30. Ikhlas Ya?

4.3K 249 16
                                    

Halo, apa kabar? Semoga baik-baik aja ya😄💙

Kalo rajin up tuh biasanya kenapa sih?! Bentar lagi ending ya?

Tekan bintang di pojok bawah dulu yuk! Biar ga jadi siders, mweheee :3

Biasa aja, 490 views, 130 vote sama 25 komen aku up! HWAITING! SU SU NA KHA! Gak tembus, gak up /kyuu

Enjoy, and happy reading y'all 👀

.
.
.

Dewa Herlambang.

Anak bungsu dari tiga bersaudara. Banyak yang mengatakan jika menjadi anak bungsu itu mengenakkan bukan? Dan ya, bagi Dewa menjadi bungsu itu sangat menyenangkan.

Apapun yang ia inginkan, Dewa pasti akan mendapatkannya. Kedua Kakaknya itu akan selalu menuruti apapun keinginannya.

Kini pemuda itu nampak tengah mengendarai kuda besinya dengan kecepatan sedang, kening anak itu mengernyit begitu mendapati ramai sekali orang di depan rumahnya.

"Ini, ada apa?" gumamnya bingung.

Dengan pelan Dewa mematikan mesin motornya dan menurunkan standar motornya, memarkirkan motornya di depan gerbang karena dirinya tak bisa masuk.

Terlalu banyak orang di dalam.

Indra penglihatannya melihat beberapa bendera berwarna kuning, di gerbang, dan juga depan pintu. Banyak juga kursi-kursi plastik yang ditata di depan rumahnya.

Tunggu, bukankah itu Kana? Mama Cakra dan Nando?

Kana menghampiri dirinya, wanita cantik dengan gamis serta jilbab putih bersih itu mengelus pundak Dewa lembut.

"Yang ikhlas ya, Dewa. Tante turut berduka." ucap wanita itu.

Dewa menoleh kaku ke arah Kana, "Maksud Tante? Ber–duka, apa?" Sepertinya otak kecil Dewa masih memproses perkataan wanita itu.

Lantas tangan hangat milik Kana dibawa untuk menggenggam telapak tangan besar milik Dewa, "Tante tau ikhlas emang susah, Dewa. Tapi tolong ikhlasin Winata, ya?" ucapnya lembut, tersirat kesedihan mendalam dari suara wanita itu.

Bak disambar petir di siang bolong, otak Dewa seketika blank. Tubuhnya mendadak seperti tak bertulang, akal sehatnya sulit menerima hal ini. "Wi–nata?" beo Dewa.

Kana mengangguk, "Winata udah enggak ada, Dewa. Ikhlas ya?" Kana menatap tulus Dewa.

Dewa menggeleng pelan, "Enggak, Tante bo'ong, kan?" Air mata mulai berdesakan di pelupuk mata Dewa.

Tidak mungkin Winata pergi! Tidak, tidak mungkin.

"Kamu bisa masuk dan liat sendiri di dalem." ucap Kana sembari melepaskan pegangan tangannya di telapak tangan Dewa.

Dewa lantas membawa tungkainya masuk ke dalam rumah, air matanya runtuh begitu mendapati Brian tengah tertunduk dalam dengan baju putih bersih membalut tubuh sang sulung.

Ada juga Nando, Cakra dan beberapa orang lainnya yang tengah membaca yasin.

Dewa melangkah gontai, "Winata? Gak mungkin, secepet ini?" gumamnya dengan suara yang memelan di akhir.

WINATA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang