32. Finally

3.9K 249 18
                                    

Halo, gimana harinya?

Biasa, 550 views, 150 vote, 25 komen aku up! Gak nembus? Ya gak up /kyuu

Enjoy, and happy reading y'all 👀

.
.
.

Bunuh diri.

Dua kata yang sebenarnya pernah terpikirkan oleh Winata, tepat di tahun ke lima saat kedua saudaranya itu mendiaminya.

Saat itu, usianya dua belas tahun. Ia dirundung oleh teman-temannya. Tak ada yang membelanya saat itu, Winata sendirian.

Anak dua belas tahun itu merasa jika tak ada yang menginginkan kehadirannya lagi, termasuk Dewa dan Brian. Hingga anak itu, pernah nekat berendam di dalam bath up selama hampir tiga jam lamanya.

Tubuhnya kala itu menggigil hebat akibat kedinginan, bibirnya pun mulai membiru. Napasnya mulai memberat, kelopak matanya pun terasa begitu berat.

Namun ia samar-samar melihat wajah Brian, sebelum kelopaknya itu menutup dengan sempurna.

Ceklek!

Winata menoleh, ia mendapati Brian yang tengah berjalan masuk ke dalam ruang rawatnya. Tubuh si sulung itu bergerak mendekat ke sofa, lantas bokong si sulung itu mendarat di sofa empuk.

Winata menatap Brian sejenak, lalu tatapannya kembali menatap televisi dengan tatapan kosong. Brian memperhatikan Winata dengan seksama, lantas menghela napas kecil.

"Winata," Yang dipanggil menoleh, menatap sang sulung dengan tatapan bertanya.

"Iya?" sahutnya mencicit.

"Gimana kabar lo?" Brian akan mencoba menjadi sebagaimana seorang kakak seharusnya.

"Baik." sahut Winata, anak itu mematikan televisi yang sedari tadi menayangkan salah satu kartun kelinci.

Brian menunduk sebentar, lantas ia membawa kakinya untuk menghampiri Winata. Duduk di tepian bangsal Winata, "Gue minta maaf sama lo, nggak seharusnya gue nyalahin lo karena kejadian itu." ujar Brian.

Winata menatap Brian tak percaya, abangnya ini benar-benar meminta maaf padanya?

Ya Tuhan, jika ini hanya mimpi, tolong jangan pernah bangunkan Winata.

"Abang?" panggil Winata takut-takut.

"Ya? Abang di sini." Di luar dugaan Winata, Winata berpikir jika Brian akan membentaknya. Namun yang ia dapati saat ini adalah sahutan Brian dengan nada yang begitu lembut.

Kedua bola mata indah milik Winata berkaca-kaca, ah, sekali lagi. Jika ini mimpi, tolong jangan pernah bangunkan Winata, Tuhan.

"Winata gak mimpi?" tanya Winata, ia menatap sang sulung penuh harap. Berharap jika ini bukanlah sebuah mimpi belaka.

Brian menggenggam telapak tangan Winata, "Enggak, lo nggak mimpi. Gue sadar selama ini gue salah, sebagai seorang Kakak, gak seharusnya gue bersikap kasar sama lo. Harusnya gue ngejagain lo, terlebih dengan kondisi tubuh lo yang emang lumayan gampang sakit." tutur Brian.

Winata sendiri masih mencerna keadaan saat ini, benarkah? Ini bukan mimpi? Dan Brian berbicara dengannya dengan lembut? Tidak ketus seperti biasanya?

WINATA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang