Jean berangkat kerja lebih tenang dari hari-hari biasanya.
Ada titik terang untuk dia balikan lagi sama Naya. Dia tau pacaran bertahun-tahun gak mungkin semudah itu untuk move on. Pancaran kebahagiaan itu bisa diliat sama orang-orang kantor.
Hari ini gak banyak jadwal dia harus ke sana ke sini. Rencananya dia mau pulang cepet dan beliin Naya makanan. Dia pengen ngerawat Naya dengan baik. Tanpa disadarin, dia mikir kalau Naya beneran hamil.
"Permisi, Mas Jean, ada tamu mau ketemu," ucap Mbak Rani dari pintu ruangan Jean.
"Siapa?"
Seorang perempuan dengan kulit putih porselen masuk. Rambut coklat terang dengan highlight balayage-nya jadi alarm buat Jean kalau akan ada bencana sebentar lagi. Perempuan itu menenteng Louis Vuitton dengan dress oranye yang luar biasa noraknya.
"Tutup pintunya, Ran," ucap Jean ke Mbak Rani, setelah ngeliat tamu yang dateng.
Mbak Rani tutup pintu itu rapet. Jean berdiri dari mejanya dan nutup tirai-tirai ruangannya. Dia jalan ke sofa dan duduk. Belum ngomong apa-apa, Jean udah ngeluarin bungkus rokok mentolnya yang masih lumayan penuh.
"Butuh uang?" tanya Jean setelah nyalain rokoknya.
Asap rokok itu langsung menuhin ruangan. Perempuan tadi cuma kipas-kipas sedikit terus duduk di sofa di sebrang Jean. Perempuan ini lihat-lihat setiap sudut ruangan kantor Jean. Gaya khas korporat minimalis tanpa pajangan-pajangan gak penting.
"Mungkin. Tapi gue lebih butuh hal lain," ucap perempuan itu.
"Apa? Lo mau ganggu Naya kayak gimana lagi, Sheila?"
Sheila, kakak Naya, dateng lagi ke kantor itu. Tapi kali ini dia gak nyariin Naya. Dia cuma nyari Jean aja karena memang targetnya bukan Naya.
"Waktu ketemu kalian, gue baru pulang dari trip kapal pesiar. Seru juga selama seminggu di sana," ucap Sheila terus mainin HPnya.
Jean gak begitu peduli sama basa basi Sheila dan masih tetep ngerokok. Walau begitu, dia cukup was was sama tingkah gila Sheila yang mungkin akan meledak tiba tiba.
"Mama lo masih sehat, Jean?"
"Gak perlu basa-basi. Lo mau apa?"
"Papa lo gimana?"
Jean diem sebentar pas lagi ngisep rokoknya, terus dia embusin ke atas. Jean gak mau jawab pertanyaan gak jelas dari cewe gila ini. Entah apa maksudnya nanyain anggota keluarga Jean. Padahal, Sheila gak pernah ketemu sama keluarga Jean.
Tiba-tiba, Sheila ngeluarin file USG dan dia lempar ke meja di antara mereka.
"Gue hamil."
"Selamat," ucap Jean datar, berpikir inilah bencana selanjutnya yang akan terjadi. Pasti anak haram Sheila lainnya yang akan jadi beban buat Naya ke depannya.
Sheila ngangkat alisnya dan senyum miris. Dia menikmati raut wajah Jean yang masih tenang karena nikotin yang dia konsumsi saat ini.
"Ini adek lo."
Jean langsung natap Sheila tajem dan matiin rokoknya di atas kertas file USG itu. Jean nepuk-nepuk tangannya untuk ngehempas abu rokok yang nempel sedikit.
"Sebut aja lo mau berapa. Gak usah bikin cerita ngada-ngada. Gue kasih." Jean ngelipet kakinya dan nyender ke sofa.
Gila juga taktik perempuan ini. Bisa-bisanya dia mau ngancem Jean pake kebohongan yang gak masuk akal.
"Lo pikir gue bohong? Lo telepon aja ayah lo dia ke mana waktu itu. Ke Thailand sama orang kementrian atau naik kapal pesiar sama gue?"
"Ngomong apa sih lo? Kalau mau uang sebut aja berapa." Tatapan Jean tajam. Sheila gak keliatan mengintimidasi kayak biasanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Escapism.
Fanfiction🔞 Drunk calls, drunk texts, drunk tears, drunk sex I was lookin' for a man who was on the same page A fanfiction of Na Jaemin and Lee Jeno