21. Malam Pertama

11.4K 883 132
                                    

Begitu sampai rumah, keduanya langsung menghantam sofa dan merebahkan diri.

Memang sialan pesta pernikahan, rasanya capek setengah mati, tour fashion show keliling Eropa saja tidak se-melelahkan ini. Gila. Nikahan satu hari saja rasanya seperti digebukin orang satu kampung.

"Aku mandi dulu, Gat." Atlas bangkit pertama. Berjalan ke lantai dua menuju kamarnya. Wajah pria itu menunjukkan roman kelelahan. Bisa dilihat dari langkah kaki yang gontai menapaki anak tangga satu per satu, kasihan sekali manusia introvert satu itu, energinya pasti tersedot habis sampai ke akar-akarnya.

"Hm. Duluan aja. Aku masih mager."

Gatari masih enggan bergerak. Punggungnya sudah nyaman dengan empuknya bantal. Badannya sudah menyatu dengan sofa. Raganya menjerit kehabisan energi memohon untuk diistirahatkan. Apalagi kedua kakinya, engselnya seakan lepas.

Hampir setengah jam Gatari merebahkan badan tanpa bergerak satu inci pun. Pelajaran bagi yang mau menikah, mengundang seribu tamu lebih sama saja dengan bunuh diri. Alias tepar!

Omong-omong, ini bagaimana Gatari melepaskan gaunnya tanpa bantuan Eva dan Laila? Sanggul, mahkota, veil, kalung, anting, dan semua pernak-pernik yang menempel di tubuhnya, bagaimana melepaskan semua tetek bengek ini tanpa bantuan para dayang?

Kedua mata Gatari terbuka lebar. Perempuan itu bangkit berdiri, mengangkat gaunnya yang menyapu lantai, setengah berlari menaiki tangga menuju kamar.

Pertama-tama hapus makeup dulu. Nasib baik makeup di wajahnya tidak setebal thesis paper miliknya. Menghapus riasan cukup dengan menggunakan kapas dan micellar water.

Setelah Gatari selesai dengan wajah, satu per satu perhiasan yang menempel di tubuh mulai ia lucuti. Ternyata pernak-pernik itu mudah dilepas meski harus mengerahkan usaha. Nah, PR utamanya adalah melepaskan gaun.

Tuhan ... kenapa Cece alias Celine mendesain gaun ini dengan ritsleting berada di punggung?

Tapi tenang, Gatari bisa minta bantuan Atlas.

For your information, letak kamar Gatari tepat bersebelahan dengan kamar Atlas. Betul-betul bersisian. Persis.

Dengan masih mengangkat gaunnya dengan kedua tangan agar bisa berjalan cepat, Gatari mendatangi pintu kamar suaminya.

"TLAS UDAH SELESAI MANDI?!" teriak perempuan itu dari luar.

"Udah."

Pintu terbuka sejurus kemudian. Wajah segar Atlas menyambut. "Kenapa?" tanya pria itu.

"Bantu lepasin baju."

Gerakan tangan Atlas yang sedang mengeringkan rambut basahnya dengan handuk terhenti. Apa yang barusan didengarnya? Tidak salah? Lepasin apa?

"Bantuin buka ritsleting. Aku mau mandi. Tolong." Gatari menyodorkan punggungnya. Mereka berdua masih berdiri di muka pintu.

Hampir saja Atlas salah paham. Terkutuklah pikirannya.

Dengan tangan yang bergerak ragu, Atlas meraih ritsleting yang berada di punggung Gatari tepat di bawah tengkuk leher.

"Ini di bawah gaun kamu nggak pakai apa-apa?" tanya Atlas setelah sebagian punggung Gatari terekspos.

"Enggak."

Atlas meneguk ludah, mencoba bersikap biasa saja, meski baginya ini canggung bukan main.

"Jangan sampai bawah banget. Udah segitu aja." Gatari menarik diri setelah ritsleting terbuka sampai di ujung terbawah punggungnya.

Atlas memalingkan muka. "Sisanya bisa sendiri?"

"Kayaknya bisa. Kalau nggak bisa nanti aku teriak panggil kamu lagi. Thanks, Tlas." Perempuan itu dengan terseok-seok kembali lagi ke kamarnya. Meninggalkan Atlas yang masih termangu di depan pintu.

ROMANTIC ESCAPETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang