32. We Need to Talk

382 47 13
                                    

Naya pulang ke rumah ibunya.

Gak ada Sheila di rumah. Barang-barangnya juga banyak yang udah gak ada. Mungkin Sheila udah tinggal di apartemen atau entah di mana.

"Bu..."

Ibu lagi duduk di sofa ruang tengah sambil nonton TV. Ibu gak nyangka Naya akan pulang karena emang mendadak.

Naya duduk di sofa dan langsung tiduran ke pangkuan Ibu. Tanpa ngomong apa-apa, Ibu ngelus rambut Naya. Naya cuma bisa merem nahan nangis.

Dunia ini terlalu melelahkan buat dia. Menaruh harapan pada manusia itu melelahkan.

Naya ketiduran di sofa dan Ibu udah masuk ke kamarnya. Karena laper, Naya pergi ke dapur untuk liat ada makanan apa. Masih ada masakan Ibu tadi siang ternyata.

Naya cuci tangan di wastafel. Tapi Naya baru sadar kalo keran di wastafel udah ganti. Dulu, kerannya cuma pake keran biasa dan sering bocor. Sekarang kerannya udah bagus, model shower yang lebih gampang untuk cuci piring.

Lampu di dapur juga jadi lebih terang. Biasanya Ibu masak nasi di deket ruang tengah karena stopkontak di dapur rusak, tapi sekarang rice cooker udah ada di dapur, nyolok ke stopkontak yang dulu rusak.

Naya bertanya-tanya kapan Ibu servis semua ini. Padahal, uang bulanan yang Naya kasih ke Ibu lagi sedikit karena Naya baru mulai kerja lagi.

Ibu keluar dari kamar karena ngedenger Naya ngambil piring.

"Belum makan, Nak?" tanya Ibu terus buka kulkas.

"Belum, Bu," ucap Naya terus duduk di meja makan.

Ibu ngeluarin ayam yang belum digoreng dari kulkas terus nyiapin penggorengan. Naya jadinya nungguin Ibu goreng ayam. Padahal ada satu ayam yang udah digoreng di meja makan.

"Keran wastafel ganti, Bu?" tanya Naya sambil nunggu.

"Loh, iya. Kan kamu yang ganti?"

"Kapan aku ganti?"

"Temenmu yang waktu itu ke sini sama ayahnya. Katanya kamu beliin Ibu lampu sama keran baru. Terua ayahnya dia bantu benerin stopkontak juga."

Naya hampir gak bisa percaya sama apa yang dia denger. Ibu ngomongin tentang Jayden sama ayahnya?

Bahkan ayahnya?

Naya buru-buru ngambil HPnya di ruang tamu dan jalan keluar rumah. Dia teleponin Jayden berkali-kali tapi gak diangkat.

Sampe yang ke 4 kali akhirnya diangkat.

"Halo? Nay?"

"Kamu di mana?"

"Rumah, kenapa? Anythings wrong?"

"Kamu kapan ke Singapura?"

"Belum tau. Kemungkinan minggu depan. Aku nunggu tanda tangan kontrak dulu besok."

"Bisa ditunda, gak? Jangan tanda tangan kontrak dulu."

"Why?"

"We need to talk."

"Okay, where are you right now?"

"Rumah Ibu. Tapi besok pagi aku ke apart."

"Gapapa. Aku yang ke sana. Tunggu."

***

Jam 11 malem Jayden dateng ke rumah Ibu hanya untuk ngobrol sama Naya.

Naya nunggu di teras rumah. Jayden dateng buru-buru karena dia gak mau kehilangan kesempatan ini.

Naya senyum saat Jayden dateng. Selama nunggu Jayden, Naya banyak berpikir. Langkah ini lagi-lagi kerasa kayak jadiin Jayden pelarian.

"Hai," ucap Jayden dengan senyuman lebar pas masuk pager. Jayden keliatan bawa sebuah tentengan.

"Hai. Ayo masuk ke dalem," ucap Naya. Jayden buka sepatu terus mereka masuk ke ruang tamu.

Mereka duduk di sofa ruang tamu. Naya udah nyiapin teh anget untuk Jayden karena dari tadi gerimis dan lumayan dingin.

"Ini, ibuku bikin kue lagi," ucap Jayden dan nyodorin paper bag berisi bolu gulung isi keju, mirip merk yang terkenal.

"Ah, makasih," ucap Naya sambil liat isi paper bag itu.

Setelah itu Naya nuangin teh buat Jayden. Agak kerasa canggung. Naya banyak diam karena lagi menyusun kata di otaknya dia.

"Ibu udah tidur?" tanya Jayden basa basi.

"Iya. Ibu emang selalu tidur cepet," ucap Naya.

Mereka diem lagi sambil minum teh. Beberapa menit sampai Naya akhirnya memulai pembicaraan.

"Kalau kamu gak kerja di Singapura, kamu bakal kerja di mana?"

"Masih banyak kerjaan lain di sini. Memang yang di sana gajinya lebih besar."

"Apa pertimbangan kamu gak ke sana cuma, aku?"

Jayden ngangguk yakin. "I will cancel everything if its for you."

Naya berdiri dari sofa dan jalan-jalan di sekitar ruang tamu. Pikirannya jadi kemana-mana karena Jayden seserius itu sama Naya.

Dia ngambil bungkus rokok yang udah penyok karena dia cuma ngerokok kalau pengen doang. Bahkan dulu dia hampir berhenti ngerokok andaikan Jean gak bikin dia sakit hati.

Naya jalan ke ambang pintu terus nyender. Dia nyalain rokoknya di situ biar asapnya gak masuk ke dalam rumah.

"Kalau aku minta kamu untuk menyerah sama aku, gimana?" tanya Naya setelah hisapan rokoknya yang pertama. Tatapannya lurus ke luar rumah. Dia gak mau lihat muka Jayden yang mungkin akan menggoyahkan hati dia.

"Sejujurnya, aku gak begitu peduli kamu mau ngerespon apa aja." Jayden ikut berdiri. Dia berdiri di samping Naya dan bersandar ke ambang pintu yang satunya.

"Terus?"

"Love is not always about take and give. You can give me anything or nothing at all. My feelings remains the same. That is something i cant change even if i want to."

Naya yang mau ngelanjutin hisapan rokoknya jadi berhenti di tengah-tengah. Angin malam bikin rokoknya terbakar sendiri sampai abunya hampir jatoh terbawa angin.

Jayden ngambil rokok itu dari tangan Naya terus dia jentikkin jarinya biar abunya gak kena tangan Naya. Dia gak kasih rokok itu balik ke Naya.

Dia hisap sendiri rokok itu.

Naya kaget. Jayden gak pernah ngerokok seumur hidupnya. Naya coba untuk keliatan biasa aja. Dia palingin mukanya pas Jayden ngerokok, berpura pura kayak Jayden gak pernah ngelakuin itu.

"I had sex with Jean."

Ucapan Naya yang tiba-tiba itu sempet bikin Jayden berhenti. Jayden ngelempar rokoknya ke lantai terus dia injek sampe bener bener mati. Jayden ngangkat alisnya terus natap Naya yang masih gak mau ngeliat ke arah Jayden.

"So?"

"So? You and i had a great time. You saved me lots of time and i still had sex with my ex boyfriend. Does that means nothing to you?" Naya mulai sedikit marah karena Jayden gak ada reaksinya terhadap hal itu.

"What is it supposed to mean, then?"

"You really want me to say it?"

"Yeah, say it."

"Aku ini seorang pelacur yang tidur sama mantanku tapi masih berhubungan sama kamu juga."

Jayden malah nyunggingin bibirnya. Dia tepuk bajunya dari sisa-sisa abu rokok terus berdiri tegak.

"Aku rasa kamu gak ngerti apa arti dari pelacur."

Naya gak jawab, dia nunggu penjelasan Jayden yang lebih lanjut. Jayden jalan ke teras sambi liat tanaman-tanaman di pot.

"Kamu terlalu PD untuk bilang hal kayak gitu ke diri sendiri. Mereka yang bener bener pelacur punya standar dosa yang tinggi. Kamu ini, cuma selembar kertas yang kena coretan pensil. Gak berarti, bisa dihapus juga."

Jayden metik sebuah putik bunga melati basah terkena air hujan dan dia cium wanginya.

"Dan walaupun kamu tercorat-coret dengan pena, akan aku pajang kertas itu, di tempat yang bisa aku lihat setiap hari."

Escapism. Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang