12. Rantai Kesalahpahaman

7.5K 755 27
                                    

Setelah mendengar berita yang mengejutkan dari putra bungsunya, Anindira mencoba menghubungi Gatari berkali-kali, hasilnya nihil. Tidak satu pun panggilannya terjawab.

Merasa tidak tenang, Anindira memutuskan menghubungi keluarga calon besan, Sarah. Mengabarkan bahwa Atlas sedang berada di apartemen putrinya. Anindira menyampaikan semua yang diceritakan Danuarta kepada Sarah. Semuanya ... tanpa kecuali.

Sarah detik itu juga menghubungi putra keduanya. Harap-harap cemas karena Atlas tak kunjung menjawab teleponnya.

Sebenarnya mereka sedang ngapain sih sampai telepon saja tidak sempat mengangkat???!

Dua ibu itu tidak bisa tidur sepanjang malam. Ide menghampiri anak-anak mereka di apartemen akan sangat tidak senonoh dan melanggar privasi. Jatuhnya seperti Satpol PP yang sedang melakukan razia penggerebekan.

Rasanya mau gila.

Pagi hari pukul tujuh suara mobil Atlas terdengar di pelataran. Sarah berakting tidak tahu apa-apa dengan duduk tenang di sofa ruang keluarga sambil menyeruput teh hangat.

Atlas dengan santai melangkah masuk. Menyapa mamanya dengan senyuman. Tanpa rasa bersalah—telah membuat mamanya begadang semalam suntuk, lelaki itu berjalan naik ke lantai dua, hendak menuju kamarnya.

"Atlas? Nak?" panggil Sarah, gagal menahan mulutnya untuk tidak bertanya. "Kamu baru pulang? Semalam menginap di luar?"

Atlas mengurungkan langkahnya. Berhenti di tengah tangga. "Ah, iya, ada urusan sama Gatari."

"Di?"

"Di apartemen Gatari." Atlas menjawab dengan jujur. Meski instingnya mengatakan, sepertinya ada yang salah.

Sarah ingin sekali bertanya banyak hal. Namun ia tidak mau terkesan menginterogasi putranya. Atlas sudah dewasa, pasti bisa mempertanggungjawabkan tindakannya kan?

"Oh, begitu," pungkas Sarah. Berhasil menahan mulutnya yang masih ingin mengeluarkan beribu pertanyaan.

"Ya udah, Ma, Atlas mau ke kamar dulu."

"Ikut sarapan, Nak?"

"Kayaknya enggak. Atlas tadi udah sarapan. Ini mau mandi terus tidur. Semalam nggak tidur sama sekali."

Suara langkah kaki Atlas yang semakin samar mengiringi guncangan syok yang menjebol benteng pertahanan hati Sarah.

"Tidak tidur sama sekali?" gumamnya seorang diri. "Memangnya semalaman kamu ngapain aja, Nak?"

Sarah harus segera menghubungi Anindira. Jika sudah begini, keputusan paling tepat adalah menikahkan Atlas dan Gatari secepatnya.

"Ada apa, Mel?" Rumi yang sudah siap dengan setelan kerjannya menyempatkan diri ikut sarapan, bertanya kepada Amel yang kini membisu di kursi meja makan.

Anak itu baru saja menguping percakapan mamanya dengan kakak nomor duanya.

"Mas Atlas semalam nggak pulang. Dia nginep di apartemen Mbak Gatari." Amel menyampaikan kepada kakak sulungnya dengan nada datar. Padahal dalam hatinya badai berkecamuk karena terkejut.

"Masa? Wah, bocah satu itu," ujar Rumi melirik pintu kamar Atlas yang tertutup rapat di lantai dua. Tatapan Rumi sinis. Bocah gemblung.

"Mas Rumi bilang Mas Atlas mustahil jatuh cinta lagi? Tapi ini malah progres PDKT-nya cepet banget? Brutal sekali pula?" Amel memprotes. Karena prediksi kakak sulungnya itu sangat tidak akurat.

Rumi memegangi pelipisnya. Kelakuan adik laki-lakinya membuat kepalanya mumet. Kalau mau mencontohkan hal buruk seharusnya jangan diperlihatkan kepada si bungsu. Repot urusannya kalau Amel tahu.

ROMANTIC ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang