Rania and Her Prince is Gone

49 3 0
                                    

Happy reading!

•••


"Hai sayang... kemarilah."

"Bunda?"

"Iya... kenapa sayang?"

"Kenapa kita bisa bertemu kembali?"

"Apakah kamu merasakan sakit?"

"Tidak... kenapa Bunda? Apakah sesuatu terjadi padaku?"

Deburan ombak memecah keheningan yang cukup lama itu, dan juga bunyi kicauan burung camar menghiasi indahnya langit sore disana... yang pastinya bukan tempat kita berada.

"Kamu tidak ingat satu pun?"

"Hah? Ingat apa? Seingatku aku masih koma setelah kejadian aku hendak bunuh diri melompat dari jendela rumah sakit dimana aku dirawat, aku lihat Haikal ada disana bantuin aku... dia baik banget, Bunda..." kekehnya pelan.

"Penyakitmu?"

"Penyakitku? Aku sakit apa? Perasaan cuma penyakit mental deh... memangnya kenapa Bunda?"

"Berarti ingatanmu baru-baru ini terhapus, syukurlah kalau begitu... kamu tak perlu mengetahuinya."

"Kenapa?"

"Itu akan terasa lebih menyakitkan bila mengingatnya daripada keadaanmu saat ini."

Kembali hening setelah Ibunya berkata seperti itu, namun suara kicauan burung camar yang memekik membuat lamunan mereka berdua buyar dan segera mencari dimana suara burung camar itu. Ternyata burung itu terjebak di bebatuan dekat tebing yang cukup curam dan beberapa koloninya juga membantu namun tidak bisa membuat mereka berdua sedikit iba.

"Bulan, kamu turun kesana untuk membantu burung itu sementara Bunda akan memegangimu," titahnya membuat Bulan mengangguk lalu turun dengan perlahan sambil dipegangi oleh Bintang agar tidak terjatuh. Burung itu sudah ia selamatkan dan bertengger diatas kepalanya, namun naasnya kakinya malah tergelincir dan ia terjun ke jurang yang sangat curam itu. Burung camar yang ia selamatkan melompat saat Bulan tergelincir sementara Bintang memekik histeris.

"BULANNNN!!!"

Dibawah sana kepala Bulan berbenturan dengan beberapa batuan yang ada didalam jurang, memang tidak terlalu dalam hanya 5 meter namun permukaannya cukup curam. Ia tidak jatuh pingsan atau apa, ia hanya terduduk melamun disana saat perlahan tanah yang basah dan lembab itu tergenang oleh cairan merah yang mengalir dari kepalanya. Pandangannya kosong menatap genangan darah itu, kemudian tertawa dengan sangat keras.

"Jadi begitu? Aku pantas untuk mati."

Tak

Sebuah tali mengenai kepalanya lalu ia mendongak dan dapat ia lihat Ibunya ada diatas sana. "Berpeganglah pada tali itu! Bunda akan menarikmu keluar!" ia hanya mengangguk pelan lalu berpegangan pada tali itu membuat dirinya sedikit tertarik keatas. Saat sudah sampai diatas, Ibunya menghamburkan dirinya pada Bulan lalu menangis sesegukan.

"Kamu tidak apa, sayang? Ada yang sakit? Katakan pada Bunda!"

"Nggak... nggak ada yang sakit kok Bunda, tapi..."

DON'T LEAVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang