10. Sebuah Rencana

3.2K 237 7
                                    

Halo👋🏻

Aku update subuh-subuh wkwk, awali senin kalian dengan chapter terbaru dari Winata😀💙

Apa kabar kalian? Aku harap kalian selalu dalam keadaan baik ya man-teman.

Kesan kalian selama ngebaca 9 chapter book ini tuh apa sih? Mungkin ada yang enek, ada yang ga tega, ada juga yang mungkin suka?

Btw aku suka baca-bacain komenan kalian, makasih banget buat yang selalu dukung cerita ini. Aku bakal berusaha buat upgrade lagi, biar cara nulisku makin bagus.

Tembus 35 vote, 100 views sama 5 comment aku bakal up!! Semangat cinta~

Enjoy, and happy reading y'all 👀

.
.
.

Hujan sore itu cukup lebat, petir bahkan bersahut-sahutan. Para pemotor yang tak membawa jas hujan lebih memilih untuk menepi, meneduh di depan toko atau ke tempat-tempat lain.

Jalanan sedikit lenggang, hanya mobil dan beberapa sepeda motor yang nekat untuk menerabas hujan deras.

Winata menatap ayahnya yang tengah menatap padanya, "Winata, maafin Ayah. Ayah, Ayah pengecut. Ayah gak seharusnya nyalahin kamu." ucap Malik.

"It's okay Yah, itu hak Ayah. Toh selama ini, Winata juga merasa kalau Winata yang udah ngebuat Bunda pergi kok. Lagipula kejadiannya udah sepuluh tahun yang lalu, Winata juga udah berdamai sama hidup Winata." ujar Winata.

"Can i hug you, Winata?" Malik bertanya, air matanya turun tanpa bisa ia cegah.

Ia merasa sangat berdosa, bersalah, menyesal, dan merasa menjadi ayah yang tak berguna bagi ketiga putranya.

"Sure, you can hug me." sahut Winata.

Malik merengkuh tubuh ringkih milik Winata, air mata Malik turun semakin deras kala mendengar isak tangis Winata.

"Maafin Ayah, maaf." Kata-kata itu terus saja digumamkan oleh Malik.

Sang supir taksi sedikit mengintip kedua orang yang menjadi penumpangnya itu melalui kaca, ia tersenyum kecil.

Dirinya mendadak teringat pada ayahnya di rumah, ia jadi merindukan ayahnya.

.
.
.

Past!

Winata kecil membawa kaki kecilnya untuk menuruni anak tangga demi anak tangga menuju lantai satu, bocah itu sepertinya baru saja bangun tidur.

Jika dibandingkan dengan kedua saudaranya Winata memang yang paling siang bangun.

Dewa, si bungsu itu akan bangun bahkan sebelum pukul lima pagi. Ia dengan sangat bersemangat akan membangunkan sang abang, Brian.

Vikah sendiri melarang Dewa untuk membangunkan Winata, kala itu Dewa bertanya mengapa ia tak boleh membangunkan Winata?

Bunda dengan tenang menjawab sembari mengusap lembut pipi Dewa kala itu, "Adek, Kakak itu beda sama Adek sama Abang sayang. Kakak butuh lebih banyak istirahat."

"Kakak baru bangun ya? Ih, kalah sama Adek masa! Adek udah bangun dari tadi pagi banget, iya, 'kan Bunda?" Si bungsu yang tengah duduk sembari memakan apel mulai mengoceh kala melihat sang kakak berjalan ke arah dapur.

WINATA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang