33. Who's??

5.7K 576 17
                                    

Lenguhan menarik simpati seluruh pria disana. Seluruhnya mendekat, tak lain halnya dengan Ryan yang sigap untuk memeriksa.

Netra anak itu mulai terbuka, sedikit memakan waktu lama untuk kedua bola mata itu dapat terlihat sempurna.

"Gamavin? bisa dengar Om?" tanya Ryan menyadarkan.

Gamavin membuka mata, meliar melihat seluruh pria dewasa berbeda usia tengah berdiri dengan raut cemas milik masing-masingnya.

"S-siapa?"

Deg

Ketiga pria ber-Marga sama itu membeku seketika. Terkejut akan sebuah kata yang baru saja Gama ucapkan. Apakah Gama lupa ingatan? bagaimana bisa?

Herlambang dan Orion kebingunggan, mengapa hanya benturan biasa dapat membuat seseorang lupa ingatan? Tapi itu semua tak berlaku untuk Markus.

Pria itu sudah menampakkan raut sendu, bahkan tubuhnya kini terduduk pada ranjang sisi kanan Gama. Ketakutan akan sang Putra yang kenapa-napa timbul secara berkala.

"Gamavin....ini Ayah nak," ujar Markus dengan menggenggam telapak putranya.

"A-ayah? Ayah Gue udah meninggal."

Lagi-lagi hati Markus bagai tertusuk pisau, pengakuan putranya sungguh menyakitkan. Ia menoleh pada Ryan, meminta penjelasan pada satu-satunya berprofesi dokter disana.

Ryan melangkah maju, mendekat pada posisi Gama. Markus mengira Ryan akan memeriksa kembali putranya, namun ternyata tidak--

"AAkkhhh!!! Sakit OM!!!!!!" cubitan pada lengannya membuat Gama memekik kesakitan.

"Gak usah akting, Ayahmu udah panik tuh!" Ujar Ryan enteng. Semuanya diam, terkejut akan situasi sedih yang ternyata hanya diabuat-buat oleh Gama.

Markus berdiri, kilat marah benar-benar terlihat hanya dari matanya. Gamavin yang bersitatap seakan tau raut kecewa yang timbul dari netra Ayahnya.

"B-becanda sumpah....Maaf deh." Gamavin berujar dengan bangun dari posisi berbaringnya. Namun yang didapat malah pandangan berbeda dari ketiga pria disana.

"Kamu kira kondisi tubuh itu bisa untuk dibuat bahan lelucon? Kamu kira rasa khawatir orang itu hal sepele? Iya?" Gamavin menunduk, takut akan kilat marah pada pria didepannya, rasa bersalah mulai muncul seketika.

"Y-ya maa--"

"Rasa khawatir seseorang itu memang cuman main-main ya bagimu? Lihat orang hampir sebulan tidak bergerak, dihinggapi rasa penyesalan serta bersalah berhari-hari kamu kira itu gampang?

Tidak! Semua orang yang lagi kamu buat bercanda ini pusing. Berdoa, berharap, menangis untuk kesadaranmu, itu kamu kira Kita baik-baik saja? iya? JAWAB!"

"M-maaf..." segala ucapan Markus menyadarkannya.

"Semua orang disini khawatir kamu kenapa-napa, tapi yang dikhawatirin malah dibuat bahan becandaan. Lucu kamu." Markus terkekeh ringan, merasa kecewa dengan apa yang baru saja putranya lakukan.

Ayahnya benar, tak seharusnya Ia bercanda dengan kondisi tubuhnya yang baru saja pulih akan semua rasa sakit. Seharusnya Gamavin paham bagaimana Markus senantiasa merawat bahkan dua puluh empat jam hanya untuk dirinya.

"M-maaf...."

"Know your boundaries, Gamavin." setelah mengucapkan Markus berlalu begitu saja, disusul dengan Herlambang dengan gelengan kepala.

Gamavin mengadah, kepala yang sejak tadi menunduk itu mulai meminta pertolongan.

"Kamu emang keterlaluan, dek." Tak lain dengan Orion, pria itu beranjak pergi dengan Ryan dan beberapa bodyguard yang sejak tadi senantiasa disana.

Gamavin and The Martin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang