Suara ketikan keyboard mengalun merdu di malam yang terasa sunyi. Hanya bunyi suara jangkrik yang mengiringi irama ketikan yang semakin melambat. Di akhir ketikan tertulis label End.
"Akhirnya selesai,"
Layar komputer yang menyala memberi dua pilihan. Posting atau tidak.
Gadis dengan pakaian yang acak-acakan dan kantung mata yang terlihat jelas langsung menekan tombol posting. Ia tak lagi memeriksa hasil ketikannya. Ia sudah yakin dengan ending cerita yang Ia tulis.
Ilona Huria, gadis mandiri yang sudah menerbitkan enam karya yang menarik minat pembaca. Karyanya sudah di baca lebih dari lima juta pembaca. Tangan ajaibnya mampu menyihir pembaca di setiap bab yang Ia tulis.
"Ilona, aku bangga padamu hehehe. Oh tidak, aku merasakan bom waktu," ujarnya sembari menepuk kepalanya sendiri pelan. Memberi apresiasi singkat untuk dirinya.
Tak berselang lama, puluhan komentar membanjiri layar komputernya. Semua itu dipenuhi komentar penggemar yang lagi-lagi merasa puas dengan ending yang Ia ciptakan.
'Aku merasa puas dengan nasib antagonisnya"
'Penulis yang hebat, tokoh protagonisnya sangat menyedihkan'
'Mereka berhak bahagia'
'Antagonisnya benar-benar memalukan. Aku benci antagonisnya. Untung saja protagonisnya tegas'Seperti biasa, novelnya selalu terkenal dan banyak penerbit yang akan menghubunginya.
Tling...
'Penulis berhati kejam'Satu komentar yang berbeda dari kebanyakan komentar lainnya membuat perhatian Ilona teralihkan.
"Pasti haters," gumam Ilona mengerdikkan bahunya acuh.
Ilona menghela nafas berat. Ia mematikan layar komputernya. Ia sudah lelah dan butuh istirahat. Menghabiskan malam hanya untuk menciptakan ending yang sesuai. Kacamata yang bertengger di matanya Ia lepas. Percayalah menjadi penulis benar-benar menguras imajinasi liarnya.
"Aku sangat mengantuk. Ah, melelahkan sekali. Punggungku terasa remuk. Ranjang, aku datang," ujarnya. Ia merebahkan tubuhnya di ranjang kesayangannya. Tak berselang lama, Ia sudah tidur dengan pulas.
Disaat itu pula, semilir angin menyibak selembar kertas usang yang terletak di samping komputernya. Kertas itu hanya bertuliskan satu karakter yaitu 'antagonis'. Kupu-kupu putih yang berkilau hinggap di atas kertas itu. Waktu seolah berhenti.
Klak....
Disaat itu pula Ilona membuka matanya yang sempat terpejam beberapa saat. Matanya bergerilya mengitari seluruh tempat. Ini bukan rumahnya. Dia tiba-tiba berada di ruang hitam tanpa batas yang terlihat kosong. Cahaya disana terlihat remang-remang. Ilona mengerutkan keningnya bingung. Dimana dia?Enam orang dengan tatapan marah muncul dihadapan Ilona.
"Kau penulis berhati kejam. Kau tak memberi celah sedikitpun pada kami untuk bahagia,"
"Benar. Kau tidak layak menjadi penulis. Kau terlalu kejam,"
"Antagonis juga manusia. Kami bukan iblis yang harus dihujani kebencian,"
"Kau menciptakan kami hanya untuk menderita,"
Ilona belum sempat memahami situasi apa yang sedang Ia alami. Namun Ia sudah di hujani kemarahan orang-orang yang ada di hadapannya. Ilona menatap mereka satu persatu dengan wajah bingungnya. Ia menatap mereka cukup dekat.
"Siapa kalian?," tanyanya dengan raut penasaran. Mereka orang yang aneh. Ilona yakin Ia sedang bermimpi saat ini.
"Kami? Tentu saja tokoh antagonis yang kau ciptakan," jawab salah seorang dari mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonist Writer
FantasyIlona Huria merupakan seorang penulis dengan nama pena 'Quin'. Ia sudah menerbitkan enam karya yang membuat pembacanya puas dengan setiap karya yang Ia ciptakan. Ilona selalu memberikan ending yang bahagia pada semua tokoh utama dan memberikan endin...