Lapar!
Perut Rinjani lapar sekali!
Bel istirahat telah berbunyi.
Dengan wajah layu, Rinjani menengok ke kanan dan kirinya. Semua temannya tengah menyantap makanan mereka.
Pagi tadi Rinjani pikir dirinya terlambat, maka dari itu ia tak sempat sarapan dan memilih untuk membawa bekal nasi dan lauk yang sepertinya sisa tadi malam.
Karena saat bangun dan melihat jam yang sudah berada di pukul 6 pagi, Rinjani segera bergegas tanpa memikirkan apa-apa.
Alhasil menjadi seperti ini.
Dirinya datang terlalu pagi, ternyata jam di dalam kamarnya entah dari kapan kehabisan baterai dan berhenti di pukul 6.
Sudah membawa bekal makanan, makanan itu malah jatuh dan yang tersisa hanyalah kotak makan kosong ini.
Rinjani menghelas nafasnya panjang.
Mencoba memejamkan matanya, Rinjani akhirnya berpikir untuk kembali membuka buku pelajarannya.
Mungkin dirinya tak akan terlalu merasakan laparnya jika ia mempelajari materi yang akan datang dan mencoba memecahkan soal soal disana.
"Lo ternyata serajin itu ya. Istirahat tetep belajar."
Rinjani menoleh ke arah kanannya. Disana terdapat cowok bernama—
Mata Rinjani menyipit menatap ke arah nametag murid itu.
Rizal.
Rizal tengah menatap Rinjani sambil tersenyum manis. Membuat Rinjani mau tak mau membalas senyum cowok itu.
"Iya— haha."
Balas Rinjani, tertawa canggung, kembali memfokuskan dirinya pada bacaan didepannya.Tidak! Rinjani tidak serajin dan sesinting itu untuk melewatkan istirahat makan siang hanya demi memperlajari materi yang akan datang dan pasti akan diterangkan oleh guru mereka.
Dirinya hanya tidak punya makanan dan tidak punya uang untuk membeli makanan!
Mendesis pelan, Rinjani merasa cacing-cacing di dalam perutnya benar-benar sedang berada dalam demo yang besar-besaran.
Sepertinya cacing-cacing ini terlalu berlebihan.
Atau- ada sesuatu yang Rinjani lewatkan lagi?Setelah diingat-ingat lagi, dirinya sepertinya semalam juga melewatkan makannya.
Sial! Bodoh sekali.
Ini namanya bunuh diri secara perlahan.
Rasanya Rinjani ingin menukul kepalanya sendiri, agar rasa lapar diperutnya beganti menjadi rasa sakit di kepala.
Lapar perutnya benar-benar memecah konsentrasinya. Rinjani tak bisa fokus dengan satu katapun di buku ini.
Tidak! Dirinya benar-benar tak bisa fokus!
Mengusap wajahnya dengan frustasi, Rinjani akhirnya menutup bukunya lalu bangkit dari kursinya.
"Gue mau ke luar dulu ya."
Ucap Rinjani kepada Rizal yang baru Rinjani sadari ternyata cowok itu sedari tadi tengah duduk di kursi depan Rinjani, masih tetap menatap Rinjani dengan senyum manis— horornya?Rinjani tersentak dan langsung memundurkan tubuhnya refleks.
O-oke—
T-tapi, apakah cowok ini sedari tadi memperhatikan Rinjani sambil tersenyum seperti itu?!
Terlihat agak sinting. Juga sedikit—menakutkan t-tapi— tampan?
Rinjani menggeleng-gelengkan kepalanya pelan sambil menatap dirinya sendiri tak percaya.
Bisa-bisanya dirinya gagal fokus dan malah memuji ketampanan wajah di depannya ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stolen Your Heart
Romance"I think I like you. Lets date." Ucap Cakra, santai. Tangannya yang berada di dagu Rinjani menggerakkan wajah Rinjani ke kanan dan ke kiri dengan pelan. Lagi-lagi meneliti fitur wajah Rinjani. "Tapi kak, kita saudara- tiri." Ucap Rinjani. Suaranya t...