26. Baikan?

3.5K 285 21
                                    

Hai, hallo, how are u today? Semoga semuanya baik-baik aja ya!

Tekan bintang di bawah dulu ya, biar gak jadi siders😉

Biasa, but ku naikin lagi, wkwk. 350 views, 95 vote sama 20 komen! Hwaiting! Su su na kha!!

Enjoy, and happy reading👀

.
.
.

Malam ini, Brian duduk termenung di kamarnya. Helaan napas terdengar dari belah bibirnya, Brian menatap dinding kamarnya dengan tatapan kosong.

Tubuh atletisnya terbalut sebuah kaos oblong berwarna hitam, dan celana rumahan berwarna abu-abu. Besok dirinya harus mengambil rapot sang adik—Dewa.

"Winata udah tidur belum, ya?" Brian tanpa sadar bergumam demikian.

Kakinya melangkah keluar dari kamarnya, berjalan mendekati kamar Winata.

Dengan sangat hati-hati, pintu kamar Winata dibuka oleh Brian. Begitu pintu itu terbuka, dirinya tak mendapati Winata di dalam kamar itu.

Kening Brian mengernyit, mengedarkan matanya untuk mencari keberadaan Winata. Di kamar mandi mungkin? Tapi tidak, lampu kamar mandi Winata mati.

Gotcha!

Brian melihat pintu balkon milik Winata terbuka, ia melangkah dengan sangat hati-hati. Tak ingin membuat suara sekecil apapun.

Langkah Brian terhenti ketika telinganya sayup-sayup mendengar isak tangis dari sang anak tengah.

"Apa bener Winata yang udah bunuh Bunda? Harusnya dulu Bunda gak usah selametin Winata, biarin Winata aja yang mati Bunda."

Tubuh Brian sejenak membeku, suara Winata terdengar bergetar.

"Bunda? Kata Abang cowok gak boleh cengeng ya? Tapi Winata cengeng Bunda, kalau sakit Winata lagi kambuh aja Winata nangis."

Sungguh! Brian tak bermaksud seperti itu.

Brian hanya tak ingin Winata dicap lemah karna kerap kali menangis ketika asmanya kambuh. Hanya itu, tak lebih.

"Dulu, kalau asma Winata kambuh. Bunda selalu nolongin Winata, tapi sekarang kalau asma Winata kambuh? Winata selalu nolongin diri Winata sendiri Bunda."

Sebenarnya Brian selalu ingin menolong Winata ketika asma anak itu kambuh, namun ketika melihat raut kesakitan anak itu, Brian selalu merasakan sakitnya.

"Bunda gak mau jemput Winata? Winata capek Bunda ... "

Kepala Brian secara spontan menggeleng dengan ribut, "Jangan pergi, gue gak mau ngerasain kehilangan lagi." batin Brian.

Dengan segera Brian keluar dari kamar Winata, takut jika sang empu akan masuk dalam waktu dekat.

Pemuda itu berjalan masuk ke dalam kamar miliknya, ia mengunci pintu kamarnya. Tubuhnya melorot begitu saja, ia menangis.

"Maafin gue, maaf." lirihnya, entah meminta maaf pada siapa.

"Gue bukan Kakak yang baik buat lo, Winata. Maaf." Brian menunduk, dirinya merasa gagal menjadi seorang kakak.

Namun, sekuat apapun hatinya untuk kembali bersikap seperti dulu. Dimana dirinya begitu menyayangi serta memanjakan Winata dan Dewa.

Namun, egonya terlalu besar. Dan jangan lupakan jika gengsinya terlalu tinggi.

WINATA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang