Pintu ruangan yang tertutup rapat dengan lampu merah menyala, kini terbuka setelah memakan waktu begitu lama.
Meski dilanda menunggu yang begitu melelahkan, tak membuat luntur penantian beberapa orang diluar sana.
"Bagaimana Kak?" Markus yang tak sabar segera bertanya pada Bagas. Raut lelah benar-benar tercetak pada sosok berbalut jas operasi itu.
"Maaf—"
Sekejap seluruh Martin menegang, rasanya tak sanggup dengan apapun pernyataan Bagas.
"Untuk saat ini kondisi pasien belum bisa dikatakan stabil. Keadaannya melemah, bahkan denyut nadinya hampir hilang. Oleh karena itu Gamavin dinyatakan—
—kritis."
Deg
Markus melangkah mundur, beberapa kali menggelengkan kepalanya guna menyangkal apa yang baru saja didengar.
Orion yang sejak tadi hanya diam kini meluruh duduk pada kursi awal, meremas kuat rambutnya. Begitu memperlihatkan sebagaimana frustasinya sosok pria beranjak dewasa itu.
Keponakan satu-satunya, yang bisa Ia anggap sekaligus sebagai seorang adik, kini tak berdaya didalam sana.
Sosok anak remaja yang kerap kali membuat pusing keluargan, kini hampa dengan beribu alat penunjang menempel pada tubuh apiknya.
Herlambang menjadi satu-satunya penguat disana, berusaha tenang menghalau segala situasi yang ada. Ia melangkah mendekap putra bungsunya — Orion terduduk dengan rasa sedih yang tak kira-kira.
Lain halnya dengan Markus. Sosok Ayah satu anak itu memberanikan diri mendekat pada pintu, netranya berusaha menangkap presensi sang Putra meski hanya melalui jendela sekecil ukuran buku.
Air mata Markus berlomba-lomba turun tanpa isakan. Telapak yang gemetar mulai terangkat menyentuh permukaan kaca didepannya, berharap bahwa sentuhan itu sampai dengan baik pada Putranya.
Melihat begitu banyak benda yang entah dirinya tak tau itu apa, menempel pada tubuh sang Putra. Apakah Gamavinnya akan baik-baik saja?
"Ga-gamavin....ini Ayah." suaranya seakan tercekat sehingga hanya rapalan dalam hati yang tersampai.
"S-sakit ya nak?...
—Maafkan Ayah yang gagal jaga Gama."
Markus salah apa sampai Tuhan menghukumnya begitu menyakitkan. Sebegitu burukkah dirinya sampai karma yang Ia dapat sungguh menyiksa.
Tolong beritahu pada Markus....Tuhan. Dimana salahnya? agar Ia dapat meronta maaf supaya bukan Gama yang berada disana.
Ia rela menggantikan. Ia rela yang terbaring disana ialah tubuhnya. Tapi tolong jangan Gama, jangan pada permatanya.
Namun seharusnya Markus tahu, ini bukan soal bagaimana Markus mendapat karma. Melainkan bagaimana Tuhan memperkuat umatnya dengan cobaan yang begitu menyakitkan. Apakah umatnya akan tetap tawakal? atau malah marah atas apa yang Ia takdirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gamavin and The Martin [END]
Teen FictionKeseharian yang mengalir bagaikan arus sungai, tiba-tiba saja terusik dengan kabar bahwa dirinya akan diadopsi oleh seorang DUDA KAYA RAYA. Keseharian yang seharusnya berjalan tanpa arah harus berubah dalam arahan seseorang, bahkan aturan sebuah kel...