun sedetik berikutnya, sebuah helm telah terpasang di kepalanya, dan Cakra dengan tak sabaran mendudukan Rinjani di jok penumpang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stolen Your Heart
Romance"I think I like you. Lets date." Ucap Cakra, santai. Tangannya yang berada di dagu Rinjani menggerakkan wajah Rinjani ke kanan dan ke kiri dengan pelan. Lagi-lagi meneliti fitur wajah Rinjani. "Tapi kak, kita saudara- tiri." Ucap Rinjani. Suaranya t...