Aeren membopong tubuh gadis yang belum Ia ketahui namanya itu keluar dari sungai. Nafasnya terengah. Ia berusaha membuat gadis itu sadar.
"NONA, KENAPA KAU TIDAK KELUAR?," Cassi berteriak sangat keras. Air matanya bercucuran. Dia hendak melompat ke sungai namun di tahan oleh orang sekitar. Terlalu berbahaya karena tak ada yang tau apa yang bersembunyi di bawah sungai yang tenang itu.
Kaisa juga berada tak jauh dari jembatan. Lebih tepatnya dia berada di tempat makan. Ia terlihat santai memperhatikan keributan yang terjadi ditemani oleh pengawal setianya, Geri.
"Waaah, pertunjukan yang menyenangkan," gumamnya sembari menyesap minuman yang dia pesan.
"Dia akan mati jika tak keluar dalam dua menit lagi," Geri melipat tangannya di depan dada. Pengawalnya itu sedikit serius.
"Kau tidak tau? Wanita itu melakukan usaha yang sia-sia. Ku rasa tak ada satupun orang di istana yang menyukainya. Termasuk anjing peliharaan raja itu," Kaisa menunjuk dengan dagunya.
"Maksudmu putra mahkota?," Geri memperhatikan Aeren yang berusaha membuat gadis yang di selamatkannya sadar.
"Lihat, tak lama lagi dia akan keluar dari air. Anak dari seorang mentri perang memang cukup pintar mencari perhatian. Namun sayangnya, pria incarannya tak peduli,"
"Maksudmu—dia sengaja menjatuhkan dirinya di depan Aeren?"
"Bukannya sudah jelas? Siapa yang tidak tau sifatnya yang gila kedudukan. Dia pasti akan melakukan apapun agar sampai pada posisi permaisuri," Kaisa menghabiskan air di cangkirnya. Ia menatap Aeren dengan tatapan benci. Atensinya beralih pada gadis yang diselamatkan Aeren. Dia cantik dan menarik. Sepertinya sangat berharga bagi Aeren. Dia akan mendapatkan gadis itu.
"Sudah dua menit, kurasa dia sudah mati di bawah sana," Geri memperkirakan berapa lama manusia bisa menahan nafas di dalam air.
"Eh, kau terlalu meremehkannya. Ikut aku," Kaisa berjalan menuju kerumunan orang-orang yang masih terkejut dengan insiden yang terjadi. Tidak, dia memgambil jalan lain. Dia berjalan ke seberang sungai yang tak ada seorangpun disana. Terlebih lagi di sana tak ada cahaya.
Kaisa berdiri tepat di tepi sungai.
"Kau lihat, dalam hitungan ke tiga dia akan keluar dari sungai,"
"Satu.....dua.....tiga,"
Tepat setelah kata tiga itu, Ilona langsung muncul ke permukaan dengan nafas terengah. Ia membawa tubuhnya ke tepi sungai.
"Lihat?," Kaisa menyunggingkan senyumnya.
"Hebat juga," Geri menatap kagum. Menahan nafas selama itu di dalam air dan masih sadarkan diri.
"Nona," Cassi berada di seberang sungai. Ia cukup jauh dari Ilona. Namun suaranya masih bisa di dengar.
Uhuk...uhuk...
"Tidak adakah yang berniat menyelamatkanku? Percuma menahan nafas selama itu. Tetap saja keluar dengan usaha sendiri. Aku harus basah kuyup dimalam hari. Menyebalkan," Ilona menggerutu tak jelas. Untung saja dia ahli berenang. Oh tidak, kakinya tiba-tiba keram dan tak bisa digerakkan. Dia tidak bisa naik ke daratan."Oooo, jadi kau sengaja menceburkan dirimu. Sudah ku duga. Cukup licik," Kaisa bicara tenang. Tapi mampu membuat Ilona terlonjak kaget. Tubuhnya sedikit terhuyung tapi tangannya langsung berpegangan pada batu di pinggiran sungai.
"Kau juga tak ingin menyelamatkanku?," suasana hati Ilona sangat buruk. Bisa-bisanya tak ada satu pun tokoh yang berniat membantunya. Tak ada satupun. Termasuk tokoh antagonis prianya. Salahnya karena membuat Kaisa mencintai Nayara. Cassi di kecualikan, karena dia terlalu setia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Antagonist Writer
FantasyIlona Huria merupakan seorang penulis dengan nama pena 'Quin'. Ia sudah menerbitkan enam karya yang membuat pembacanya puas dengan setiap karya yang Ia ciptakan. Ilona selalu memberikan ending yang bahagia pada semua tokoh utama dan memberikan endin...