Bitter Reality

46 3 0
                                    

Happy reading!

•••

Suasana pagi beranjak siang itu di selimuti mendung namun hujan sama sekali tidak turun karena semalam sudah turun dengan deras. Cuaca saat ini sangat mendukung dengan acara berkabung yang digelar tidak meriah, namun sangat ramai yang berkunjung kerumah itu. Serangkaian pajangan bunga yang bertuliskan turut berbela sungkawa atas kepergian sosok hebat yang membuat para pelayat tak dapat melupakannya terpajang berjejer rapi.

Tak ada satupun dari mereka yang tersenyum saat ini, bercanda tawa, ataupun yang lainnya karena masih terselimuti hawa kesedihan yang mendalam. Mereka masih tak percaya... dia akan pergi secepat ini. Padahal seingat mereka dia masih dirawat dirumah sakit, dia masih bisa tersenyum walau kondisinya kritis, dia masih bisa tertawa menutupi masalah pribadinya, dia masih bisa marah pada mereka karena suatu hal, dan sekarang... digantikan dengan mimpi buruk milik Haikal. Ia tak pernah menyangka akan bermimpi buruk seburuk ini.

Kematian atau kelahiran seseorang siapapun tidak ada yang tahu, kan? Hanya Sang Pencipta lah yang mengetahuinya. Sebaik atau seindah apapun dunia yang kita tinggali ini... akan tetapi tetap saja kita berjalan menuju kematian, mau tidak mau, suka tidak suka, benci tidak benci, muak tidak muak, dan lain sebagainya. Jangan sia-siakan hidup kita yang hanya sebentar ini dengan melakukan hal-hal yang tidak penting.

"Kal... lo dari semalem nggak ngomong, nggak mau makan, nggak mau ngelakuin apa-apa... lo itu maunya gimana sih? Ikhlas, Kal..." lirih Arjuna yang kesekian lamanya membujuk Haikal agar mengatakan sesuatu atau menginginkan sesuatu sejak malam... namun hasilnya nihil, usahanya gagal total. Apapun yang mereka katakan padanya, dia takkan merespon atau mendengarkannya... dia sibuk dengan pikirannya saat ini dan entah apa yang ia pikirkan. Kaos oblong yang sudah kusut sejak tadi malam ia pakai tidak digantinya

Bryan menghampiri mereka berdua yang duduk di sofa, tidak ikut duduk bersama yang lain yang berada disamping sahabatnya yang sudah tertidur dengan nyenyak. Katanya mereka berdua tidak ingin merasa sangat bersedih saat ini walau rasa sedih itu sangat menguar pagi ini. "Haikal, kamu dengar Papa?"

Ia hanya mengangguk pelan membuat Arjuna dan Bryan bernapas lega, setidaknya saat ini ia tak terlalu melamun seperti tadi dan ingin merespon walau hanya sebentar. "Kamu makan, ya? Dari semalam kamu tidak makan, nak."

Haikal menggeleng pelan membuat perasaan mereka berdua sedih, Haikal memang keras kepala. Bianca datang menghampiri mereka sambil menahan isak tangisnya saat melihat cucunya yang tak bertenaga sama sekali. "Kamu harus nurut sama Papa kamu, sayang... kamu tidak boleh begini. Kamu harus kuat, kamu harus ikhlas..."

"Untuk melupakannya? Begitu saja? Kalau begitu biar aku saja yang mati, bukan dia!" Bentaknya kesal semua orang yang berada disana memusatkan perhatiannya pada Haikal, dia sudah berbicara? Syukurlah.

"Setidaknya tidak seperti ini juga, Haikal! Kamu harus ikhlas agar ia disana tak merasa terbebani karena kamu belum mengikhlaskannya pergi!" Sewot Kun kesal membuat Xiaojun dan teman-temannya harus menahannya karena ia ingin meninju wajah lesu Haikal. Haikal memberanikan menatap semua pelayat yang datang termasuk teman sekolahnya dengan pandangan kosong sebelum tatapan terakhirnya jatuh pada sosok yang sudah terbujur tak bernyawa disamping Nathan, memandangnya lekat membuat dirinya kembali berlinang air mata dan dadanya sesak... ia tak tahan melihat dia seperti ini.

Dengan langkah gontai atau sangat lesunya ia menghampiri sahabatnya itu, saat sudah tepat berada di sampingnya tangisannya pun pecah dengan sangat kuat dan histeris seolah dirinya juga ikutan melebur jiwanya bersama sahabatnya itu. Ia memeluk sahabat satu-satunya yang sangat memahami semua masalahnya itu dengan erat seolah ia beneran tidak mengikhlaskan kepergiannya. Bahunya gemetaran sementara napasnya tidak beraturan karena ia mulai sesegukan, semua orang melihatnya juga merasa sangat kasihan. Dia yang biasanya selalu ceria dan selalu bercanda tawa, kini harus menerima kenyataan pahit seperti ini.

DON'T LEAVE METempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang