05. Pertemuan Pertama

8.9K 740 54
                                    

Gagal total.

Semua perjodohan yang telah Anindira atur untuk putri sulungnya gagal total. Dari 20 laki-laki yang telah ia perkenalkan tidak ada satu pun yang sesuai dengan kemauan Gatari.

Anindira menghela napas berat. Tersisa tiga hari sebelum waktu enam bulan setelah menerima lemparan buket bunga pernikahan Valerie Marsah kadaluarsa. Anindira tidak ingin meyakini mitos, tapi mitos satu ini membuatnya ngeri. Amit-amit putrinya tidak bisa menikah selamanya. Prioritas Anindira sekarang berubah—menikah bisa nanti, yang terpenting sekarang Gatari mempunyai calon, yang penting ada dulu mempelai prianya.

"Kehabisan stok kandidat?" Dini—teman arisannya bertanya. Mereka berdua kini sedang berada di Sugeng Rawuh. Restoran khas Jawa Tengah—yang terletak di Jakarta Selatan—milik keluarga Naresdipati.

Anindira mengangguk. Sudah 20 pasukan ia kerahkan. Namun semuanya gugur di medan tempur. Harus mencari kemana lagi dia untuk mendapatkan pasukan bala bantuan? Lawan tangguh seperti Gatari sulit sekali ditumbangkan.

"Mau besanan sama keluarga besarku nggak, Nin?" tawar Dini kepada Anindira setelah menyeruput earl grey tea dari cangkirnya.

Anindira menoleh cepat. "Sama anakmu? Bukannya yang cowok masih SMA?"

Dini buru-buru menggeleng. "Bukan sama anakku, tapi sama keponakanku," ujar Dini membetulkan.

"Oh, ya?" Anindira tertarik. Kedua matanya bahkan terbuka lebar penuh binar.

"Kakak perempuanku punya anak cowok seumuran Gatari, denger-denger dari grup WhatsApp keluarga katanya dia lagi nyari calon istri. Coba aja dikenalkan, siapa tau cocok?"

Anindira mengangguk penuh semangat. Boleh. Sangat boleh. "Pekerjaannya apa kalo boleh tau, Din?"

"Arsitek. Sekarang udah jadi bos di perusahaannya sendiri, kamu nggak perlu khawatir bibit bebet bobotnya, aku jamin keponakanku ini kualitas premium." Dini menjelaskan, tangannya seraya mengambil ponsel di atas meja hendak menghubungi seseorang. "Aku telpon Mbakyu-ku dulu, biar ketemuan sekalian di sini."

"Iya, Din." Anindira langsung setuju. Semangatnya yang telah padam bangkit kembali.

"Halo, Mbakyu? Hm? Iya. Aku lagi di Sugeng Rawuh sama Mbak Anindira. Iya, iya. Ini keponakanku masih belum nemu jodohnya Mbak? Belum? Oke, belum. Gini, Mbak Anindira yang punya resto Sugeng Rawuh juga lagi nyari calon suami buat anak perempuannya. Iya, gimana? Ke sini? Mbak mau nyusul ke sini sekarang? Iya aku masih lama, oke, kalo gitu aku tunggu. Iya, hati-hati. Iya, Mbak." Sambungan telepon terputus. Anindira yang menyimak dari samping secara garis besar tahu apa yang Dini bicarakan dengan kakak perempuannya lewat telepon.

"Mbakyu-mu mau ke sini?"

"Iya. Katanya lebih enak kalo dibahas langsung tatap muka. Lagi perjalanan ke sini orangnya," ucap Dini sambil menyimpan kembali ponselnya.

Anindira melihat ke sekeliling meja. Bola matanya bergerak gusar kesana kemari. Apa yang harus dia persiapkan untuk menyambut calon besannya (kalau jadi)?

"Tunggu di sini, aku ke belakang dulu." Anindira meninggalkan mejanya.

Perempuan paruh baya itu setengah berlari ke bagian belakang restoran miliknya. Menemui juru masak untuk membuatkan bermacam makanan untuk menyambut kakak perempuan temannya. Lalu setelah selesai memberikan instruksi, perempuan itu menyambar map besar berwarna cokelat dari ruang kerjanya dan bergegas kembali duduk bersama Dini di kursi semula.

"Gatari sekarang sibuk banget keliatannya? Aku liat di Instagram, kayaknya nggak pernah ada abisnya kegiatan dia. Perempuan mandiri macam Gatari emang mau dijodohin, Nin? Anakmu secantik itu pasti udah punya pacar, kan?" Dini bertanya di sela-sela mereka menunggu kedatangan satu tamu yang masih dalam perjalanan.

ROMANTIC ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang