13. Bertunangan

7.6K 698 124
                                    

Selama berhari-hari kedua pihak keluarga—baik dari Wijayanto maupun Naresdipati—melakukan perundingan meja bundar tanpa sepengetahuan anak-anak mereka. Membicarakan, mengkonsolidasi, kemudian menyusun rencana strategis Plan A hingga Plan B acara pertunangan Atlas dan Gatari.

Kedua belah pihak setuju, pergaulan bebas bukan budaya orang Jawa. Membiarkan anak mereka dimabuk cinta tanpa ikrar yang sah terlalu berbahaya. Seperti membiarkan truk melaju dengan rem blong, sewaktu-waktu dapat menyebabkan kecelakaan fatal. Sehingga segera mengesahkan hubungan kedua anak mereka melalui ikatan pernikahan menjadi pilihan paling tepat.

Danuarta mengambil peranan penting atas terwujudnya keputusan ini. Karena semua asap bermula dari anak satu itu.

Maka dari itu langkah awal yang perlu kedua keluarga tempuh adalah dengan mengadakan acara pertunangan.

Keluarga Wijayanto sebagai pihak dari mempelai laki-laki menjadi juru kunci pemersatuan dua keluarga besar ini.

Rabu itu Atlas diminta hadir di ruang tamu setelah makan malam. Anggota keluarganya sudah menunggu.

"Rapat keluarga?" tanya lelaki yang baru saja mendaratkan punggungnya pada sandaran sofa. Atlas tidak curiga. Ia tetap santai dan tenang meski semua mata tertuju padanya.

Ruang tamu yang luasnya hampir setengah lapangan sepak bola dengan chandelier yang menggantung megah di langit-langit, hanya diisi oleh empat orang. Sarah dan Budiman duduk bersebelahan. Rumi duduk agak berjauhan. Atlas duduk menyendiri di sofa panjang berhadapan dengan orangtuanya.

"Ada yang mau Papa sama Mama bicarakan sama kamu." Budiman mengawali, membuat Atlas menegakkan posisi duduknya.

"Soal apa? Gatari?" Atlas bisa menebak. Apalagi yang akan dibicarakan setelah Atlas mendengar dari Amel bahwa mamanya bolak-balik ke Sugeng Rawuh sehari tiga kali.

Budiman dan Sarah saling melempar pandang. Bagaimana anaknya tahu? Peka juga anak lanang nomor duanya.

"Iya, betul. Mama sama Papa ingin tau keseriusan kamu mengenai Gatari," ujar Sarah. Raut dan nada bicaranya sudah seperti seorang jaksa yang sedang menuntut terdakwa.

"Kamu serius mau menikahi Gatari?" Budiman terus terang. Pria itu enggan berbasa-basi.

Atlas menautkan kedua tangannya. Memasang wajah penuh kesungguhan. "Serius."

Budiman dan Sarah bernapas lega mendengar penuturan Atlas. Rumi yang turut berada di antara mereka tersenyum tipis, memilih menyimak dalam diam, mendengarkan adiknya dengan seksama.

"Sudah memikirkan kapan mau melamar? Atau sudah sampai memikirkan kapan mau menikah?" kejar Sarah tidak mau kehilangan momentum.

"Rencananya Atlas mau lamar Gatari bulan depan."

"Bulan depan?"

"Iya, bulan depan."

Keputusan itu telah dibahas Atlas dengan Gatari hari kemarin, saat Atlas mengajak perempuan itu ke rumah barunya—sekaligus Gatari mengantarkan lukisan Pegunungan Alpen yang mereka buat bersama tempo hari sampai tidak tidur semalaman. Keduanya berdiskusi panjang lebar sembari berkeliling rumah. Hingga sampai pada keputusan mereka berencana mengadakan pertunangan bulan depan dan akan menikah dua bulan setelah pertunangan. Atlas dan Gatari tidak mau membuat rencana yang terburu-buru, meski ingin menikah secepatnya, tapi perencanaan yang matang juga perlu.

"Apa nggak terlalu lama menunggu sampai bulan depan?" Sarah sedikit keberatan. Baginya satu bulan itu lama sekali. Masih ada 30 hari lagi yang perlu dilewati.

"Memangnya mau kapan? Sebulan nggak lama, Ma."

"Sebulan masih lama, Atlas. Mama maunya—"

"Minggu depan," potong Budiman. "Alangkah baiknya segera melamar Gatari kalau kamu memang mantap serius." Pria yang kini sudah banyak beruban itu menatap lurus manik putranya. Tidak mengintimidasi, hanya berusaha menyarankan keputusan terbaik.

ROMANTIC ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang