9-Novel Yang Sempurna

83 6 0
                                    

Kereta kuda bercorak angsa terbang melaju membelah lautan manusia yang tengah berlalu lalang. Kereta kuda yang setara dengan milik kerajaan. Cassi duduk di samping kusir yang mengendalikan kuda. Seorang pelayan tak boleh masuk ke dalam kereta kuda majikannya. Itulah aturan dari kediaman mentri perang.

Ilona memperhatikan pakaian yang Ia kenakan. Gaun kuning pucat dengan aksesoris yang cukup berkelas. Ia cukup lama termenung. Sekarang Ia menyesal. Kenapa dia harus membuat namanya sebagai karakter antagonis.

Kereta kuda berhenti di sebuah kediaman yang cukup terbengkalai. Sepertinya tak ada pelayan yang membersihkan tempat itu.

"Nona, kita sudah sampai," ujar Cassi. Ia membantu Ilona untuk turun dari kereta kuda.

"Ini rumahnya?," tanya Ilona sedikit tak percaya. Kenapa sangat tak terurus.

"Benar nona," jawab Cassi.

"Baiklah. Kau tunggu aku disini. Aku akan masuk sendiri. Oh, kau harus berjaga-jaga jika ada kondisi darurat,"

"Baik nona,"

Ilona melenggang masuk ke dalam kediaman itu. Kediaman pangeran Kaisa alias Kai. Pangeran tidak sah yang telah merusak reputasi keluarga kerajaan.

Selangkah kakinya menginjak halaman kediaman itu, pintu kediaman kembali tertutup. Tak lama setelah itu sebilah pisau bertengger di lehernya dengan seorang pria berwajah dingin.

Ilona menelan salivanya kasar. Dia tidak mengharapkan hal ini terjadi. Pisau mengkilap itu benar-benar tajam. Ilona bisa merasakan dinginnya pisau itu menempel pada kulitnya.

"Putri tunggal kediaman mentri, heh," pria itu tersenyum meremehkan. Jarang-jarang ada pengunjung yang mendatanginya. Bagus juga, sudah lama Ia tak menghabisi seseorang.

"Kai. Itu, bisakah kau jangan terlalu serius. Kau yang membawaku ke dalam cerita ini. Aku penulis novel ini, kau ingatkan?," ujar Ilona tersenyum cemas. Kenapa auranya kejam sekali. Ilona mencoba menjauhkan pisau itu namun tetap tak berhasil.

"Omong kosong," Kai memperapatkan jarak pisaunya dengan leher Ilona hingga sedikit menggores lehernya dan darah mengalir sedikit.

"Katakan, apa tujuanmu menemuiku berandal kecil? Ku dengar kau berhasil mewujudkan keinginanmu, calon putri mahkota," lanjut Kai tak terbantah. Ia menatap Ilona dengan jijik. Dia membenci semua orang yang ada di istana termasuk seluruh keluarga yang berhubungan dengan istana.

Ilona mencium bau anyir darah. Itu berasal dari tangan Kai. Pisaunya berlumuran darah.

"Dia tak mengenalku?" Batin Ilona.

Nyalinya mulai menciut. Kai baru saja membunuh seseorang. Jika tidak salah, itu seorang pelayan. Ilona pernah menulis itu. Kai membunuh pelayannya dengan kejam karena mendengar hal yang tak seharusnya Ia dengar.

"CASSI, SELAMATKAN AKU," teriak Ilona lantang. Dia tidak mau mati di tangan Kaisa. Bagaimanapun, ini tubuhnya. Tentu saja Ia tidak rela.

Cassi buru-buru membuka pintu.

"Nona," Cassi cukup syok melihat pisau bertengger di leher Nonanya. Terlebih lagi pisau itu telah melukai leher nonanya.

Kai menurunkan tangannya bersamaan dengan pisau yang Ia pegang. Dia hanya tak suka ada yang memasuki kediamannya tanpa izin. Terlebih wanita licik itu pasti punya rencana gila untuk mewujudkan impiannya.

Ilona beringsut pergi dan lari pontang panting. Ia nyaris tersungkur. Untung saja Cassi sigap membantunya.

"Dia baru saja membunuh seseorang. Tangannya berlumuran darah," bisik Ilona pada Cassi saat hendak menaiki kereta kudanya.

Antagonist WriterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang