4-Alur Yang Berantakan

121 5 0
                                    

Ilona bisa beristirahat sejenak. Membersihkan bajunya yang terkena kuah bakso. Dia merasa kesal. Tidak, dia sangat kesal sampai ingin membanting meja.

"Helena, kamu gak papa? Tadi kamu terkena kuah bakso panas," Viona tiba-tiba muncul bak hantu di wastafel membuat Helena kaget setengah mati. Nyawanya terasa di tarik dan jantungnya berdetak tak beraturan.

"Viona, lo kalau muncul jangan kayak setan," Ilona memegangi dadanya masih merasa kaget.

"Ya maaf. Kamu sendiri dari tadi melamun. Pasti karena kak Laska kan? Kamu masih suka sama kak Laska ya?" Tanya Viona penasaran. Meskipun Helena sering merundungnya, entah kenapa Viona selalu merasa Helena adalah gadis yang baik. Meskipun seluruh orang menghujat dan menakutinya, entah kenapa Viona merasa Helena tak seburuk yang ada di pikiran orang-orang.

Ilona menghela nafas sejenak. Ilona menciptakan karakter Viona dengan sangat polos. Ibaratnya anak kecil yang baru belajar banyak lalu mengenal Alaska yang super duper brengsek. Alaska si pria dingin yang tak berhati, setelah mengenal Viona barulah Ia mulai sedikit melunak.

"Jawabannya selalu ya. Gue selalu menyukai Alaska. Lo pasti merasa marahkan setiap kali gue deketin Alaska. Viona, gue gak bakal berhenti buat dapatin Laska," perkataan itu bukan dari Helena, melainkan dari Ilona sendiri. Dia sendiri yang mengucapkan dialog itu dengan nada yang terkesan sombong.

"Kamu baik-baik saja?," tanya Viona dengab raut khawatir.

Ilona mengerutkan keningnya bingung. Si karakter utama ini bodoh atau apa. Jelas-jelas perkataan Ilona barusan adalah ancaman bagi hubungannya dan Laska. Ah benar, dia berhati malaikat sedangkan Helena berhari iblis.

"Ah maksudku pakaianmu kotor. Kamu akan keluar dengan pakaian seperti itu?," tanya Viona. Ia membuka ranselnya, mengeluarkan pakaian berwarna hitam.

"Ganti saja," Viona menyodorkan pakaiannya pada Helena. Dia ingin Helena sedikit merasakan kehangatan. Viona bisa merasakan hati Helena yang begitu dingin tak tersentuh.

"Viona, lo emang bodoh. Lo masih nolong orang yang udah sering celakain lo? Orang yang mau rebut milik lo?" Ilona mengambil pakaian yang disodorkan Viona padanya. Ia tetap akan mengganti pakaiannya. Lagi pula, karakter Viona memang sepolos itu di novelnya.

"Aku gak bodoh Hel, ada beberapa hal yang tak seperti yang kamu lihat. Helena, sebaiknya kamu kenali aku lebih jauh. Kamu akan menemukan kebenarannya. Gunakan hati nuranimu," Viona memandang serius Helena beberapa saat.

"Aku ada kelas sekarang. Aku pamit," Viona kembali menutup pintu kamar mandi dan melenggang ke kelasnya.

Ilona kembali mengerutkan keningnya seolah semua hutang negara harus dia yang menanggung.

"Kenapa famale lead yang gue ciptain jadi misterus gini?," Ilona merinding sendiri mengingatnya. Sudahlah, penulis belum tentu tau semuanyakan?.

🌸🌸🌸🌸🌸

Meja, buku dan pena. Tiga benda itu saat ini sudah tersaji di depan Ilona. Apa yang dilakukannya? Belajar? Tentu saja tidak. Dia akan mempercepat alur novelnya agar bisa segera bangun. Dia akan membuat karakter Helena bertahan hingga akhir. Ia membuka bukunya dan mulai menggores kertas kosong itu dengan tinta pena. Perlahan tapi pasti, Ia menggores kertas itu hingga menjadi beberapa bait.

Viona mengerang kesakitan saat tubuhnya terhempas keras di lantai yang licin. Helena menyunggingkan senyumnya. Dia akan menghabisi Viona saat ini. Dia harus menyingkirkan Viona agar Alaska meliriknya.

Helena mengambil balok kayu untuk memukul Viona dengan keras. Namun sebelum aksinya dilancarkan, Alaska datang bak pahlawan yang menyelamatkan kekasihnya. Alaska menarik tangan Helena dan menjambak rambut gadis itu. Tak ada yang akan selamat jika orang itu berani mengusik miliknya.

Antagonist WriterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang