20. Accident

3.7K 268 23
                                    

Hay, haloooooo. Apa kabar? Yang harinya lagi buruk, semoga besok lebih baik ya.

Semangat!

Dor! Karena chapter kemaren yang vote sama komen rame, so ya~ aku putusin buat up lagi😋

Btw, happy valentine's day💙

Vote dulu sabi kali, 200 vote, 15 komen ama 60 vote gue up ye wir! HWAITING! SU SU NA KHA!!

Enjoy, and happy reading y'all 👀

.
.
.

Suhu malam ini cukup dingin, hujan juga turun membasahi bumi. Winata menatap kosong ke arah jendela mobil sang ayah, dirinya duduk di kursi belakang bersama Dewa.

Dokter sebenarnya menyarankan Winata untuk opname, namun Winata bersikeras meminta untuk pulang dan rawat jalan. Anak itu baru keluar dari rumah sakit tadi pagi, dirinya tak mau terkurung di ruangan putih berbau obat-obatan lagi.

Dewa menoleh, menatap sejenak ke arah Winata. Tatapan mata anak itu kosong, ada perasaan aneh yang mengganjal hati Dewa saat ini.

"BALIKIN BUNDA KE DEWA, KAK!"

"LO PEMBUNUH WINATA!"

"LO BUAT BUNDA PERGI DARI GUE! LO BUKAN ADEK GUE LAGI!"

"DEWA BENCI SAMA KAKAK!"

Winata memejamkan matanya, kepalanya berdenyut sakit saat suara-suara itu kembali berisik di telinganya. Winata memilih untuk menyandarkan punggungnya di sandaran kursi.

Memejamkan matanya, mencoba untuk menidurkan diri. Mungkin dengan cara ini, suara-suara itu akan segera pergi dari kepalanya.

Dewa menatap wajah Winata lekat, lalu setelahnya si bungsu itu justru membuang pandangannya ke arah lain. Menunduk dalam. Tanpa dirinya sadari, setetes cairan bening meluncur bebas begitu saja.

Jujur, Dewa merindukan saat-saat dimana dirinya dan Winata bermain bersama. Disaat Winata mengajarinya dalam mengerjakan tugas, bahkan makan satu piring berdua.

Sudah sepuluh tahun lamanya, Dewa tak melakukan kebiasaan sederhana itu bersama Winata.

Setiap kali melihat tubuh ringkih itu sakit, sejujurnya Dewa sangat ingin menemani bahkan merawat Winata hingga anak itu sembuh.

Namun, rasa gengsi dan egonya terlalu tinggi.

Pertanyaan Dokter Juna beberapa saat lalu kembali terputar di memori Malik, "Bapak yakin kalau kedua saudara Winata memperlakukan dia dengan baik?"

Malik menghela napasnya panjang, lantas menambah laju kendaraan roda empatnya.

Hanya suara rintik hujan yang menjadi musik malam ini, tak ada satu diantara mereka bertiga yang berbicara. Ketiganya sama-sama diam dan sibuk dengan pikiran mereka masing-masing.

.
.
.

Begitu sampai di rumah, Brian langsung menyambut dengan raut wajah yang terlihat khawatir. Ia memegang kedua lengan Winata, menatap pemuda itu khawatir.

"Adek, Adek gak pa-pa? Abang khawatir banget sama kamu." ucapnya.

Malik menatap sang sulung dengan tatapan yang sulit untuk diartikan, ia jadi ragu jika selama ini Brian benar-benar menyayangi Winata selama dirinya di Dubai.

WINATA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang