26. Is It The Ending?

7.2K 630 51
                                    

Hari berlalu begitu cepat, matahari serta bulan terus bergantian memancarkan sinarnya.

Namun itu tidak bagi Markus dan lainnya. Keluarga dengan marga 'Martin' sebagai pelengkap, menjalani hari begitu berat.

Penantian yang terus saja mereka lakukan bahkan tak segan meninggalkan segala keperluan. Tak lain dengan Markus yang benar-benar melupakan segala kepengurusannya perihal pekerjaan.

Beruntung Sang Ayah— Herlambang mengerti akan suasana. Sosok Tuan Besar itu dengan suka rela membiarkan Markus untuk tetap disamping Gama.

Urusan perusahaan, biar Ia dan Orion yang turun tangan. Begitu katanya.

Kini genap memasuki minggu ke tiga Gamavin koma. Bayangan yang Markus kira hanya memerlukan waktu singkat untuk Gama kembali sadar, ternyata tak sesuai realita.

Putranya tetap dalam tidur tenangnya.

Kerap kali Bunda Panti datang untuk melihat perkembangan putra asuhnya, meski yang selalu Ia temui ialah sosok pria tengah terduduk pada kursi samping brankar.

Markus terus merucap maaf kala rasa bersalah terus menerus muncul secara tetiba. Ah, rasanya kata itu saja tak cukup untuk apa yang putranya alami sekarang.

Bunda Panti marah? tentu saja ingin. Tapi dalam benaknya mengatakan bahwa ini memang musibah, bukan salah siapa-siapa.

Perihal sosok yang menabrak mobil Gama, memang secara tak sengaja adanya ketidakfungsian pada tuas kendalinya. Jadi mau bagaimana lagi jika ini memang musibah.

Leo? sosok pengawal Gama itu tak jauh dari kata hancurnya. Ia sama seperti Markus, terus menerus mengucap maaf atas kelalaian. Bahkan Tuan Besar sendiri mengatakan 'tak apa, doakan saja agar cucuku cepat sadar' Ah, sungguh mulia sekali keluarga Tuannya.

Kembali pada sosok pria dewasa yang tengah duduk pada kursi samping brankar. Tangan kekar itu menggenggam erat telapak ringkih sang Putra.

Markus sejak tiga minggu pula tak meninggalkan rutinitasnya untuk menemani Gama, meski sang empu tak kian membuka mata.

"Gama, how's ur feeling? tidurnya masih nyenyak ya sayang, Ayah dan semuanya menunggu disini—

—Gama kapan bangunnya?" air mata Markus kembali meluruh. Tak kuat menahan rasa sakit yang membelenggu.

"G-gama kasih Ayah kepastian kapan bangunnya, nak. Ayo beritahu Ayah.

G-gamavin kalo nanti bangun, Ayah janji akan sayangi Gama lebih dari kemarin-kemarin. Meskipun nanti fisik putra Ayah ini ada yang berubah—"

"Setelah diperiksa, ditemukan adanya kerusakan dalam sistem geraknya. Kemungkinan pada saat Gama sadar nanti akam cacat atau mengalami kelumpuhan."

Diagnosa Ryan beberapa hari lalu kembali menusuk hati Markus. Sebegitu parahnya kah? padahal yang Ia lihat tak ada luka pada tubuh putranya.

Sosok orang tua mana yang tak hancur mendengar bahwa putranya akan mengalami hal tak mengenakkan. Sesak rasanya.

"—Ayah akan sayangi Gamavin sampai kapanpun. Nanti Ayah peluk, Ayah gendong, bahkan nanti Ayah suapi setiap harinya ya sayang? Jadi bangun ya? pleasee wake up.

Meskipun nanti Gama bangunnya bukan untuk Ayah tidak apa-apa, Ayah cuman ingin lihat Gama membuka mata. Ayo bangun!"

Kepalan tangan Markus mengeras, rasanya ingin marah setiap ucapannya tak mendapat jawaban.

"AYO BANGUN GAMAVIN!!" teriaknya frustasi. Genggaman pada tangan putranya tak sadar mengerat, menunjukkan begitu emosional dirinya.

Kepala yang terbiasa menatap lurus tersirat akan wibawa serta kekuasaan, kini menunduk dengan bulir air mata yang terus bercucuran.

Gamavin and The Martin [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang