19. Academy

6.6K 561 22
                                    

Pagi ini suasana mansion terasa mencekam bagi Gama. Setelah penyidangan dirinya kemarin, seluruh keluarga mendiamkannya.

Bahkan biasanya Markus yang selalu memeriksa keadaan sang Putra sebelum tidur, semalam tidak. Membuat rasa khawatir tak mengenakan terasa bagi Gama sepanjang malam.

Hingga anak itu terjaga semalaman dengan rasa gundah yang terus menyerang.

Kini Gama tengah berada pada meja makan, rutinitas pagi untuk sarapan bersama tak pernah terlewat. Meski khusus hari ini makanannya terasa tak enak. Entah karena memang masakan Bi Lastri yang kurang, atau karena suasana hati Gama yang tak sebaik biasanya.

Seluruh keluarga Martin selesai, ditutup dengan tegukan pada setiap minuman yang tersedia. Herlambang hanya menatap Gamavin datar dan Orion yang terlampau diam, memilih untuk tak ikut campur.

Lain dengar Markus yang dari rautnya saja terlihat seperti....ingin marah(?) entahlah Gama sendiri tak yakin.

"Mari Tuan Muda, semuanya sudah siap." Ujar Nico setelah peninggalan Markus pada meja makan begitu saja.

Gama bingung. Gama tak paham. Dirinya benar-benar akan diungsikan pada asrama???

"Jangan membuang waktu, tidak ada yang akan menahanmu." ucapan Herlambang baru saja mencubit perasaan Gama.

Sebegitu mengecewakannya kah?

Gama beranjak, menunduk untuk menghalau siapa saja melihat dirinya yang tengah menahan tangis.

"Ayah gak anterin Gama, Om?" tanyanya pada Nico yang siap pada kursi kemudi.

"Tidak Tuan Muda, Saya akan mengantar Anda dengan selamat. Tenang saja." ujar Nico menenangkan.

Nico salah, ucapan tenang yang diutarakan tak bisa menghalau rasa sedih yang Gama rasa.

Tenang? dijauhkan dari keluarga yang selama tiga bulan ini selalu memberikannya ketenangan, justru kali ini terasa menyesakkan.

Gamavin tak tenang. Dirinya ingin menangis, meraung minta maaf jika saja Sang Ayah akan menerima. Namun kali ini berbeda. Gamavin mengecewakan semuanya.

Dan tak semudah itu untuk kembali dimaafkan.

Nico dari kaca depan dapat dengan jelas melihat raut sang Tuan Muda yang mulai menitikkan air mata. Pandangannya memang melihat keluar jendela, akan tetapi pikirannya tak seindah penglihatannya.

Sungguh kali ini Gamavin begitu menyedihkan, diberangkatkan tanpa sambutan atau bahkan ucapan 'hati-hati dijalan'.

Sekedar tatapan keberatan dari Sang Ayah saja, Gamavin tak dapatkan.

■■■■■■■

"Anda akan disambut oleh kepala asrama setelah masuk, Tuan Muda." Ujar Nico mengintruksi Gama untuk segera menginjakkan kaki pada pintu besar didepan sana.

Jika yang ada dibayangan Gama ialah asrama seperti pondok pesantren pada umat muslim, ternyata salah.

Didepannya terdapat bangunan megah yang hampir mirip seperti kastil sebuah kerajaan. Mengapa Ia tak tahu selama ini bahwa ada bangunan semegah ini??

Tetapi rasa takjub yang sempat Gama nikmati tak berkunjung lama. Setelahnya anak itu kembali pada rasa gundah dan khawatir berlebihan.

"Silahkan Tuan Muda, saya akan kembali ke mansion." Nico bersiap untuk meninggalkan Gama.

Sejenak anak itu lebih memilih pasrah. Berjalan membawa sebuah tas ransel menuju pada bangunan didepannya.

Gamavin and The Martin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang