Happy or Sad

31 3 0
                                    

Happy reading!

•••

PLAK

PLAK

PLAK

"KAU DARIMANA SAJA HAH?! SUDAH MULAI BEBAS GITU MAIN KEMANA-MANA SAMPAI LUPA PULANG?!" Teriaknya penuh emosi lalu menampari pipinya berkali-kali. Bagaimana tidak kesal? Sudah 2 atau bahkan 3 hari ia keluar namun tidak kembali pulang. Namun ia juga tak tau kemana sebenarnya anaknya pergi.

"PAPA SENDIRI NGGAK TAU JUGA KAN AKU KEMANA?! PAPA NGGAK CARI TAU AKU KEMANA KAN?! PAPA CUMA LEBIH PEDULI SAMA SI CACAT ITU KAN?!" Teriaknya sangat emosi namun yang ia dapat bukanlah pembelaannya, ia malah mendapat bogeman lebih kuat.

BUGH

BUGH

BUGH

"KAU TIDAK USAH SOK TAU! INTINYA KAU SEKARANG PERGI KEMANA SELAMA 3 HARI INI?!"

"Aku di sandera."

"H--hah? Kau bercanda, kan?"

"Nggak. Terserah Papa mau percaya atau tidak," ia beranjak pergi ke kamarnya. Namun sebelum membuka kenop pintu, kalimat itu membuatnya terhenti.

"Siapa yang berani menyanderamu? Kenapa kamu tidak menelpon atau semacamnya untuk melaporkannya pada Papa?" Anaknya terkekeh pelan lalu berdiri sambil menyilangkan tangannya didepan pintu kamarnya.

"Kalo disandera apa yang bisa kita lakuin? Semua aja disita, terikat. Papa lupa?" Papanya langsung bungkam setelah mendengarnya, ia terlalu fokus pada pekerjaan dan anak cacatnya itu sampai ia terlupa kalau masih ada tanggungan anak sulungnya itu.

"Papa minta maaf, tapi kamu sadar atau tidak sih? Sekarang jam berapa? Dan kenapa Papa masih disini?" Jevano mengangguk pelan, "Menanyakan kabarku, Papa terlambat ke kantor."

"Seharusnya den Vano tidak usah pulang. Kepulangan raden saja tidak membuat semuanya semakin baik," celetuk Bi Jum begitu saja saat menghidangkan teh untuk tuan rumahnya. Jevano mengepalkan tangannya erat, mengapa pembantu sialan itu sudah mulai berani mengatai dirinya?

"Dan kenapa Bibi sudah mulai berani berkata kasar pada saya? Apa Bibi lupa dengan status Bibi dirumah ini?" Ketus Jevano kesal membuat emosi Bi Jum semakin meningkat. Nathan sebenarnya juga ingin mengatakan itu, tapi karena sudah kedahuluan dengan Jevano... jadi ya tidak apa.

"Karena den Bulan sudah saya anggap sebagai anak saya sendiri. Kalian berdua tak pernah merawatnya, atau bahkan menanyakan kabarnya saja sama sekali tidak pernah! Saya merasa kecewa den Bulan harus mendapat orangtua dan saudara kandung seperti kalian berdua yang jahatnya sangat luar biasa! Kalian pikir saya tidak tau segalanya, hah?!" Bentaknya kasar lalu membanting gelas berisi teh panas kelantai dan menyiram kakinya sendiri. Sakit sih memang sakit, namun tidak sesakit seperti luka yang Bulan terima!

"Den Bulan mengidap tumor, kan?!"

Jleb

Seperti ada sesuatu yang menancap pada dada Nathan, membuatnya sedikit tercekat dan membeku selama beberapa menit sebelum mengangkat bicara, "Saya tau, tapi saya tidak terlalu mempedulikannya. Dia tetaplah anak sialan, walau statusnya saat ini kritis."

Byurrr

Pyaaarr

"BIBI! INI PANAS!!" Nathan berteriak marah dan melepas kemejanya karena Bi Jum menyiram pakaiannya dengan teh panas. Jevano tentu saja tak terima, ia meremat pergelangan tangan Bi Jum dengan kuat... sesekali memelintirnya.

"APA YANG LO LAKUIN KE BOKAP GUE, HAH?! LO TUH MANUSIA RENDAHAN, SIALAN PULA!" Ia menghempaskan tangan Bi Jum kasar lalu menendang perut Bi Jum hingga jatuh tersungkur terbentur lantai. Bi Jum meringis kesakitan namun kebencian pada keluarga gila ini sangatlah besar, ia kembali bangkit lalu menghampiri Jevano.

DON'T LEAVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang