22. ALL

3.1K 258 25
                                    

Hay, haloooooo. Apa kabar? Yang harinya lagi buruk, semoga besok lebih baik ya. Semangat!

Chap kemaren lumayan banyak yang mau Winata nyerah bjir😭, kek? Seriously guys???

Pssst, a/n. Mengandung seblak level 30👀

Vote dulu sabi kali, 270 views, 15 komen ama 80 vote gue up ye wir! HWAITING! SU SU NA KHA!!

Keknya alurnya bakal aku cepetin dikit, bcs aku ngerasa cerita ku ini tuh lambat banget alurnya gitu loh.

Enjoy, and happy reading y'all 👀

.
.
.


















"Tuhan tolong mampukan aku, tuk lupakan dirinya~"




















Tepat hari ini, di hari ulang tahun Brian. Dua puluh tujuh Desember, ketiga anak Malik dan Vikah itu berdiri di atas sebuah kapal yang kini tengah berlayar di salah satu laut di Jakarta.

Bersama dengan keluarga korban lainnya, dengan mengenakan baju serba putih bersih mereka menabur bunga ke atas air laut.

Dewa masih saja sesenggukan, Brian sebagai anak tertua berusaha tabah. Meski dirinya merasa begitu terpukul dengan kejadian ini, terlebih kejadian itu terjadi beberapa hari sebelum ulang tahunnya.

Brian merangkul Dewa sembari memberi usapan-usapan lembut di lengan kiri atas Dewa, satu tangannya lagi ia gunakan untuk mencomot bunga dan menaburkannya ke atas air laut.

'Ayah, kenapa harus secepet ini? Dewa belum sanggup, Yah.' Dewa menatap kosong ke arah air laut.

Winata menatap kedua saudaranya dalam, dirinya ingin sekali menguatkan kedua saudaranya itu dengan memeluk mereka. Namun Winata tak cukup berani untuk melakukan hal itu, ia hanya takut.

Takut jika kedua saudaranya itu akan terkena sial.

Hal-hal buruk menimpa keluarganya saat orang itu terakhir berinteraksi dengannya. Pertama, bundanya, wanita cantik itu terakhir kali berpegangan tangan dengannya. Kedua, ayahnya, pria itu terakhir kali memeluk dirinya.

Mungkin, Winata memang pembawa sial.

Brian menatap air laut itu dalam, 'Harus banget dengan cara ini, Yah? Seenggaknya biarin Brian peluk raga Ayah buat yang terakhir kalinya. Yang di bandara itu gak cukup, Ayah.'

Setelah sesi tabur bunga itu selesai, Winata tak langsung pulang. Ia berdiri di pinggir pantai, menatap hamparan air asin itu dengan sorot penuh luka.

Bahkan sudah hampir tiga jam dirinya berdiri di bibir pantai, beberapa orang sempat menegurnya. Namun Winata hanya berkata dirinya ingin di sini sebentar lagi.

"Laut, tolong kembaliin raga Ayah ke Winata." lirihnya parau.

.
.
.

Satu bulan berlalu begitu saja, kedua saudara Winata—Brian dan Dewa semakin membenci Winata.

Keduanya beranggapan jika Winata hanyalah anak pembawa sial, andai saja saat itu Winata tak memeluk sang ayah. Pasti saat ini Malik masih ada di dunia.

"Kamu gak pernah minum tablet tambah darah sama vitamin dari Kakak?" tanya Juna, ia menatap pemuda yang kini tengah menunduk sembari terduduk di atas salah satu brankar.

WINATA (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang